Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Tri Adi
Minat masyarakat untuk menggunakan air galon isi ulang ternyata membawa peluang bisnis bagi produsen tutup galon. Bahan baku tutup galon bisa diperoleh dari limbah plastik. Asal jeli menggaet pasar, bisnis ini cukup menguntungkan.
Problem ketersediaan air bersih yang sering muncul di perkotaan membuat bisnis depo isi ulang air kemasan tumbuh subur. Selain harganya lebih murah, konsumen air isi ulang ini lebih praktis. Selain pemilik depo dan pengusaha tangki pemasok air, ternyata ada pebisnis lain yang tak kalah menikmati rezeki: produsen tutup galon.
Para produsen tutup galon bak mendapat durian runtuh dari peningkatan konsumen air isi ulang. Belly Yoshuanta, produsen tutup galon di Surabaya, mengaku bisnisnya mulai ramai sejak kebutuhan orang akan air bersih meningkat. “Kesadaran masyarakat tentang hidup sehat mulai terlihat,” papar dia.
Menurut pengusaha tutup galon yang sudah merintis bisnis sejak tahun 2000 ini, tren permintaan tutup galon mulai naik sejak 2008. Pembeli tutup galon biasanya pabrik-pabrik air galon di luar Jawa. “Sebagian home industry yang mulai merintis bisnis,” jelas Belly.
Penuturan senada meluncur dari Hendrita Amir, pemilik CV Orchidqua di Bekasi. Pengusaha yang memulai bisnis pembuatan tutup galon sejak 2003 ini mengaku permintaan tutup galon semakin tinggi. “Kami tak bisa memenuhi permintaan pasar,” ujar dia.
Saat ini kapasitas produksi pabrik Hendrita mencapai 3 juta keping tutup botol sebulan. Padahal, order yang masuk ke pabriknya mencapai 5 juta keping per bulan. “Permintaannya jauh lebih banyak dari pasokan kami,” kata dia.
Arifien Husen, pemilik H2 Jaya Plastindo dari Surabaya, bisa menjual tutup galon mencapai 70.000 biji per bulan. Pelanggan pengusaha yang memulai produksi tutup galon pada tahun 2008 itu berasal dari Surabaya dan wilayah luar Jawa. “Sebanyak 50.000 pieces dipesan dari luar Jawa, sisanya dari Surabaya,” ujar dia.
Permintaan tutup galon dari luar Jawa kata Hendrita berasal dari Kalimantan dan Sulawesi, meski pasar di Indonesia timur juga tak kalah besar. Sebab, air di sana kebanyakan air payau. Alhasil, air layak konsumsinya memang kecil.
Tak heran, omzet dari produsen tutup galon ini cukup besar. Hendrita, misalnya, mengaku rata-rata omzet tiap bulan mencapai Rp 200 juta - Rp 300 juta. Harga jual dari tutup galon produksinya berkisar Rp 65 -
Rp 300 per biji. “Tergantung bahan dan kualitas,” ujar dia.
Arifien menjual tutup galon seharga Rp 80 - Rp 90 per biji. Artinya, dengan produksi hingga 70.000 keping per bulan, omzet Arifien bisa mencapai
Rp 5,6 juta - Rp 6,3 juta. “Kami memang baru menghasilkan sebanyak itu,” ujar dia.
Dengan volume penjualan kurang lebih 300.000 biji per bulan, Belly mengaku menjual dengan harga lebih mahal. “Harga jual tutup galon isi ulang
Rp 210 per biji,” ujar dia. Sedangkan harga tutup galon dengan standar kualitas air minum bermerek mencapai Rp 270 per keping. Omzet per bulannya mencapai Rp 63 juta - Rp 81 juta. Saat sedang ramai, dia mengaku bisa meraup omzet sampai Rp 1 miliar.
Puncak permintaan tutup galon, menurut para pelaku, adalah saat musim kemarau tiba. Saat musim hujan, biasanya permintaan tutup galon ikut menurun. “Tapi, penurunannya tidak terlalu siginifikan,” ujar Hendrita.
Margin tipis
Meski secara volume besar, margin bisnis ini sangat tipis. Maklum, biaya produksi tutup galon cukup gede, terutama di bahan baku dan biaya listrik. Hendrita misalnya, hanya mampu mengambil margin 10% dari total omzet. Begitu juga Arifien yang mengambil sekitar 22% - 25%. “Keuntungan bersih per keping hanya Rp 20,” ujar dia. Sedangkan Belly mengaku mendapatkan margin bersih sebesar 15% - 20% dari omzet.
