kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Produsen mainan UKM merasa kesulitan urus SNI (2)


Kamis, 01 Mei 2014 / 12:13 WIB
Produsen mainan UKM merasa kesulitan urus SNI (2)
ILUSTRASI. Cara download film Netflix untuk ditonton offline.


Reporter: Pratama Guitarra, Tri Sulistiowati, Dina Mirayanti Hutauruk, Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Rizki Caturini

Aturan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk mainan anak akan berlaku pada akhir bulan ini, baik produk mainan impor maupun produksi dalam negeri. Sayangnya, aturan baru ini banyak menyulitkan mainan lokal. "Sebagian besar produsen mainan lokal masih sekelas industri kecil," kata Sufrin Hannan, Direktur Komersial III Sucofindo.

Tak heran, baru 80 perusahaan produsen mainan anak lokal yang mengajukan pendaftaran sertifikasi SNI. Jika belum mengantongi sertifikasi SNI, produsen mainan tidak boleh menjual produknya di pasaran.

Masalahnya, proses sertifikasi itu sulit dan mahal. Thamrin, salah satu produsen mainan anak yang berpusat di Jakarta Timur, telah mengurus sertifikasi SNI sejak tiga bulan lalu. Namun hingga kini sertifikat SNI belum kunjung didapat. Dia mengaku, pengurusan sertifikasi sulit, lantaran banyak aturan yang dikeluarkan pemerintah  daerah. Pengusaha mainan anak pun harus merogoh kocek lebih dalam. Kata Thamrin, sertifikasi SNI membutuhkan biaya hingga Rp 30 juta.

Saat ini produk mainan anak yang dijual oleh Thamrin lewat situs mainankayu.com sedang menunggu hasil uji lab. Sejauh ini dia telah mengeluarkan dana sebesar Rp 16 juta. "Saya juga harus mengeluarkan uang Rp 11 juta untuk uji lab. Saya belum punya uang segitu," kata Thamrin.

Minimnya informasi yang didapat oleh para produsen mainan anak ini membuat Thamrin menilai kebijakan ini akan sulit berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Hingga kini dia belum mengetahui produsen mainan anak mana saja yang akan diberi bantuan untuk mengurus SNI. Padahal sebelumnya Kemperin menjanjikan memberi bantuan untuk pengurusan sertifikasi. "Kita dipaksa memiliki sertifikasi SNI tapi tidak diberi kemudahan oleh pemerintah," keluh Thamrin.

Danang Sasongko, Ketua Asosiasi Penggiat Mainan Edukatif dan Tradisional Indonesia (APMETI), bilang, untuk solusi jangka pendek pemerintah diharapkan memberi bantuan dana bagi UKM dalam melakukan uji laboratorium.

Keluhan para pengusaha ini ditanggapi oleh Ramon Bangun, Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemperin). Ramon menjelaskan, pemerintah telah melakukan sosialisasi selama dua tahun terakhir kepada para produsen mainan anak seputar sertifikasi SNI ini. Lantaran bersifat sukarela, belum banyak produsen mainan anak berskala kecil yang serius mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi SNI.

Salah satu solusi yang akan ditawarkan pemerintah untuk membantu produsen mainan UKM, menurut Ramon, dengan pembentukan kelompok. Satu kelompok terdiri atas 50 produsen yang menjual produk dan brand yang sama. Sehingga biaya sertifikasi SNI akan lebih murah, sebab ditanggung bersama oleh produsen.      

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×