Reporter: Hendra Gunawan, Dessy Rosalina | Editor: Tri Adi
Jumlah cabang yang sudah mencapai 80 gerai tak lantas membuat Rumah Makan Ampera stop berekspansi. Tempat makan yang berdiri pada 1963 ini berencana membuka cabang di luar negeri dan mewaralabakan usahanya. Targetnya, 400 cabang.
Warung nasi atau Rumah Makan Ampera memang identik dengan Bandung. Namun, ketenaran tempat makan yang sudah berdiri sejak 1963 silam ini tak hanya bergaung di seputaran Kota Kembang. Sebagian penduduk di negeri ini sudah pernah mencicipi masakan ala Sunda yang menjadi kekhasan rumah makan tersebut.
Benar, lo, jaringan Rumah Makan Ampera sudah tersebar di Sumatra, Jawa, dan Bali. Tak heran, pelanggannya pun berasal dari segala kalangan dan daerah. Yang pasti, salah satunya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat ini, Rumah Makan Ampera sudah memiliki 80 cabang. Pasti jumlah itu bakal terus bertambah karena rumah makan yang berkantor pusat di Jalan Soekarno-Hatta, Bandung ini akan terus berekspansi. Dua pekan lalu Rumah Makan Ampera baru membuka dua cabang baru: satu di daerah Jalan Alternatif Cibubur, Bogor, dan satu lagi berada di kawasan Cimahi, Bandung.
Perkembangan Rumah Makan Ampera yang pesat itu tak lain lantaran misi H. Tatang, pendiri rumah makan ini, yang ingin menjadikan Rumah Makan Ampera bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bukan rahasia lagi, kini banyak pemain kuliner asal negara lain yang membanjiri pasar dalam negeri. Karena itulah Tatang berusaha terus memperluas jaringan Rumah Makan Ampera.
Dalam membesarkan Rumah Makan Ampera, Tatang tak sendiri. Ia dibantu oleh tujuh anak dan dua cucunya. Masing-masing anak dan cucu mendapat tugas mengembangkan Rumah Makan Ampera. Misalnya Euis, anak kedua Tatang, yang mengelola 20 cabang Rumah Makan Ampera. Yuheni, anak ke lima Tatang, memegang 11 cabang. “Dalam berekspansi, kami tidak dibatasi dalam satu wilayah. Di mana ada peluang, baik saya maupun saudara yang lain bisa saja masuk ke situ,” ungkap Yuheni.
Menurut Yuheni, ia dan saudara-saudaranya memang tak hanya harus pandai mengelola rumah makan, tetapi juga mesti mengembangkan jaringan sesuai dengan misi sang ayah. Oleh sebab itu, Yuheni dan saudara-saudaranya berlomba-lomba untuk meluaskan jaringan Rumah Makan Ampera. “Meski bersaing, kami tetap sehat,” kata ibu empat anak ini.
Target 400 cabang
Bahkan, lanjut Yuheni, tidak jarang mereka terlebih dulu berdiskusi sebelum membuka cabang baru. Jadi, walau berlomba dalam memperluas jaringan, semua anak dan cucu Tatang tetap solid. “Targetnya, kami ingin punya hingga 400 cabang,” ujarnya tanpa menyebut jangka waktunya.
Yang jelas, Yuheni mengatakan, secara perlahan tapi pasti jaringan Rumah Makan Ampera akan terus bertambah. Rencananya, dalam beberapa hari ke depan, ada satu lagi gerai baru yang akan berdiri. Lokasinya masih di Bandung.
Meskipun di ibukota Jawa Barat itu sudah terdapat sekitar 30 cabang Rumah Makan Ampera, Yuheni bilang, Bandung masih memiliki potensi pasar yang cukup menjanjikan. Soalnya, setiap hari libur, kota ini selalu dipadati para pelancong dari berbagai kota lain.
Tetapi, bukan berarti di luar Bandung pasarnya kurang menggiurkan. Contoh, di Malang, Jawa Timur. “Dalam tahap pembangunan, mudah-mudahan sudah bisa beroperasi sebelum akhir tahun ini,” tutur Yuheni, alumnus Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Bandung.