Biaya bahan baku produksi tutup galon bisa memakan sampai 50% dari total pengeluaran. Hendrita mengaku mengeluarkan biaya listrik sekitar
Rp 9 juta - Rp 12 juta sebulan. Maklum, mesin memang membutuhkan tenaga listrik cukup besar. “Sisanya adalah biaya buruh dan lain-lain,” tuturnya.
Sebenarnya, proses produksi tutup galon bisa menggunakan mesin diesel seperti yang dilakukan Arifien. “Dalam sehari kami bisa menghabiskan 8 liter solar,” tutur dia. Dengan memiliki empat mesin produksi, dalam sehari, ia bisa menghasilkan 4.000 tutup galon.
Jika tertarik memulai bisnis ini, Anda harus menyiapkan dana untuk membeli dua mesin produksi, yakni mesin inject dan mesin cetak tutup galon. Harga satu mesin inject seken buatan Jepang sekitar Rp 1 juta. Jika membeli baru, harganya Rp 3 juta - Rp 4 juta. Harga mesin cetak baru sekitar Rp 30 juta. “Sebaiknya lebih dari satu mesin biar kapasitas produksi besar,” ujar Hendrita.
Hendrita memperkirakan, untuk memulai bisnis ini dengan skala menengah, Anda membutuhkan modal sekitar Rp 130 juta - Rp 180 juta. jika skala produksinya besar, sekitar 1 juta sampai 3 juta biji per bulan, kebutuhan mungkin bisa sampai Rp 1 miliar.
Tapi, jika Anda ingin produksi mulai kecil, kebutuhan modal memang tidak banyak. “Modalnya sebesar Rp 8 juta - Rp 15 juta pun cukup,” ujar Arifien. Tentu saja dengan modal secekak itu Anda hanya bisa memperoleh mesin-mesin bekas. Anda juga harus menyiapkan lahan untuk lokasi pabrik. “Dibutuhkan kurang lebih 6 meter x 4 meter,” ujar Hendrita.
Bahan baku dari limbah
Cara membuat tutup galon terbilang mudah. Anda tidak perlu mempekerjakan pegawai dengan keahlian khusus, asalkan bisa mengoperasikan mesin. Kebutuhan tenaga kerja tergantung dari jumlah mesin. Kata Arifien, satu mesin membutuhkan minimal satu pekerja. Tapi, Hendrita bilang, satu mesin idealnya dioperasikan tiga pekerja.
Bahan baku tutup galon berasal dari limbah plastik yang sudah diolah. Untuk mendapat bahan baku ini, Anda bisa bekerja sama dengan pengepul sampah plastik.
Anda juga bisa menggunakan biji plastik. Tapi, harga biji plastik kelewat mahal sehingga harga jual Anda tidak kompetitif. Maklum, bahan baku biji plastik biasanya didatangkan dari Singapura dan Thailand. Salah satu pengusaha yang menggunakan bahan baku ini adalah Belly. Tak heran, harga jual tutup botol bikinannya Rp 210 per keping, lebih mahal daripada bahan limbah plastik yang hanya Rp 80 per biji.
Hendrita bilang, para pengepul biasanya menjual limbah plastik dalam bentuk cacahan. Harga bahan baku yang belum diolah antara Rp 6.500 -
Rp 7.000 per kg. Jika sudah cacahan, harganya antara Rp 8.000 - Rp 8.500 per kg.
Meski begitu, Anda bisa saja mengolah sendiri bahan baku plastik. Tahap pertama, memilah sampah plastik sesuai warna. Setelah itu, baru Anda mencacah, dicuci, dan dikeringkan. Setelah kering, cacahan siap diolah jadi tutup galon.
Bahan baku sangat menentukan kualitas tutup galon. Tutup berkualitas bagus biasanya lentur. “Bahan baku berjenis LD sangat bagus dan harga jualnya mahal,” ujar dia. Karena itu, saat membuat cacahan plastik, pemilahan limbah plastik sangat penting.
Jika semua lancar, Hendrita bilang, balik modal bisnis ini bisa dalam setahun. Tapi, jika memang belum mendapatkan pasar, waktu balik modal bisa lebih lama. Beberapa pengusaha bisnis mengaku tak mencermati masa balik modal karena , biasanya hasil penjualan langsung mereka gunakan lagi untuk menambah kapasitas produksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News