Reporter: Rani Nossar | Editor: Hendra Gunawan
Permintaan kapur sirih yang selalu ada membuat industri kapur sirih di Pulau Sugara masih tetap bertahan hingga kini. Beberapa pembuat kapur sirih di sentra ini meneruskan usaha keluarga hingga bisa menyekolahkan anak-anak mereka..
Pembuatan kapur sirih memang cukup rumit dan membutuhkan proses panjang sebelum bisa dijual. Awalnya mulai dari pengumpulan limbah kerang, penjemuran, pembakaran, perebusan dan penumbukan. Pada tahap akhir adalah penyaringan hingga mendapatkan kapur sirih yang halus.
Pembuatan kapur sirih umumnya banyak ditemukan di pesisir pantai karena alasan bahan baku yang mudah dicari. Pulau ini meski berada di antara Sungai Barito, namun letaknya sudah tidak terlalu jauh menuju laut.
Sadikin, pembuat kapur generasi ketiga di tempat ini bercerita, dulu ketika orangtuanya masih menjalani profesi ini, kapur sirih juga digunakan sebagai bahan baku sejenis semen untuk membangun rumah. Sehingga cangkang kerang yang mengandung kalsium cukup kuat untuk menopang bangunan.
Sedangkan sejak 1980-an hingga sekarang, penggunaan produk ini lebih kepada konsumsi pribadi atau digunakan sebagai bahan penyubur tanah. Sebab, tanah di Kalimantan terkenal dengan lahan gambutnya yang asam sehingga banyak membutuhkan kapur.
Ketika usia Sadikin yang sudah menginjak senja seperti sekarang, dia sudah tidak kuat lagi mengaduk adonan kapur. Sehingga, dia kini dibantu oleh anaknya dan lima karyawan. Selama ini menjadi produsen kapur sirih, Sadikin mengaku bisa menyekolahkan keempat anaknya. "Anak saya satu di Makassar bekerja di bidang pelayaran, sisanya di Banjarmasin. Harus ada yang meneruskan usaha ini setelah saya," kata dia.
Sadikin bercerita, kendala yang sering dia alami biasanya soal pengadaan kayu bakar. Sebab, dia harus berbagai dengan produsen kapur sirih lainnya. Biasanya kayu bakar yang didapat berasal dari sisa-sisa pengolahan kayu dari Pulau Sewangi. Terkadang, jika jika tidak kebagian, dia juga kerap mengambil dari perusahaan penggergajian kayu (sawmill) di Batulicin, Kalimantan Selatan.
Sedangkan bagi Suryani, produsen kapur sirih lainnya, kendala yang kerap dia alami adalah soal modal. Ada kalanya harga bahan baku cangkang kerang di pasaran naik jika laut sedang pasang. Selama ini modal yang ada masih pas-pasan sehingga kapur yang dihasilkan juga tidak maksimal.
Pemerintah Provinsi Kalsel ingin kawasan ini tetap ada dan lestari sama seperti halnya Pasar Terapung. Namun perhatian dari pemerintah setempat seperti pinjaman modal bagi orang-orang seperti Suryani masih minim. Padahal ini akan sangat membantu perajin kapur untuk mempertahankan bisnisnya. (Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News