Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Tri Adi
Meski mudah mendapatkan pasokan bahan baku, perajin di sentra industri tas Kebon Lega, Bandung, Jawa Barat, masih menghadapi banyak kendala. Antara lain, seretnya modal usaha. Jika pesanan tas melimpah, perajin harus siapkan biaya produksi yang besar. Selain itu, masih ada perajin sulit memasarkan produknya.
Para perajin di sentra Industri Tas Kebon Lega di Jalan Leuwi Panjang, Bandung, Jawa Barat, patut bersyukur. Dalam memproduksi tas, mereka tidak perlu bersusah payah mencari bahan baku. Sejak dahulu Bandung terkenal sebagai pusat industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia.
Dus, di sekitar sentra Kebon Lega, banyak berdiri pabrik yang memproduksi bahan baku tas seperti kain, kancing, resleting, dan aksesoris lainnya. Bahkan, para perajin tas bisa mendapatkan bahan baku dengan harga miring. Mereka hanya tinggal memilih kualitas dan merek yang diinginkan.
Komariyah, misalnya. Perajin tas yang akrab disapa Kokom ini biasa mendapatkan bahan baku dari pabrik tekstil di Pasar Koja, Cigondewah, tak jauh dari lokasi usahanya. Untuk sekali belanja bahan baku tas, biasanya Kokom mengeluarkan uang sebesar Rp 1 juta-Rp 2 juta. “Tidak sulit untuk mendapatkan bahan baku, karena kami harus produksi setiap hari,” kata Kokom.
Toh, yang namanya usaha, bukan sama sekali tidak memiliki kendala. Salah satu kendala yang kerap dialami Kokom ialah seretnya modal operasional. Terkadang, dia mengaku butuh modal lebih untuk memenuhi produksi tas pesanan pelanggan.
Contohnya, untuk memproduksi 10 lusin tas pesanan, minimal Kokom harus bisa mendapatkan modal sebesar Rp 4 juta. Kalau pesanan pelanggan lebih banyak, kata Kokom, biaya produksinya juga lebih besar. Belum lagi karyawan sering meminta uang untuk keperluannya.
Kokom menambahkan, jika pesanan tas sedang sepi, ia hanya dibantu dua orang tenaga produksi. Tapi, jika pesanan membludak, ia harus menambah satu orang karyawan lepas untuk membantu produksi. “Untuk produksi sebenarnya ada dua pekerja yang bantu. Tapi, kalau banyak pesanan bisa tiga orang,” imbuh dia.
Beruntung, Kokom tak terlalu sulit menjual tas hasil produksinya. Untuk memasarkan tas, ia dibantu oleh sejumlah saudaranya yang memiliki jaringan pedagang.
Apalagi, lokasi sentra industri tas Kebon Lega berdekatan dengan kawasan industri Cibaduyut. Siapa pun tahu bahwa Cibaduyut terkenal dengan kerajinan sepatunya yang melegenda.
Sebenarnya, konsumen perajin tas di sentra Kebon Lega tidak hanya pedagang di sekitar lokasi usaha. Sebab, mereka juga membidik kalangan individu, instansi swasta, dan pemerintah
Hanya saja, tak semua perajin mudah memasarkan produknya. Contohnya kendala yang dialami Mimin, perajin tas lainnya di sentra Kebon Lega. Mimin mengaku, kendala bisnisnya sampai saat ini adalah soal pemasaran. “Kendala utama adalah menjual tas ke pedagang di pasar agar bisa cepat habis terjual,” katanya.
Di luar itu, Mimin mengaku tidak menemui kendala berarti. Untuk bahan baku tas sekolah yang diproduksinya, ia juga mendapat pasokan dari pabrik tekstil di Pasar Koja. Modal pembelian bahan baku juga hanya Rp 1 juta untuk setiap kali belanja.
Sementara modal operasional untuk membayar karyawan juga tidak besar. Sebab, karyawan yang dipekerjakan bukan untuk bagian produksi. “Untuk produksi tas, saya dan suami yang melakukan sendiri. Jadi, biaya pegawai tak menjadi beban yang berat,” kata Mimin.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News