Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Ide bisnis bisa datang dari mana saja. Termasuk, dari ajakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk makan ikan. “Yang tidak makan ikan, saya tenggelamkan!” begitu kata Menteri Susi bergurau.
Gurauan Menteri Susi yang sangat viral itu memantik ide di benak Ulfa Nurjanah untuk membuat jajanan yang menyehatkan, namun dengan harga terjangkau. Alhasil, perempuan kelahiran Brebes, 17 September 1995 ini merintis usaha kudapan cumi renyah (crispy).
Berdiri awal Februari 2017 lalu, bisnis yang berkibar dengan nama Mr. Cuki itu berkembang sangat pesat. Dengan sistem kemitraan, dalam tempo satu setengah tahun, kini Mr. Cuki sudah memiliki 26 gerai yang tersebar di 15 kota, seperti Jakarta, Tegal, Semarang, Jepara, Yogyakarta, dan Surabaya.
Sayangnya Ulfa menolak buka-bukaan soal omzet usahanya per bulan. Yang jelas, dalam sebulan, ia menghabiskan bahan baku cumi untuk produksi sebanyak 1,5 ton–1,7 ton.
Sebagai gambaran saja, sewaktu menyampaikan kata sambutan dalam acara wisuda Universitas Negeri Semarang (Unnes), Juli 2017 lalu, mengutip situs unnes.ac.id, Ulfa menyebutkan, dengan enam gerai Mr. Cuki, dirinya bisa mengantongi omzet per bulan Rp 90 juta. Informasi saja, Ulfa adalah salah satu mahasiswa Unnes yang diwisuda ketika itu dengan meraih predikat cumlaude.
Dunia bisnis bukan hal baru buat Ulfa. Ia mengawali usaha dengan menjadi reseller sepatu dan menjualnya lewat Facebook dan aplikasi percakapan BBM (BlackBerry Messenger).
Kala itu, dia baru kuliah di Unnes. Anak kondektur bus jurusan Tegal–Semarang ini bisa meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi lewat jalur beasiswa. Meski mendapat bantuan biaya pendidikan Rp 600.000 sebulan, uang itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan kuliah dan hidup.
Alhasil, di awal perkuliahan, Ulfa mesti menumpang tidur di kontrakan mahasiswa senior. Itu sebabnya, dia menjadi reseller sepatu, lalu baju, jaket, hingga hijab. “Selama kuliah saya memutuskan untuk tidak minta uang sama orangtua, sama kakak-kakak saya,” ujarnya.
Ia juga menawarkan jasa rias pengantin. Bakat ini menurun dari sang nenek yang merupakan dukun manten, sebutan profesi perias pengantin untuk warga Pantura Tegal dan Brebes, Jawa Tengah. Dia masih membuka usaha jasa rias pengantin sampai sekarang.
Sebagian hasil sebagai perias pengantin ini yang jadi modal Ulfa membangun usaha kudapan cumi kripsi. Ia menggandeng Agung P. Nugroho, seniornya di Unnes yang kini menjadi sang suami, guna memulai Mr. Cuki. “Modal awal Rp 15 juta, kami pakai untuk bikin gerobak dan beli bahan baku,” ungkapnya.
Jalur kemitraan
Sebelum meluncurkan Mr. Cuki, Ulfa yang saat itu sedang skripsi melakukan riset pasar terlebih dahulu sambil keluar masuk pasar ikan untuk mencari pemasok cumi. Ulfa ingin mendapatkan pemasok yang punya cumi berkualitas dengan harga yang masuk hitungan.
Maklum, ia berencana menjual produknya Rp 6.000 per porsi. “Salah satu caranya adalah kami sudah menemukan supplier yang produknya bagus dengan harga yang masuk perhitungan kami. Sampai sekarang, kami masih dengan supplier itu,” beber Ulfa.
Pemilihan nama Mr. Cuki sendiri lantaran gampang diingat, selain merupakan singkatan dari cumi krispi. Sebelum memutuskan membuat kudapan cumi renyah, Ulfa melakukan percobaan selama tiga bulan, dengan membikin aneka olahan cumi.
“Akhirnya, ketemulah bahwa cumi enaknya, cocoknya dibikin krispi. Kami riset tepung, bumbu, hingga pengemasan. Dan, inovasi itu tetap terus jalan sampai sekarang,” imbuh dia.
Meluncur Februari 2017 dengan membuka gerai dalam bentuk gerobak di sekitar kampus Unnes, enam bulan kemudian jumlah Mr. Cuki bertambah jadi enam outlet. Tidak hanya di Semarang, tapi juga di Jepara. “Selama enam bulan pertama ibaratnya puasa, sama sekali tidak untung. Uang penjualan langsung kami pakai untuk ekspansi lagi,” kata Ulfa.
September 2016, dia pun sudah balik modal. Ini juga berkat pemilihan lokasi gerai yang tepat. Salah satunya di Taman Sampangan, Semarang, yang sampai sekarang jadi salah satu tambang duit Mr. Cuki. Maklum, taman ini jadi tempat kumpul warga Semarang di sore hari.
