Reporter: Ratih Waseso | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fokus di payung membuat Johanes Paulus bisa mengembangkan Istana Payung bahkan masuk pasar global. Dan kini, pengusaha yang memulai usaha payung sejak 2002 ini tengah melakukan penjajakan pasar ke Australia, setelah sebelumnya menembus pasar Singapura hingga Maladewa.
Johanes, yang sebelumnya membantu bisnis sang orang tua di usaha aksesori bernama Angel Collection di kawasan Pasar Lama, Glodok Jakarta Barat, juga merambah pasar korporasi dengan mengeluarkan merek Jope Umbrella. Produknya berupa payung promosi.
Lewat Jope Umbrella, Johanes berupaya mengakali pasar payung yang sepi saat musim kemarau, yang penjualannya bisa anjlok hingga 60%. Strateginya berhasil, banyak perusahaan yang memesan payung promosi. Sebab, kualitas produknya jempolan. "Payung ini kuat karena punya 10 jari hingga 12 jari dan berwarna hitam anti karat. Payung biasa cuma 8 jari saja," katanya.
Pemakaian bahan payung yang berkualitas ini rupanya bermula dari pengalaman pahit yang menimpa Johanes pada 2008 lalu. Kala itu, ia mendapat order payung promosi cukup banyak dari sebuah perusahaan.
Saat semua pesanan payung promosi itu jadi, ternyata si perusahaan protes gara-gara kondisi payung banyak yang rusak. Dan, sepuhan emas yang ada pada jari-jari payung luntur. "Saya waktu itu rugi besar dan jadi trauma" ungkap dia.
Johanes sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Sampai-sampai, ia menyetop pembuatan payung promosi selama dua tahun.
Tetapi, dia akhirnya tersadar, dirinya tidak boleh terus trauma dan menyerah di bisnis payung promosi. Justru, kegagalan yang ia alami bisa menjadi pemacu untuk terus mengembangkan usaha lebih baik lagi.
Karena itu, Johanes pun bertekad memproduksi payung dengan kualitas terbaik, terutama payung promosi. Soalnya, lewat produk payung promosi yang bagus, dia bisa menunjukkan jatidiri terhadap perusahaan yang jadi pelanggannya.
Hasilnya sudah terlihat. Saat ini, Johanes bisa mendapatkan order payung promosi berkisar 1.000 payung sampai 2.000 payung per bulan. Harga jualnya mulai Rp 50.000 hingga Rp 280.000 per payung.
Setelah Jope Umbrella, Johanes tengah melihat peluang pasar payung dari keberadaan transportasi publik anyar, yakni moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan alias light rail transit (LRT). Tentu, banyak orang berjalan kaki dari stasiun MRT dan LRT ke tujuan lain. "Pasti mereka butuh payung," sebutnya.
Itu sebabnya, Johanes membuat payung pensil berukuran kecil dan praktis. Ia mengklaim produknya kuat. "Panjangnya 20 centimeter, bisa ditenteng, tidak bikin ribet," ujarnya.
Johanes memasarkan payung pensil awal tahun ini. Lantaran respons pasar positif, pasokan payung pensil baru bisa tersedia lagi di akhir tahun nanti.
Saat ini, dia bisa meraup omzet sekitar Rp 100 juta per bulan. Dan, ia bakal terus membuat payung jenis baru saban tiga bulan. Misalnya, payung batik serta payung yang bisa dibalik.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News