kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.950   -81,00   -0,51%
  • IDX 7.196   15,60   0,22%
  • KOMPAS100 1.104   1,48   0,13%
  • LQ45 874   -1,27   -0,15%
  • ISSI 222   2,19   1,00%
  • IDX30 446   -1,13   -0,25%
  • IDXHIDIV20 539   0,14   0,03%
  • IDX80 127   0,10   0,08%
  • IDXV30 135   -0,09   -0,06%
  • IDXQ30 149   0,06   0,04%

Redivius, Mengolah Limbah Tutup Wine menjadi Kerajinan Bernilai


Jumat, 04 Oktober 2024 / 14:44 WIB
Redivius, Mengolah Limbah Tutup Wine menjadi Kerajinan Bernilai
ILUSTRASI. Contoh beberapa botol wine yang bisa diolah menjadi kerajinan


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagi sebagian orang, limbah bisa saja berubah menjadi berkah jika diolah menjadi barang guna. 

Seperti yang dilakoni Ayu, pemilik Redivivus. Ia memproduksi tutup botol bekas wine atau cork menjadi barang bernilai seperti tas, dompet, hingga card holder

Ayu Rooseno mengaku merintis usahanya sejak tahun 2017 dengan bermodalkan uang Rp 15 juta. Ide itu tercetus saat dia sedang liburan dan melihat cork di sebuah kedai kopi sudah disulap sebagai alas gelas yang menawan.

Melihat hal ini, ia merasa bahwa sebuah limbah dari tutup wine yang selama ini hanya dibuang, ternyata dapat diolah barang lebih bernilai. 

"Dari itu saya riset, saya otak-atik sendiri, saya cacah bahanya, di press manual dan coba jahit dengan tangan ternyata bisa. Lalu kembangkan," kata Ayu dijumpai Kontan beberapa waktu lalu. 

Baca Juga: Mbrebes Mili Bawa Produk Bawang Goreng Mendunia

Usahanya berbuah manis karena produknya banyak digemari oleh turis mancanegara. Redivivus juga mengaku telah melakukan pengiriman ke beberapa negara seperti Jerman, Thailand dan Australia. 

Selain itu, Ayu juga merasa senang dapat membuka lapangan kerja berbasis komunitas yang mempekerjakan ibu-ibu untuk menjadi penjahit lepas dari usahanya.

Kini, Redivivus sendiri mampu memproduksi rata-rata setiap bulan mencapai 1.000 produk yang dipasarkan secara daring maupun luring di ritel-ritel modern di Bali dan di Jakarta. 

Walau begitu, pihaknya mengaku masih ada beberapa kendala dalam melakoni bisnis berkelanjutan atau ecofriendly

Baca Juga: Kisah Sukses Topcarindo di Lazada Surabaya, Didorong Komunitas dan Inovasi

Pertama, terkait ketersediaan bahan baku yang terbatas. Ayu mengklaim beberapa kali pihaknya sempat kekurangan stok bahan baku lantaran pengelolaan sampah yang belum baik.  

Untuk megatasi hal ini, Ayu membuat komunitas bersama para pemulung di Bali untuk menyediakan pasokan cork sebagai bahan baku utama usahanya. Beberapa waktu sekali para pemulung ini memasok tutup wine itu yang telah dihimpun dari beberapa restoran, hotel di Bali untuk di setorkan kepadanya. 

"Ini yang menjadi alasan produk kita juga terkesan eksklusif karena memang terbatas, kadang kalanya saya juga harus memasok dari luar Bali," jelas Ayu. 

Kedua, terkait apresiasi dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Ayu mengakui mayoritas pelanggan dari Redivivus memang kebanyakan dari turis asing. 

Menurutnya, hal ini lantaran mereka lebih fokus terhadap isu keberlanjutan dan daya beli mereka yang lebih baik karena harga yang ditawarkan pun mulai dari Rp 55.000 sampai Rp 900.000 per produk. 

"Kalaupun orang kita ada yang beli, memang mereka mungkin dari NGO atau komunitas yang memang punya konsentrasi terhadap isu lingkungan," ujar dia.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective [Intensive Boothcamp] Financial Statement Analysis

[X]
×