Reporter: Marantina | Editor: Havid Vebri
Lulus dari universitas kuliner ternama di dunia, Ivan Wibowo dan Fernando Suryono Sindu kembali ke Indonesia dan mempopulerkan jasa private dining chef. Sama dengan mimpi sebagian besar koki, mereka pun bermimpi memiliki restoran sendiri.
Kedua koki ini mulai menawarkan jasa private dining chef untuk perhelatan bisnis di pusat kota Jakarta pada awal 2012. Waktu itu, Ivan sebenarnya sedang rehat dari pekerjaannya sebagai chef di Australia.
Ia kembali ke Indonesia untuk mengurus visa miliknya yang akan habis masa berlakunya. Setibanya di Jakarta, ia malah mendapat tawaran memasak di sebuah acara.
Acara tersebut dihadiri sekitar 20 orang. “Karena orangnya cukup banyak, saya tidak sanggup kalau sendiri. Saya ingat Fernando dan meminta dia membantu saya menjadi private dining chef di acara itu,” kisahnya.
Ivan mengenal Fernando saat keduanya sama-sama menjalani kuliah di Culinary Institute of America (CIA) di New York, Amerika Serikat. Konon, CIA merupakan universitas kuliner kelas premium alias nomor satu di dunia. Tidak sembarangan chef bisa mengecap pendidikan di kampus yang berlokasi di Hyde Park itu.
Singkat cerita, Ivan dan Fernando merasa cocok dalam kerja sama. Mereka pun memutuskan untuk membentuk Good For Eats pada Maret 2012. Awalnya, order private dining chef hanya datang dari kenalan.
Namun, lambat laun semakin banyak orang mengenal kelihaian Ivan dan Fernando sebagai koki. “Orderan datang sendiri, padahal kami tidak punya website, hanya mengandalkan jejaring sosial media,” tutur Ivan yang merupakan sarjana di bidang teknik pangan ini.
Ivan dan Fernando pun mantap menjalani karir sebagai private dining chef ketimbang menjadi koki di restoran. Pasalnya, mereka merasa belum siap dan belum kenal benar dengan market di Indonesia.
Maklum saja, sebagian besar karirnya dihabiskan di luar negeri. “Respon terhadap bisnis ini bagus dan bagi kami karir ini membuat kami bisa terus belajar dan eksplorasi beragam makanan,” ujar Fernando yang pernah menempuh pendidikan Sarjana Ilmu Komputer di New Zealand.
Kendati menjanjikan, bukan berarti Fernando dan Ivan tidak memiliki kendala dalam menyediakan jasa private dining chef. Fernando mengaku, pernah beberapa kliennya tiba-tiba membatalkan jamuan menjelang hari H. Padahal, bahan baku sudah dibeli semua. “Saat itu, memang belum ada SOP, jadi itu merupakan pelajaran buat kami,” katanya.
Untuk mengembangkan bisnis, pada awal 2013, Fernando dan Ivan mulai melayani jamuan brunch melalui Pop Up Brunch. Sebenarnya, brunch merupakan tradisi di negara-negara Barat. Orang-orang mengenalnya sebagai kombinasi antara sarapan (breakfast) dan makan siang (lunch) yang dihidangkan pada akhir pagi.
Selain private dining chef, Ivan mengaku, ke depannya ingin mendirikan sebuah restoran. “Restoran itu sebagai rumah kami nantinya, karena sekarang kami sebagai chef tidak memiliki home base alias selalu berpindah-pindah tempat,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News