kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Proses telur asin sederhana tapi waktunya lama (3)


Kamis, 20 Agustus 2015 / 10:00 WIB
Proses telur asin sederhana tapi waktunya lama (3)


Reporter: Merlina M. Barbara | Editor: Tri Adi

Para perajin telur asin di Desa Derwati, Kecamatan Rancasari, Bandung, Jawa Barat, memanfaatkan halaman rumahnya sebagai tempat proses produksi. Peralatan produksi yang dibutuhkan hanya perlengkapan memasak biasa. Untuk menghasilkan telur asin yang gurih, para perajin membutuhkan waktu sekitar dua minggu.

Dalam memproduksi telur asin, para perajin di Desa Derwati, Jalan Babakan Karet, Kecamatan Rancasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, tidak bisa sembarangan. Mereka harus melalui sejumlah proses produksi secara bertahap hingga menghasilkan telur asin dengan rasa yang lezat.

Dari pantauan KONTAN, tempat proses produksi telur asin di Desa Derwati terbilang sederhana. Sebagian besar perajin memanfaatkan ruangan atau halaman di sekitar rumahnya. Mereka tak memiliki standar tertentu dalam mengolah telur asin.

Begitu pula peralatan yang dibutuhkan. Cukup sediakan ember atau baskom sebagai tempat mencuci dan wadah adonan telur asin. Selain itu, ada kompor, panci untuk merebus dan tempat penyimpanan telur ketika menjalani proses pengasinan.

Lazimnya, para perajin menggunakan peti atau bak ukuran sedang untuk tempat menyimpan telur. Sementara bahan baku, tentu telur itik atau bebek yang berukuran besar dan tidak retak.

Dalam mengolah telur asin, Ayi Mohamad Koholidin, perajin telur asin di desa Derwati dibantu oleh anggota keluarganya. Mulai dari istri, anak, hingga keponakan.

Ayi menjelaskan, untuk menghasilkan telur asin yang gurih, telur bebek atau itik harus diberi garam lalu ditambah dengan abu bata merah. Setelah itu, telur yang sudah digarami ditempatkan dalam proses penyimpanan hingga sekitar dua minggu.

Dalam proses penyimpanan, bahan telur asin itu harus mendapatkan sirkulasi udara yang baik. Tahap selanjutnya telur direbus. Pada proses ini, biasanya Ayi bisa merebus 500 butir telur selama 5 jam hingga 6 jam.

Setelah proses perebusan selesai, semua telur disimpan dalam peti dan bak berukuran sedang. Jika disimpan dalam peti akan lebih bagus, karena abu bata akan lebih cepat kering dan meresap.

Ayi mengatakan, dalam satu minggu, proses pengasinan baru akan menyentuh ke putih telur. Setelah itu, baru akan menyerap ke dalam tiga lapis merah telur. Hitungannya, pada hari ke 8-9 menyerap ke lapis pertama, hari ke-10-12 ke lapis kedua dan hari ke-13-14 proses pengasinan mulai menyentuh lapis ke tiga merah telur.

Atep Warsa, perajin telur asin lainnya di Desa Derwati menimpali, untuk membuat telur menjadi asin, ia memilih garam krosok yang biasa digunakan untuk masakan pindang. Dalam memproduksi telur asin, ia dibantu dua karyawan beserta istri dan anak. Namun, tugas mereka hanya sebatas menggosok telur agar terlihat bersih.

Sementara untuk proses pengasinan, Atep terjun langsung mengolah sendiri. Tempat pengolahannya ada di belakang rumahnya.

Dia bilang, sebenarnya proses pengasinan telur bisa dengan tiga cara: direbus, dikukus, dan dibakar. Ketiga metode ini menghasilkan dampak berbeda. Jika direbus, butuh proses sekitar enam jam. Jika kurang, telur akan cepat busuk. Sedangkan jika dikukus dan dibakar, merah telur cepat kering.

Demi kelangsungan usahanya, Ayi dan Atep mematenkan produk telur asinnya. Ayi mematenkan telur asinnya dengan merek Telur Asin Derwati Kholidin. Sementara telur asin Atep dilabeli merek “UTI: Usaha Telur Itik” yang diambil dari nama anak pertamanya.

Ayi berharap, pemerintah daerah setempat ikut andil mengembangkan sentra telur asin di desa Derwati. Salah satunya, memberikan kredit modal usaha. “Dulu pernah dapat dana modal. Tapi, dana itu sudah banyak disunat. Misalnya, dana yang dikasih Rp 6 juta, dipotong sana-sini untuk proses administrasi, akhirnya perajin cuma dapat Rp 2 juta saja,” katanya.

Harapan serupa diungkapkan Atep. “Pemerintah jangan omong doang. Saya berharap pemerintah setempat memperhatikan para perajin. Jangan cuma nama desa yang ditonjolkan sebagai penghasil telur asin, tapi langkah nyata perajinnya tidak ada,” ungkap Atep.            

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×