Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Ide bisnis bisa datang dari mana saja, termasuk dari lingkungan sekitar. Hal ini pula yang terjadi pada Noviyanto, produsen keju lokal asal Boyolali. Ia terinspirasi mengolah susu hasil ternak sapi perah warga Boyolali, karena potensi yang melimpah tidak dibarengi pemanfaatan yang maksimal. Tak jarang, produksi susu terbuang, karena kelebihan produksi.
Lantaran biaya membangun pabrik keju tidak sedikit, pria yang akrab disapa Novi ini pun mencari tambahan modal dari teman-temannya. Dengan sokongan modal dari temannya, lulusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Solo ini merintis Pabrik Keju Indrakila pada 2009.
Pabrik yang berlokasi di Dukuh Karangjati, Karanggeneng, Boyolali, Jawa Tengah ini mampu memproduksi setidaknya 50 kilogram (kg) keju per hari. Ada tiga jenis keju yang diproduksi dan dipasarkan secara ritel ke supermarket, yaitu mozarela, keju keraf, dan keju feta. Produk ini sudah mendapat izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Selain itu, Novi juga memproduksi beberapa jenis keju yang belum mendapat izin BPOM. “Yang belum dapat izin tidak boleh dijual untuk ritel. Jadi murni untuk industri. Itu legal,” tuturnya.
Tiap hari, pria kelahiran 33 tahun silam ini, memasok bahan baku susu segar dari Koperasi Serba Usaha (KSU) di Boyolali. KSU ini beranggotakan sekitar 600 peternak sapi perah Boyolali.
Bapak dua anak ini berharap, perlahan apa yang dilakukannya bisa memajukan kesejahteraan para peternak di sana. “Sekarang, yang saya lakukan masih kecil dampaknya untuk Boyolali. Kota ini menghasilkan 110 ton susu tiap hari. Sedangkan saya baru manfaatkan 0,5 ton per hari,” ungkapnya.
Kini, keju buatan Novi sudah dipasarkan hingga ke Bali, Semarang, Yogyakarta dan Solo. Selain dijual ritel, kebanyakan pembeli berasal dari pemilik restoran atau usaha yang membutuhkan keju sebagai pelengkap. Harganya berkisar Rp 85.000-Rp 135.000 per kg, tergantung jenis dan jumlah pembelian.
Dari bisnis keju lokal ini, Novi bisa mencetak omzet rata-rata Rp 60 juta sebulan. "Tahun depan, saya targetkan bisa mencapai ratusan juta sebulan," ujarnya optimis.
Pencapaian omzet terus menanjak, tak terlepas dari target konsumen yang dibidik, yakni skala industri dan ekspatriat. Memang, pembeli ritel pun mayoritas dari kalangan ekspatriat. "Justru mereka yang menyukai keju lokal, karena rasanya lebih segar. Sedangkan, orang kita malah lebih suka keju impor," tutur Novi.
Ia menyimpan harap, suatu saat nanti, keju lokal bisa lebih diterima masyarakat Indonesia. Jika itu terjadi, Novi yakin industri keju lokal akan mudah berkembang.
Kerja kerasnya sejauh ini telah membawanya terpilih menjadi salah satu penerima anugerah Satu Indonesia Awards 2012 yang digagas Astra International. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News