Reporter: Grace Olivia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Selama ratusan tahun, industri teh berjalan di dalam rantai produksi yang panjang dan kompleks. Sejak dipanen, teh harus melewati banyak perantara dan membutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum akhirnya bisa dinikmati oleh konsumen.
Bukan cuma tak efisien, rantai panjang ini mengurangi kualitas rasa dan aroma teh. Lahir dan tumbuh besar di tengah keluarga yang menjalankan bisnis teh selama 50 tahun, Kaushal Daugar bersemangat merevolusi industri teh.
Ia meninggalkan pekerjaannya sebagai analis keuangan di Singapura, lalu pulang ke India untuk memulai sebuah perusahaan rintisan alias start-up bernama Teabox pada 2012 silam.
Toko daring Teabox menawarkan lima jenis daun teh, yaitu teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh putih, dan teh chai. Kelima jenis teh itu dipasok dari berbagai perkebunan di Darjeeling, Assam, dan Nilgiris yang merupakan area penghasil teh terbesar di India.
Dengan memanfaatkan teknologi, Teabox memodernisasi dan memangkas rantai panjang produksi teh hanya ke dalam dua tahap.
Pertama, memanen teh berkualitas premium dari perkebunan.
Kedua, mengirimkan teh dalam kondisi segar langsung ke konsumen dalam waktu kurang dari seminggu.
Dalam hitungan jam setelah dipetik, teh langsung dibungkus dengan kemasan kedap udara yang sebelumnya telah diisi nitrogen. Kemasan teh itu lantas disusun dan disimpan di dalam gudang pendingin.
Gudang pendingin khusus teh milik Teabox ini diklaim sebagai yang pertama di India. Menurut Kaushal, teknologi yang diterapkan Teabox ini menjamin teh terlindung dari empat musuh utama: kelembaban, cahaya, oksigen, dan panas.
“Aroma merupakan salah satu penentu utama kualitas teh dan bisa tereduksi hingga 60% jika terpapar udara luar terlalu lama,” ungkap Kaushal.
Melalui proses tersebut, Teabox menghilangkan perantara dalam rantai penjualan teh seperti distributor, eksportir, importir, dan rumah lelang. Teabox juga berhasil mempercepat waktu bagi teh untuk sampai ke tangan konsumen dari berbulan-bulan menjadi hitungan hari.
Memang, Teabox menawarkan produk teh premium yang tentu lebih enak ketimbang teh biasa yang tersedia di toko lokal. Harganya juga lebih mahal. Sekotak teh hitam berisi 16 kantong, misalnya, dibanderol US$ 10.
Toh, melalui kanal Teabox.com dan Amazon.com, perusahaan yang bermarkas di Siliguri, India, ini telah menjual lebih dari 40 juta kemasan teh secara daring. Pembelinya mencapai lebih dari 100.000 orang di lebih dari 110 negara di dunia.
Memperluas pasar
Awal Desember lalu, Teabox mengantongi pendanaan putaran kedua (seri B) senilai US$ 7 juta. Pendanaan ini dipimpin oleh RB Investments, perusahaan modal ventura asal Singapura.
Investor lain yang sebelumnya telah menyuntik dana seperti Accel Partners dan pebisnis asal Texas, Amerika Serikat (AS), Robert M. Bass, ikut berpartisipasi. Begitu pula dengan DBS Bank Ltd.
Sejak menerima pendanaan awal (seed funding) pada 2014 lalu, Teabox kini telah mengantongi suntikan modal dari investor senilai US$ 15 juta. “Kami telah membangun infrastruktur inti yang bisa meningkatkan skala produksi lima kali, 10 kali, bahkan 50 kali lipat,” ujar Kaushal.
Bagi Kaushal, tantangan selanjutnya adalah menjangkau pasar yang lebih luas di seluruh dunia, terutama di luar kalangan penikmat teh. Ia mengatakan, AS saat ini masih menjadi pasar terbesar dengan kontribusi 40% terhadap pendapatan Teabox. Pasar terbesar Teabox lainnya ada di Inggris, Jerman, dan Rusia.
Untuk menjajal pasar baru, Kaushal sempat membuka toko sementara di Bangalore, India, dan di Bandara Changi, Singapura. Kedua toko itu merupakan uji coba pengembangan bisnis offline Teabox.
Di toko eksperimen ini, Teabox memberikan kesempatan pengunjung mencicipi sejumlah sampel teh Teabox. Hasilnya, enam dari 10 orang memutuskan membeli setelah mencoba teh racikan Teabox.
Toh, Kaushal hanya akan menerapkan bisnis offline di India. Untuk pasar global, dia masih akan fokus pada penjualan secara daring. Teabox juga tengah berupaya menembus pasar Asia Tenggara. Ini dilakukan melalui penjajakan kerja sama dengan perusahaan milik Alibaba, Lazada.
Kaushal yakin, usaha rintisannya berpotensi menguasai industri teh premium dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Berbekal keyakinan itu, tahun ini, ia memutuskan menolak tawaran akuisisi dari perusahaan teh global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News