kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

POTRET SENTRA SUVENIR JATINEGARA


Rabu, 31 Maret 2010 / 17:54 WIB
POTRET SENTRA SUVENIR JATINEGARA


Sumber: | Editor: Dikky Setiawan



Kawasan Pasar mester, Jatinegara, terkenal sebagai pusat suvenir pernikahan dan selamatan. Di tempat ini, ada puluhan pedagang yang menjajakan aneka suvenir buatan lokal maupun impor. Kawasan ini juga terkenal sebagai pusat jasa sablon nama.

"Silakan, cari yang lokal atau impor," sambut salah satu penjaga kios suvenir di kawasan Pasar Mester, Jatinegara, saat KONTAN menyambangi kawasan ini, Kamis siang (25/2).

Mereka yang sering berbelanja ke kawasan ini mungkin sudah tidak asing dengan ragam model dan warna suvenir yang ditawarkan para pedagang di sini.

Kawasan ini memang sudah lama dikenal sebagai sentra penjualan suvenir pernikahan. Ada sekitar dua puluhan pedagang suvenir menempati lantai basement Gedung Jatinegara Trade Center (JTC), di kawasan Pasar Mester. Mereka terpusat di bagian tengah lantai basement, dan menempati lapak tanpa kios.

Walaupun kawasan tersebut diguyur hujan lebat ketika KONTAN datang, namun aktivitas jual beli di sini tetap ramai. Pengunjung terlihat lalu lalang dan sesekali asyik menawar suvenir.

Di sentra ini ada ratusan jenis suvenir yang dijajakan para pedagang, baik hasil karya perajin tanah air, maupun impor dari China. Umumnya suvenir lokal didapat dari perajin asal Yogyakarta, Bandung, dan Bali.

Suvenir lokal berupa gantungan kunci beragam bentuk, kipas, dompet, gelas, saputangan, bingkai foto, blocknote, tanggalan, hingga tatakan gelas. Sedangkan, barang impor umumnya berupa dompet dan kipas bordir. Konsumen bisa memilih beragam suvenir ini dengan harga mulai Rp 250 hingga ?Rp 3.000 per unit.

Para pedagang juga menyediakan paket nampan hantaran untuk pernikahan. Satu paket umumnya berisi empat unit nampan. Harganya mulai Rp 35.000 sampai Rp 40.000 per unit untuk nampan tanpa tutup, dan ? Rp 55.000 - Rp 150.000 per unit untuk nampan plus penutupnya.

Para pembeli yang belanja di sini umumnya memang mencari suvenir untuk acara pernikahan. Namun ada juga yang membeli suvenir untuk kebutuhan sunatan atau acara selamatan lainnya.

Sayangnya, tidak ada cerita pasti sejak kapan kawasan ini dikenal sebagai pusat penjualan suvenir. Namun menurut Darlis, kawasan ini sudah lama menyediakan aneka suvenir.

Darlis sendiri sudah tujuh tahun berjualan di sentra ini. "Dulu pedagangnya belum sebanyak sekarang. Kalau sekarang sudah banyak saingan di sini," ujarnya.

Lina Nurhikma, pegawai di kios Nur Arif Suvenir, bercerita, awalnya para pedagang suvenir terpusat di bagian tengah lantai basement saja. "Tapi sekarang menyebar ke bagian depan dan kios-kios sebelah," tuturnya.

Para pedagang di sentra ini umumnya merupakan warga pendatang dari daerah, seperti dari Sumatera Barat, dan Jawa Tengah. Mereka menyewa lapak atau kios dengan harga beragam, tergantung ukuran.

Darlis, misalnya, setiap bulan membayar Rp 3 juta untuk lapak ukuran 2 x 2 yang ditempatinya.Selain menjual suvenir, pedagang di kawasan ini juga menawarkan jasa tambahan bagi para konsumen.

Seperti menyablon nama dan membungkus suvenir satu persatu agak tampil cantik. Tapi, pembeli harus merogoh kocek tambahan untuk menggunakan jasa ini.

