Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Dwi Roesmika juga harus melewati jalan berliku dalam meniti bisnis pernak-pernik miliknya yang kini telah membuahkan omzet hingga ratusan juta rupiah per tahun. Ketika memulai usaha pernak-pernik suvenir khas Surabaya, dana yang ia butuhkan untuk investasi awal kurang dari Rp 20 juta. Untuk penjualan perdana, Dwi hanya membuat 400 buah kaus dengan 20 desain berbeda.
Ide awal membuat kaus khas Surabaya ini berasal dari pengamatannya selama traveling ke berbagai daerah. Laki- laki yang masih melajang ini memang gemar sekali jalan-jalan ke berbagai kota di Indonesia maupun ke luar negeri. “Saat itu saya melihat, banyak kota yang punya oleh-oleh khas selain makanan seperti Bali yang punya Joger, Yogyakarta yang punya Dagadu, dari situ saya mulai terpikir untuk menciptakan suvenir khas Surabaya,” kata dia.
Saat itu menurut dia, Surabaya memang masih belum mempunyai suvenir fashion khas Surabaya. Ini tentu bisa menjadi peluang bisnis yang menarik untuk digeluti, melihat belum ada pesaing di bisnis ini. Sebelum memutuskan untuk merealisasikan idenya, Dwi mencoba mengutarakan ide bisnisnya dengan rekan sekantor yang bernama Mahendra. "Biasanya saat makan siang mereka berdua saling bertukar pikiran untuk memulai usaha tersebut," kata dia.
Akhirnya , Dwi mulai memproduksi kaos perdananya 10 November 2005 bertepatan dengan digelarnya pameran di Balai Pemuda, Surabaya. Pameran dalam rangka memperingati hari pahlawan tersebut diadakan selama 10 hari. Selama itu pula Dwi memasarkan produk perdananya, Cak Cuk Surabaya. “Saya dibantu teman untuk menjaga stand selama hari kerja,” katanya.
Ternyata respon pembeli pada penjualan awal tidak begitu memuaskan. Pasalnya, dari 400 kaos yang diproduksi hanya sekitar 100 kaos saja yang terjual. Ia lantas memutar otak untuk mencari jalan keluar agar dapat mengembalikan modal dan menuai untung dari bisnis perdananya ini.
Akhirnya, untuk menghabiskan stok, Dwi mencoba untuk menjual produknya dengan cara berkeliling dari satu kampus ke kampus lain di Surabaya, sepulang kerja. “Sebenarnya capek jualan seperti itu, karena paginya masih harus kerja,” terangnya. Maklum saja, saat itu Dwi masih terdaftar sebagai pegawai accouting di salah satu perusahaan swasta di Surabaya.
Tidak hanya kampus yang menjadi target jualannya, Dwi juga rajin mengikuti pameran yang diadakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. Selama tiga tahun Dwi menjalani bisnis kaos tersebut dengan cara penjualan seperti itu.
Akhirnya pada tahun 2008, mulai terpikir untuk mengembangkan bisnisnya karena tren penjualan yang semakin meningkat. Akhirnya, ia membuka outlet pertama di Jalan Dharmawangsa. Outletnya tidak jauh dari Universitas Airlangga, Surabaya. Setahun setelah memiliki outlet, Dwi mulai merambah media digital untuk mempromosikan produknya. Hasilnya, permintaan pun makin tinggi. n
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News