kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.886.000   2.000   0,11%
  • USD/IDR 16.619   17,00   0,10%
  • IDX 6.941   107,85   1,58%
  • KOMPAS100 1.004   17,30   1,75%
  • LQ45 779   13,52   1,77%
  • ISSI 221   2,46   1,13%
  • IDX30 404   6,86   1,73%
  • IDXHIDIV20 476   9,11   1,95%
  • IDX80 113   1,66   1,49%
  • IDXV30 116   1,54   1,34%
  • IDXQ30 132   2,80   2,17%

Pilih-pilih layangan raksasa di Bali (1)


Minggu, 22 Februari 2015 / 17:03 WIB
Pilih-pilih layangan raksasa di Bali (1)
ILUSTRASI. Seseorang menderita radang tenggorokan


Reporter: Yuthi Fatimah | Editor: Rizki Caturini

Layangan berukuran besar berwarna-warni tergantung di dinding sejumlah kios penjualan layang-layang di Desa Lodtunduh, Ubud, Bali. Warnanya yang semarak serta bentuknya yang beraneka ragam memanjakan mata pengunjung yang melihat. Sebagian layang-layang raksasa juga terlihat tergeletak di lantai menunggu proses penyelesaian sebelum siap di jual di depan kios.

Pemandangan seperti ini lumrah terlihat di wilayah yang telah menjadi sentra penjualan layang-layang raksasa di Bali sejak 15 tahun silam tersebut. Sebelumnya, wilayah Sanur yang menjadi pusat pembuatan dan penjualan layangan raksasa yang kerap digunakan dalam festival layang-layang di pulau Dewata. Namun, seiring perkembangan properti di sana, para perajin dan penjual layang-layang beralih profesi dengan bekerja di hotel-hotel.

Perlahan, Lodtunduh kemudian menjadi pusat produksi dan penjualan layangan hingga kini. Made Mawa, salah satu perajin layang-layang di sentra ini mengatakan, penjual layang-layang dari Kuta dan Ubud umumnya kini mengambil barang dari tempat ini. Lodtunduh menjadi salah satu desa di Kecamatan Ubud yang menjadi sentra produksi dan penjualan layang-layang.    

Tidak hanya para penjual layang-layang, di tempat ini juga terdapat sejumlah kios lukisan serta kerajianan tangan lainnya. Ukuran kios di sini berkisar 1,2 meter (m) x 1 m. Terlihat tidak banyak pengunjung yang datang ketika KONTAN menyambangi tempat ini.

Made bilang, ada sekitar 10 perajin yang menjajakan berbagai macam jenis layangan di sepanjang pinggir jalan Desa Lodtunduh. Umumnya mereka menjual layangan dengan aneka bentuk satwa, seperti burung, naga, kupu-kupu, dan masih banyak lagi.

Walaupun jenis layangan yang di jual di setiap kios hampir sama, tapi menurut Made tetap saja terdapat perbedaan bentuk maupun jenis yang di jual setiap perajin. Made membuat sekitar tujuh bentuk layangan seperti kupu-kupu, naga, katak, dan burung hantu.

Sementara Putu Suartika, perajin layangan lainnya membuat layangan berbentuk dinosaurus, babi, dan ular kobra. Adapun, I Ketut Yut Dinastra, tidak hanya menjual layangan jenis hewan, tapi juga layangan dengan bentuk kapal.

Harga jual layangan di sana berkisar Rp 40.000-Rp 400.000 per unit, sesuai dengan ukuran dan tingkat kesulitan pembuatan. Made bilang, ukuran layangan terkecil sekitar 1,2 m dan terbesar bisa mencapai 3 m.

Melalui usaha pembuatan layangan ini, Made bisa meraup omzet sekitar Rp 6 juta per bulan. Namun, jika sudah memasuki waktu liburan di pertengahan tahun, omzet penjualan bisa bertambah dua kali lipat. "Kalau sudah masuk bulan Juni sampai Agustus, omzet bisa mencapai Rp 3 juta dalam seminggu," ungkap Made.

Peningkatan omzet seiring dengan kenaikan penjualan hingga lima kali lipat. Made bilang, musim liburan bisa menjual 500 layangan dalam sebulan. Sementara di hari biasa hanya sekitar 100 layangan. Putu pun merasakan hal serupa. Ketika musim liburan tiba, omzetnya yang sekitar Rp 3 juta per bulan bisa naik hingga lima kali lipat.    n

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×