Sumber: Kontan 18/6/2013 | Editor: Havid Vebri
Jika berkunjung ke Yogyakarta, Anda pasti tak ingin melewatkan belanja cinderamata khas Yogyakarta. Misalnya, kain batik dan kaos. Salah satu tempat favorit berburu barang-barang tersebut adalah pertokoan di kawasan Ngasem. Masyarakat di sana menyebutnya sebagai Sentra Batik Ngasem.
Istimewanya, sentra ini hanya berjarak sekitar 2 km dari Keraton Yogyakarta. Ada 40 kios yang memadati Jalan Rotowijayan dan Sidomukti, di dekat alun-alun Kota Yogyakarta dan Taman Sari.
Toko-toko tersebut sejatinya adalah rumah tinggal. Para pemilik rumah memodifikasinya menjadi bentuk toko. Asal tahu saja, dulunya, daerah ini dikenal sebagai pemukiman para abdi dalem Keraton. Namun, seiring makin menjamurnya wisatawan yang berkunjung ke kawasan Keraton dan Alun-
Alun, maka sejak tahun 2000-an, rumah-rumah itu disulap menjadi pertokoan yang menjual batik. Luas toko bervariasi, mulai dari 2x5 meter (m) hingga ada yang berukuran 10x20 m.
Salah seorang pedagang di Sentra Ngasem, Sardiyono mulai membuka toko di sana sejak 2007. Tak tanggung-tanggung, ia punya tiga toko dengan nama Batik Djawi.
Batik yang dijualnya didapat langsung dari perajin di Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Desainnya beragam, mulai dari kemeja, blus, hingga gaun. Harganya mulai dari Rp 40.000 hingga Rp 900.000 per potong.
Sementara, untuk kaos khas Yogyakarta yang bertulis atau bergambarkan icon atau guyonan khas berbahasa Jawa, Sardiyono memproduksi sendiri. "Saya punya tim desain sendiri untuk bikin kata-katanya," tuturnya.
Seperti pedagang lainnya di Sentra Ngasem, Endang Sukartini juga memasok batik langsung dari perajin di Bantul, Ngawi, dan Pekalongan. Dagangan batiknya terbilang lebih beragam, mulai dari kemeja, daster, blouse, hingga taplak batik.
Ia mengklaim, harga barang di tokonya sangat terjangkau, yaitu mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 1,4 juta. "Yang paling mahal kemeja batik berbahan sutra," ujar Pemilik Toko Batik Wahyu Putro ini.
Endang mengaku, saban bulan, bisa meraup omzet sekitar Rp 40 juta. Sementara, Sardiyono bahkan bisa mengantongi penjualan hingga Rp 300 jutaan. Sayangnya, meski menjadi lokasi favorit wisatawan berburu batik, namun kendaraan roda empat sulit parkir.
Jalan utamanya sempit, dengan lalu lintas satu arah. pengunjung tidak bisa memarkir kendaraan di depan area pertokoan. Kata Sardiyono, pengunjung mau tidak mau harus parkir di dekat alun-alun. "Ke sini harus jalan lagi. Kalau tidak mau jalan jauh, bisa naik becak," tuturnya
Makanya, jangan heran jika musim liburan, Anda akan melihat puluhan becak memadati lokasi sentra ini. Becak-becak itu mengantar turis yang hendak berburu oleh-oleh di Sentra Ngasem. "Mereka juga setia menanti calon penumpang yang habis berbelanja dari sini," imbuh Endang.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News