Menurut Tanti, penjaga kios Wahyu Suvenir, kiosnya menarik biaya Rp 15.000 untuk menyablon nama pada setiap 100 unit suvenir. Sementara, Darlis menarik biaya sablon sebesar Rp 20.000 per 100 unit suvenir. Sedangkan biaya tambahan jika konsumen ingin membungkus setiap suvenir dengan sarung tile sekitar Rp 40.000 per 100 unit.

Biasanya para pedagang melakukan penyablonan sendiri, tapi ada juga yang menyewa penyablon khusus. Biasanya konsumen baru bisa mengambil pesanan suvenir bersablon seminggu setelah melakukan pemesanan.

DI sentra suvenir Pasar Mester, Jatinegara, Jakarta Timur, aroma persaingan antar pedagang suvenir sedemikian ketatnya. Tak heran, mereka harus mencoba berbagai strategi pemasaran jitu agar barang dagangannya laku terjual.

Menurut Darlis, pemilik kios Rio Suvenir yang sudah tujuh tahun berdagang, persaingan di sentra ini cukup berat. Soalnya, semakin hari, jumlah pedagang suvenir kian banyak, sehingga mereka harus berbagi rezeki.

Salah satu cara yang dilakoni para pedagang, mereka menyediakan pilihan suvenir yang beragam, baik buatan lokal maupun impor. Misalnya saja, kipas bordir dan dompet.

Darlis bahkan menerima pesanan undangan untuk dicetak di atas kipas impor demi menambah pendapatan. Harga satu undangan plus pembungkus, sekitar Rp 2.700.

Hanya saja, menurut Darlis, ada kiat yang paling penting untuk memikat konsumen, yakni dengan melayani seramah mungkin. Pedagang harus ekstra sabar. Karena tidak jarang ada pembeli yang menawar dengan harga sangat rendah. "Karena kalau kami tidak ramah, pembeli dengan mudah bisa beralih ke pedagang lain di pasar ini," kata Darlis.

Senada dengan Darlis, Lina Nurhikma, pegawai kios Nur Arif Suvenir, juga bilang bahwa cara paling efektif memikat konsumen adalah meladeni pembeli dengan ramah.

Ketika ada yang protes, mereka harus bersedia mengganti sablon suvenir, asalkan kesalahan eja atau penulisan berasal dari pihak pedagang.

Dengan cara ini, banyak pembeli merasa puas dan akhirnya menjadi pelangganan. "Pembeli pun secara tidak langsung, bisa mempromosikan keunggulan kios ini kepada teman atau kerabat mereka," kata Lina.

Selain cara di atas, Lina juga punya strategi lain untuk menggaet pengunjung. Dia menjual beberapa model suvenir yang tidak ada di kios lain. Suvenir ini, menurut Lina, adalah produksi sendiri. Suvenir bikinan sendiri tersebut, didominasi bahan daur ulang. Bentuknya bisa blocknote, kalender, atau tempat tisu mungil.

Nah, agar pengunjung pasar langsung tertarik untuk mampir, Lina menata koleksi suvenirnya dengan rapi. "Agar pembeli tidak enggan singgah ke sini, saya tidak memasang penawaran harga yang tinggi. Tapi, harga yang standar saja," papar Lina.

Beda lagi cara yang dilakukan Tanti, pegawai kios Wahyu Suvenir. Selain memajang ragam suvenir yang menarik, dia berupaya memikat pembeli dengan menyebut sekaligus beberapa jenis suvenir yang sedang tren. Tanti menyampaikan hal ini kepada setiap pengunjung yang melewati kiosnya.

"Biasanya pengunjung tidak bisa melihat semua suvenir yang kita jual, jadi kalau disebutkan satu persatu, mungkin mereka bisa tertarik melihat barang kita," jelas Tanti.

