kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pipie, sarjana pertanian yang jadi juragan tas


Jumat, 22 Juni 2012 / 15:04 WIB
Pipie, sarjana pertanian yang jadi juragan tas
ILUSTRASI. Aktivitas pertambangan PT Kapuas Prima Coal Tbk (ZINC).


Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi

Sukses bisa lahir dari sebuah kondisi yang terjepit. Di tengah keadaan seperti itu, segala upaya positif akan dilakukan dengan penuh kerja keras. Upaya itu bisa berbuah kesuksesan seperti yang dialami Pipie Soeyoto, seorang produsen tas.

Ada banyak orang yang menjajal usaha pembuatan tas di Tanah Air, tapi tak semuanya sukses. Pengalaman Pipie Soeyoto mengajarkan, jika ingin berhasil, seorang pengusaha tas harus jeli membidik segmen pasar dan setia menjaga kualitas produknya. Melalui bendera PT Huda Rachma Groupindo (HRG), Pipie sukses menjadi produsen tas promosi. Berbagai instansi besar di dalam maupun di luar negeri menjadi pelanggannya.

Jumlah perusahaan yang pernah atau masih menjadi pelanggan Pipie lebih dari 32. Beberapa contohnya adalah Garuda Indonesia, Indosat, McDonald’s Indonesia, Penerbit Erlangga, PT Eka Boga Inti, PT Fastfood Indonesia (KFC), Unicef Jakarta Country Office, Senshukai Ltd (Jepang), MR International Ltd (Korea), PT Inti Garmindo Persada (Lois Jeans), PT Martina Berto, dan PT Lee Cooper Indonesia. Selain itu, hampir seluruh bank di Indonesia pernah memesan tas buatan Pipie. “Di Inggris, ada 12 sekolah yang rutin memesan tas olahraga dari kami,” kata ibu tiga anak ini.

Dengan strategi fokus membidik pasar korporat yang memesan dalam jumlah besar, pada akhir tahun lalu, omzet usaha Huga Rachma Groupindo mencapai sekitar Rp 13 miliar. Bukan hanya berhasil di bidang pembuatan tas, Pipie juga sukses membesarkan bisnis layanan pengiriman di bawah bendera PT Huda Express.

Namun, kesuksesan perempuan berkulit putih ini tidak didapat dengan mudah. Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ini, awalnya, memulai usaha karena kondisi yang kepepet. Setelah lulus kuliah, surat lamaran yang ia kirim ke beberapa perusahaan tidak mendapatkan tanggapan. Alhasil, ia harus menganggur selama enam bulan.

Karena keadaan itu, pada tahun 1995, Pipie mencoba menjadi pemasok barang-barang promosi ke perusahaan-perusahaan farmasi. Sekitar dua tahun, ia menjalankan pekerjaan sebagai pemasok. “Selama menjadi pemasok, saya memperhatikan soal kualitas barang, terutama tas. Saya pelajari, bagaimana jahitan yang rapi dan bahan seperti apa yang bagus,” kenangnya. Dari pembelajaran di lapangan itu, meski tidak bisa menjahit, dia mulai mencoba memproduksi tas sendiri.

Tahun 1997, Pipie membeli dua mesin jahit dan membuka usahanya di garasi rumah. Dia sadar, sebagai produsen, modal yang harus dia keluarkan seharusnya jauh lebih besar. Alhasil, untuk mencukupi kebutuhan modal, ia menjual mobil. “Ternyata tidak mudah, sekalipun sudah ada pengalaman sebagai pemasok dan ada jaringan, tapi untuk memperluas pasar, ternyata, cukup susah. Pesaing cukup banyak,” katanya.

Suatu saat, ada orderan besar dari sebuah perusahaan kain, PT Kaltex. Dari situlah, keran pesanan dari perusahaan-perusahaan besar semakin lapang. Satu per satu, perusahaan datang memesan, bahkan menjadi pelanggan. “Pemesan datang karena promosi dari mulut ke mulut,” kata Pipie.

Tahun 2000, seiring kebutuhan, Pipie mulai meningkatkan produksi dengan membuat pabrik di kawasan Pamulang dan menambah 250 mesin jahit. Kapasitas produksinya mencapai 2,5 juta tas per tahun.

Pesanan tas promosi dari restoran cepat saji McDonald’s Indonesia cukup rutin. Cakupannya bukan hanya restoran di Jakarta tetapi juga ke daerah. Dari situ, Pipie berpikir untuk mendirikan perusahaan pengiriman barang. Pada tahun 2001, dia mendirikan Huda Express yang bertugas mengirimkan tas-tas pesanan ke pelanggan.


Menjaga kualitas

Setahun berikutnya, sekitar 2002, Pipie mendirikan pabrik susu sekaligus usaha multilevel marketing. “Hanya bertahan tiga tahun usaha ini,” ujarnya.

Pipie, rupanya, tak mau berdiam diri. Dia terus mencoba usaha lain. Tahun 2006, dia membangun sebuah kafe dan hasilnya lebih parah. Kafe ini hanya bertahan selama enam bulan. “Kondisi ini sempat membuat goyah keuangan perusahaan saat itu,” katanya.

Akhirnya, Pipie memilih tetap fokus menjalankan dua usahanya yaitu pembuatan tas dan layanan pengiriman. Hasilnya, sejak tiga tahun lalu, ia berhasil mengekspor pesanan tas ke Jepang, Korea, dan Inggris. “Semua berkat website. Pemesan dari luar rata-rata mendapatkan info tentang Huda Rachma dari website,” tuturnya.

Bisnis layanan pengiriman Pipie juga tak kalah sukses. Sejak tiga tahun lalu, Huda Express membuka layanan delivery service restaurant. Restoran yang menjadi pelanggan adalah McDonald’s, Solaria, Hoka-Hoka Bento, Burger King, dan beberapa restoran lain.

Meski usahanya kian berkembang, Pipie tak mau lupa diri. Dia menyadari, persaingan di bisnis tas sangat ketat. “Industri ini tidak sehat, banting-bantingan harga. Tapi, saya tidak mau terbawa arus,” kata Pipie. Demi mempertahankan kualitas, dia harus menjual produknya lebih mahal dibanding dengan pesaingnya yang menurunkan kualitas. Agar tetap bertahan, kini, Pipie fokus mencari pelanggan dari luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×