Nama Mr. Cuki pun makin berkibar. Dari situ, mulai banyak yang meminta bermitra. Tapi, Ulfa tidak langsung menyambar tawaran itu.
Baru di Oktober 2017, setelah penjualan betul-betul stabil, ia pun membuka kemitraan. “Mitra pertama kami dari Tegal, kami enggak kenal sama mereka. Setelah survei lokasi, kami bisa deal,” ungkapnya.
Memang, Ulfa tidak asal menerima pinangan dari semua calon mitra. Ia selektif terutama untuk urusan lokasi gerai yang berupa gerobak. Dia tetap menganalisis segmentasi pasar, siapa yang mampu dan mau beli, serta di mana yang banyak jualan dengan gerobak. Jadi, “Semua tergantung lokasinya, aspek kotanya, kemampuan daya belinya,” paparnya.
Dalam kemitraan ini, Ulfa menekankan yang paling penting adalah si mitra menyediakan tempat dan sumber daya manusia (SDM). Karyawan harus mitra yang siapkan karena mereka yang paham tentang penggajian, hukum, dan ke mana harus mencarinya.
Urusan lainnya jadi tanggungjawab Ulfa dan tim. Mulai bahan baku, kemasan, hingga perlengkapan masak. “Juga pelatihan bagaimana cara menyimpan, memotong, menggoreng, dan menyajikan cumi,” ucapnya.
Lantaran cumi harus terus dalam keadaan segar, dia masih menolak permintaan kemitraan dari luar Pulau Jawa. Padahal, ia mengungkapkan, tawaran yang datang justru banyak dari sana. “Kami belum tahu bagaimana cara menangani distribusi bahan baku,” sebut Ulfa.
Tentu, Ulfa tak melepas begitu saja para mitra dalam menjalani usahanya. Ia tetap memantau kinerja dan terus membuka diskusi dengan mereka.
Jalur online
Walau berkembang pesat, bukan berarti perjalanan bisnis Ulfa mulus-mulus saja, terutama di bulan-bulan awal dia melakoni usaha. Sebab, mereka membangun usaha dengan mengibarkan merek baru, tidak ada yang mengenal Mr. Cuki.
Ulfa menyebut periode itu sebagai masa perih. Selalu, setiap hari ia bertanya-tanya dalam hati dan berdiskusi dengan Agung, apakah yakin mau melanjutkan usaha ini.
Apalagi, Agung yang lebih dulu lulus kuliah mendapat tawaran kerja dari perusahaan-perusahaan yang punya nama. Plus, tekanan orangtua yang ingin melihat anaknya kerja kantoran.
“Tapi akhirnya, kami berdua tetap fokus ke usaha ini. Kami selalu ingat pada niatan awal, yakni ingin menjadi manusia yang bermanfaat, yang bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain,” jelas Ulfa.
Tantangan belum berhenti. Setelah membuka beberapa cabang, salah satunya harus gulung tikar gara-gara merugi. Tapi Ulfa tidak benar-benar menutup gerai itu. Ia kemudian memindahkan gerai tersebut ke lokasi lain yang prospektif.
Yang juga menjadi penyemangat Ulfa melewati masa-masa perih adalah para mentor. Salah satunya, Hendi Setiyono, pemilik Baba Rafi.
“Kami semakin semangat untuk terus berjuang melalui masa-masa sulit, saat mentor-mentor bilang, jika kami berhasil melewati masa sulit dalam setengah tahun atau setahun, pasti ke depan akan baik usahanya,” kata dia.
Menurut Ulfa, kesuksesan usahanya juga buah dari keputusannya yang setiap Jumat membebaskan pembeli membayar seikhlasnya untuk pembelian di gerai Unnes dan Taman Sampangan. Dan, semua hasil penjualan ia donasikan. “Karena kami percaya, sedekah justru memperbanyak rezeki, sebagai salah satu upaya membuka pintu rezeki,” beber Ulfa.
Untuk mendongkrak penjualan, ia juga masuk ke saluran pemasaran online dengan membuka “gerai” di Instagram sekitar empat bulan lalu. Selain berjualan, dia bisa sekaligus mempromosikan Mr. Cuki. “Kami manfaatkan zaman milenial dengan memanfaatkan media sosial,” ujar Ulfa.
Ke depan, ada menu baru yakni kakap krispi. Tapi, baru tersedia di beberapa gerai dulu. Pilihan jatuh ke kakap lantaran kebanyakan orang Indonesia tidak alergi ikan. Tambah lagi, Ulfa sudah mendapat pemasok kakap berkualitas dengan harga yang masuk perhitungan.
Tahap selanjutnya, ia bisa menawarkan kudapan berbahan udang. “Kemudian, kami juga punya cita-cita untuk buka restoran yang menyajikan hidangan laut,” tambahnya.
Seperti pesan Ibu Susi Pudjiastuti: yang tidak makan ikan, saya tenggelamkan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News