Ketatnya persaingan membuat margin keuntungan para pedagang jadi tipis. Kalau sudah bisa mendapat sedikit laba, pasti mereka bersedia melepas barang. "Asal bisa untung sekitar Rp 5.000 sampai Rp 10.000 saja dari 100 unit suvenir, saya berani melepas barang. Daripada pembeli pindah ke gerai lain," ujar Tanti. Kecuali, imbuh Lina, untuk barang buatan sendiri yang unik dan tidak mudah didapat di kios lain.

Persaingan sengit

Persaingan bisnis suvenir di Pasar Mester boleh jadi kian sengit karena jumlah pedagang suvenir pun semakin sesak berjejalan. Toh, para pedagang menilai berjualan suvenir tetaplah menguntungkan. Setiap hari ada saja suvenir yang laku terjual.

Darlis misalnya, mengaku, masih bisa mengumpulkan omzet Rp 30 juta–Rp 40 juta sebulan. Sementara, Lina Nurhikma, pegawai kios Nur Arif Suvenir, menuturkan, pada hari biasa, kiosnya bisa meraup Rp 500.000–Rp 1 juta sehari. Sementara, pada Sabtu, Minggu, serta tanggal merah alias hari libur, penjualan di kiosnya bisa di atas Rp 2 juta sehari.

Sementara Tanti mengungkapkan, saat ini kiosnya masih bisa mengumpulkan omzet Rp 1,5 juta sehari. Bahkan, pada akhir pekan dan hari libur, ia bisa mengantongi penjualan hingga Rp 5 juta sehari.

Belum lagi, saat musim tertentu seperti bulan Maulid dan musim kawin usai Lebaran, para pedagang ini bisa panen. Pada musim-musim seperti ini, setiap hari mereka bisa mengantongi penjualan lebih besar.

Lina berkata, penjualan harian pada musim panen itu bisa naik 50% dari hari biasa. Tanti bahkan menyatakan omzet harian pada musim ramai seperti ini bisa mencapai dua kali lipat dari penjualan di hari biasa.

Konsumen tertarik membeli suvenir di sentra ini, karena selain lengkap, harga barangnya pun cukup terjangkau. Apalagi, pedagang masih bersedia menurunkan harga jika pembeli pandai dan sabar menawar. "Kami memang tidak mungkin menahan harga terlalu tinggi karena persaingan cukup ketat," ujar Lina.

Menurutnya, harga jual masih bisa turun dari harga penawaran pertama, tapi tergantung jumlah pembelian. Di kiosnya, pembelian dalam jumlah banyak atau di atas 100 buah suvenir bisa mendapat diskon sekitar 15%. Sementara untuk pembelian 100 buah suvenir biasanya hanya mendapat potongan harga sekitar Rp 5.000.

Sementara itu, Tanti menyebut harga penawaran barang masih bisa berkurang sekitar Rp 10.000–Rp 20.000 tergantung dari jumlah pembelian dan jenis barang.

Tidak heran, pembeli di sentra suvenir Pasar Mester ini berdatangan dari seluruh penjuru Tanah Air. Selain dari Jakarta, ada juga yang datang dari Bogor, dan luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, Sumatra Selatan, dan Sumatra Barat.

Pembelinya tak cuma orang kebanyakan, tapi juga kalangan pejabat dan selebriti. "Bahkan, turis dari luar negeri yang kebetulan berkunjung ke Jakarta mencari suvenir ke sini," kata Darlis.

Cuma, pembelian suvenir di sini tak bisa eceran. Tiap kios menetapkan jumlah minimal pembelian yang berbeda. Tanti, misalnya, menerima pembelian minimal 50-100 buah suvenir, tergantung jenis suvenir. Sedangkan, Darlis melepas minimal 100 buah untuk sekali pembelian. Kecuali, untuk pembelian disertai layanan bordir nama, dia mensyaratkan minimal 200 buah suvenir.

Jika ada kekurangan sentra ini, barangkali adalah jarak antarpedagang yang kelewat rapat. Selain itu, ruang basement yang mereka tempati tanpa ventilasi. Jadi, kondisinya panas dan sesak.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×