Reporter: J. Ani Kristanti | Editor: Tri Adi
Banyak orangtua menemukan inspirasi bisnis dari buah hati mereka. Begitu pula dengan pasangan Rosada Talib dan Marthunus Fahrizal. Pasangan suami istri ini mengaku kesulitan mendapatkan mainan kayu untuk anak-anak mereka.
Rosada lebih menyukai mainan dari kayu karena lebih ramah lingkungan. Sayang, harga mainan kayu yang saat itu ada di pasaran cukup mahal. Selain itu, yang banyak dijual adalah mainan kayu yang setiap hari sudah dimainkan anak-anak di sekolah, seperti blok, puzzle, dan mainan edukatif lainnya.
Kebetulan, dia mempunyai limbah kayu yang berasal dari bisnis manufaktur interior yang telah dijalankan suaminya selama 20 tahun. Keinginan memanfaatkan limbah tersebut, dan melihat pasar mainan kayu di Bali, mendorong Rosada terjun menjadi produsen mainan kayu. “Dulu, di Bali, ada toko mainan kayu milik warga asing yang ramai,” kata dia.
Tak ingin menyamai mainan kayu yang sudah menjamur di pasaran, Rosada membuat rumah boneka (dollhouse) dan kastil. Dia mendapat ide ini dari katalog mainan yang sering dibawa ibunya sepulang dari Jerman. “Orangtua di Eropa cenderung menyukai mainan dari kayu buat anak-anaknya, sehingga jenis mainannya lebih beragam,” kata Rosada.
Dengan dua orang karyawan, yakni tukang kayu dan finishing, Rosada merintis usaha rumah boneka dan mainan kayu ini pada 2005. Selain desain yang unik dan menarik, dia mengedepankan kualitas, mulai dari bahan baku hingga sisi keamanan mainan bagi anak-anak. Ia memanfaatkan plywood, memakai cat non-toksin, menghindari sudut-sudut runcing, serta memperhatikan ukuran standar bagi anak-anak.
Awalnya, Rosada menjual rumah boneka dan mainan kayu lewat bazar dan event untuk anak-anak. Dari situ, dia memperoleh pelanggan, baik dari konsumen ritel maupun klub anak-anak yang ada di hotel-hotel.
Dia pun menuai respons yang baik dari anak-anak dan orangtua yang memberinya banyak masukan mengenai mainan-mainan yang dia produksi. Mereka pun mendorong Rosada untuk membuka toko untuk memudahkan mereka berkunjung atau merekomendasikan pada kerabat. “Konsumen antusias sekali, mereka sampai menitipkan kartu nama supaya nanti dihubungi ketika saya punya toko,” kata Rosada.
Setelah dua tahun menjajakan produknya lewat bazar, Rosada menyewa toko kecil di Kerobokan, Bali. Tak hanya pelanggan lama yang singgah di tokonya, wisatawan asing pun tak luput menghampiri gerai Rosada Dollhouse.
Bongkar pasang
Lantaran makin banyak turis yang membeli rumah boneka, Rosada harus memikirkan konsep produknya supaya mudah dibawa (easy to carry). “Konsumen kami sebagian besar tinggalnya jauh, sehingga kami berpikir kemasan produk supaya mudah dibawa,” kata dia.
Dimensi ukuran dan berat merupakan pertimbangan penting bagi mereka karena biaya kargo ke luar negeri cukup mahal. Selain menghindari kerusakan saat menempuh perjalanan, Rosada ingin konsumen dapat mengirim produknya ke daerah asal dengan biaya yang terjangkau.
Dari situlah, Rosada kemudian menerapkan sistem bongkar pasang (flat pack system). Rumah boneka beserta pernak-pernik furnitur yang mengisinya pun dikemas dalam kardus yang rapi dan aman dari kerusakan. Selain itu, pengiriman menjadi mudah dan murah.
Tak hanya turis yang membeli rumah boneka bagi anak-anak mereka, ada juga pembeli (buyer) yang menjual lagi rumah boneka ini. Rosada pun menerima pesanan khusus dari para buyer ini, sehingga mereka punya produk eksklusif bagi pasarnya. Dia menjual rumah-rumah boneka ini dengan harga mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 8 juta per unit.
Lantaran lama berkecimpung dalam dunia furnitur, Rosada melengkapi usahanya dengan melayani pembuatan interior untuk anak-anak (kids interior). Untuk bisnis ini, dia menyasar sekolah dan hotel-hotel yang menyediakan fasilitas kids club. Beberapa hotel yang telah menggunakan jasanya, seperti Hotel Pullman, Grand Hyatt, dan Holiday Inn. “Biasanya, mereka mengambil paket mulai dari kids interior hingga mainan kayu sebagai pengisinya,” terang Rosada.
Seiring perkembangan usahanya, Rosada menambah luas tokonya di Kerobokan. Dia juga membuka workshop dengan mempekerjakan 20 karyawan untuk menggarap berbagai produk mainan kayu ini.
Namun, perkembangan bisnis ini juga membawa kendala baginya. Rosada bercerita, kendala saat ini adalah efisiensi dalam produksi dan proses produksi. “Kami sedang mempelajari bagaimana menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau,” terang dia.
Meski sudah menggunakan mesin untuk memotong kayu, masih butuh waktu cukup lama dalam penyelesaian akhir. “Kami memakai cat waterbased yang prosesnya cukup lama. Tak seperti cat minyak yang gampang menutup bagian yang ingin diwarnai,” urai Rosada. Tak heran, pembuatan sebuah dollhouse bisa memakan waktu hingga 10 hari.
Tak hanya dollhouse untuk anak perempuan, Rosada juga melebarkan pasar mainannya untuk anak laki-laki. Saat ini, dia sedang mengembangkan produk pretend play (jenis permainan yang di dalamnya terdapat konsep berpura-pura), seperti pemadam kebakaran (fire station), pertanian (farm), dan rumahsakit (hospital).
Pengembangan ragam mainan ini dilakukan Rosada karena dia ingin mencicipi pasar ekspor. Meski omzet yang diperoleh sudah mencapai ratusan juta, dia berambisi menaklukkan pasar ekspor karena peluangnya masih terbuka lebar. Untuk itu, dia kini aktif mengikuti berbagai pameran skala internasional untuk menjangkau calon pembeli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News