kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pernah buruh tenun, Amin kini juragan tenun (1)


Rabu, 30 Januari 2013 / 15:53 WIB
Pernah buruh tenun, Amin kini juragan tenun (1)
ILUSTRASI. Seorang petugas menunjukkan koleksi lempengan emas di Pegadaian Galeri24, Kota Pekanbaru, Riau. ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.


Sumber: Kontan 30/1/2013 | Editor: Havid Vebri

Sejak lama, Kabupaten Garut, Jawa Barat, dikenal sebagai daerah penghasil kain sutera. Salah satu produsen kain sutera khas Garut ini adalah Amin Iskandar.

Terjun ke usaha ini sejak tahun 2003, nama Amin kini dikenal luas sebagai produsen kain sutera dan pengrajin kain tenun Garut. Namanya berkibar seiring jaringan pasarnya yang luas. Kini, Amin rutin memasok kebutuhan kain sutera buat para pembatik di beberapa daerah, seperti Pekalongan, Cirebon, Yogyakarta, dan Jakarta.

Dengan jumlah produksi mencapai 2.000 meter kain sutera per bulan, Amin mengantongi omzet lebih dari Rp 100 juta. Di bendera usaha Rumah Tenun Amin, ia juga memproduksi kain putihan dan kain mori untuk batik. "Harga kain saya berkisar Rp 95.000 sampai Rp 200.000 per meter,” kata dia.

Sebelum menjadi produsen kain sutera, Amin lama bekerja di salah satu perusahaan tenun sutera di Garut. Sadar akan potensi bisnis kain sutera, pada 2003, ia memutuskan untuk membuka usaha sendiri.

Selain tujuan bisnis, ia juga mengaku terpanggil untuk turut melestarikan budaya tenun kain sutera khas Garut. Apalagi, perkembangan tenun tradisional Garut kini mulai surut. “Jadi, saya mau angkat lagi untuk melestarikan budaya tenun, terutama kerajinan sutera,” ujarnya.

Amin menemukan banyak tantangan saat awal-awal merintis usaha. Pernah usahanya terkatung-katung karena kekurangan modal. "Perjalanan saya mengembangkan Rumah Tenun Amin penuh dengan hambatan dan tantangan," ujarnya.

Amin mengkisahkan, di awal merintis usaha, ia butuh modal dalam jumlah lumayan besar. Jumlahnya mencapai sekitar Rp 40 juta – Rp 60 juta buat membeli empat alat tenun bukan mesin (ATBM), bahan baku, dan sewa tempat.

Untuk memenuhi kebutuhan modal itu, Amin rajin mencari investor yang mau diajak bekerja sama. Karena kemauannya yang kuat, ia pun berhasil meyakinkan beberapa investor yang merupakan kerabat dan kenalannya.

Lantaran omzetnya masih kecil, modal uang yang disetor investor itu sering dibayar dengan kain tenun. Baru pada tahun 2005, ia berhasil membayar seluruh modal yang dikeluarkan investor.

Usahanya makin berkembang maju saat ia menjadi mitra binaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sejak tahun 2011. Sebagai mitraan binaan, ia pun mendapatkan pinjaman lunak dari perusahaan pelat merah itu. “Sementara ini baru sekali dapat pinjaman senilai Rp 40 juta untuk pembayaran tiga tahun,” ucap dia.

Selain pinjaman modal, Amin juga mendapatkan pelatihan di bidang manajemen usaha dan pemasaran. Berkat pelatihan itu, ia kini mulai melakukan pemasaran lewat internet. Ia juga sering diikutkan ke pelbagai pameran usaha skala kecil menengah yang difasilitas oleh PGN.

Amin optimistis usahanya akan terus berkembang. Terlebih minat masyarakat terhadap tenun sutera kini terus tumbuh. Produk kain sutera diminati karena memiliki nilai estetika tinggi. Lantaran lembut dan tahan kusut, kain sutera juga sering digunakan untuk membuat selendang atau pakaian jadi.        

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×