kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proses produksi ikan teri dimulai dari laut (3)


Senin, 07 Desember 2015 / 14:18 WIB
Proses produksi ikan teri dimulai dari laut (3)


Reporter: Merlina M. Barbara, Silvana Maya Pratiwi | Editor: Tri Adi

Untuk menghasilkan produk berkualitas baik, para perajin ikan teri di Pulau Pasaran, Lampung, memulai proses produksi di tengah laut. Cara ini untuk mempertahankan kualitas bahan baku ikan teri tetap terjaga dan sehat untuk dikonsumsi masyarakat.

Dibandingkan dengan jenis ikan asin lainnya, proses produksi ikan teri terbilang tak mudah. Menurut para perajin ikan teri di Pulau Pasaran, Bandar Lampung, untuk menghasilkan produk yang berkualitas, bahan baku ikan harus dalam kondisi fresh alias segar.

Justan Slamet, perajin ikan teri di Pulau Pasaran bilang, selain menggunakan ikan segar, salah satu rahasia kualitas ikan teri made in Pulau Pasaran terletak pada teknik pengolahannya. Di antaranya, teknik perebusan ikan menggunakan air laut.

Menurut perajin berusia 42 tahun tersebut, pada zaman baheula, proses produksi ikan asin dilakukan setelah bahan baku hasil tangkapan nelayan tiba di daratan. Tapi, dengan metode ini, kondisi ikan menjadi kurang segar. "Kalau terlalu lama di tengah laut kualitas ikan teri jadi kurang baik,” kata Justan.

Setelah mendapat binaan dan pelatihan dari Dinas Perikanan Provinsi Lampung, pola produksi ikan asin di Pulau Pasaran mulai berubah. Proses produksi tak lagi dimulai di daratan, tapi sudah dilakukan dari laut.

Jadi, pada tahap awal, para perajin membeli bahan baku ikan yang masih segar dari nelayan. Setelah itu, perajin melakukan proses perebusan ikan dengan air garam di atas kapal motor nelayan yang sedang melaut. Cara ini untuk mempertahankan kualitas ikan tetap segar.

Jika perebusan dilakukan setelah bahan baku tiba di darat, kualitas kesegaran ikan akan turun. Bahkan, ikan kerap busuk dan dihinggapi lalat, yang bisa menjadi sumber penyakit.

Hassan Sobri, perajin ikan teri lainnya di Pulau Pasaran menambahkan, saban hari, nelayan menjala ikan di laut pada jam dua siang dengan perahu motor. Biasanya, nelayan mengendalikan 10 bagan-12 bagan apung sebagai perangkap. Nah, bagan apung itu akan ditarik menuju fishing ground.

Sementara itu, perajin yang bertugas merebus ikan akan berangkat pada jam tiga sore, ketika ikan telah dijaring nelayan dari bagan apung.

Dalam semalam, perajin bisa mengolah 6 kuintal-7 kuintal ikan yang siap direbus dalam air garam mendidih dengan konsentrasi 15%-20% selama 15 menit. Air untuk merebus harus benar-benar mendidih agar ikan tak hancur. Usai direbus, ikan dipindahkan ke keranjang bambu alias rombong. Setelah itu, air sisa rebusan harus diganti. “Guna menghindari ada dedak atau busa yang membuat ikan jadi kotor,” ujar Hassan.

Setelah perebusan, perajin tinggal menjemur selama 3 jam-4 jam. Setelah itu, ikan disortir berdasarkan kualitas, bentuk dan jenisnya. Dengan adanya perubahan teknik produksi ini, kata Hassan, kualitas ikan asin yang dihasilkan menjadi baik.

Usai melakukan proses produksi, tahapan akhir adalah pengemasan. Proses ini dilakukan setelah ikan diangin-anginkan untuk menghindari penyerapan air kembali yang bisa membuat ikan jadi basah, berwarna merah, berjamur, dan membusuk.

Untuk pengemasan, ikan dimasukkan ke kardus berkapasitas 26 kilogram (kg) dan 36 kg. Ikan itu akan dibawa ke gudang agen yang tempatnya tidak jauh dari Pulau Pasaran. “Dari situ, biasanya akan dikirim ke agen yang lebih besar lagi di Pulau Jawa,” jelas Justan.     

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×