Untuk mendirikan satu gerai Rumah Makan Ampera, Yuheni mengungkapkan, butuh investasi sekitar Rp 4 miliar. Biaya itu baru mencakup bangunannya, belum termasuk ongkos pembelian perlengkapan lain. Kebutuhan dan begitu besar karena Rumah Makan Ampera mempunyai standar luas bangunan minimal sekitar
2.000 m².
Dengan bangunan seluas itu, Yuheni menjelaskan, pembukaan cabang baru menjadi ekonomis lantaran bisa menampung banyak orang. Terutama pada jam-jam ramai seperti makan siang dan makan malam.
Sebagai warung nasi yang berkonsep murah meriah, otomatis Rumah Makan Ampera harus mengandalkan pengunjung dalam jumlah banyak. “Kalau tempatnya kecil, untuk menutupi biaya operasional saja akan kurang,” ujar pecinta sepeda motor gede alias moge ini.
Pengembangan bisnis Rumah Makan Ampera juga tak sebatas menambah cabang saja, tapi juga memperbaiki pelayanan dan operasional. Dengan begitu Rumah Makan Ampera bisa bersaing dengan rumah makan lain, baik pengusung konsep tradisional maupun pembawa konsep modern.
Salah satu upaya yang mereka tempuh adalah dengan melakukan standardisasi menu dan pelayanan di setiap cabang. Sekarang, Rumah Makan Ampera memiliki petugas di pintu masuk sebagai penerima tamu. “Itu kami adopsi dari rumah makan modern,” terang Wawan, Manajer Operasional Rumah Makan Ampera, yang juga merupakan suami Yuheni.
Selain itu, Wawan menuturkan, Rumah Makan Ampera telah mempunyai standar operasional prosedur (SOP) pelayanan dan penyajian makanan. “SOP ini baru kami mulai dua tahun lalu. Memang masih ada yang bolong-bolong, tapi kami terus berusaha menyempurnakannya,” ujarnya tanpa merinci detil SOP.
Dalam rangka penerapan SOP tersebut, seluruh karyawan di setiap cabang Rumah Makan Ampera harus lulus pelatihan yang digelar di Training Center Rumah Makan Ampera di kantor pusat. “Di samping itu, kami juga terus melakukan inovasi pada menu agar tidak kalah bersaing dan ditinggal pelanggan,” kata Wawan.
Berencana waralaba
Di empat cabang di Bandung, Rumah Makan Ampera juga memberlakukan konsep buka 24 jam nonstop. Yuheni beralasan, jumlah pengunjung di malam hari tidak kalah banyaknya dengan siang hari. Itu terlihat dari panjangnya antrean pengunjung yang datang untuk mengambil makanan di meja prasmanan. “Mulai dari jam dua dini hari hingga sebelum jam empat subuh, pasti ramai banget,” ungkap Yuheni.
Nantinya, konsep buka 24 jam akan ditularkan ke cabang yang ada di kota lain. Tapi, tidak semua cabang menerapkan konsep tersebut.
Dengan standardisasi makanan dan pelayanan, baik Wawan maupun Yuheni sama-sama mengatakan, akan memudahkan Rumah Makan Ampera dalam berekspansi. Tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri. Ya, Rumah Makan Ampera memang berencana membuka cabang di Singapura, Malaysia, dan Arab Saudi. “Kami yakin masakan kami akan diterima di luar negeri, sebab saat ini saja pelanggan yang datang ke gerai kami di sini juga banyak dari luar negeri. Itu artinya, makanan kami dapat diterima mereka,” ujar Wawan.
Yuheni menambahkan, ia sudah sempat melakukan survei lokasi beberapa kali di Malaysia, namun belum bisa memastikan kapan dan di mana Rumah Makan Ampera bakal membuka cabang pertamanya di luar negeri. “Masih dalam kajian,” katanya singkat.
Agar akselerasi perkembangan jaringan Rumah Makan Ampera lebih cepat lagi, Yuheni beserta saudara-saudaranya berencana untuk mewaralabakan Rumah Makan Ampera. Tapi, tidak dalam waktu dekat ini. Sebab, mereka masih mematangkan konsepnya.
Tujuannya, supaya waralaba Rumah Makan Ampera bisa berjalan dengan baik dan tetap menguntungkan. Baik bagi pewaralaba maupun terwaralabanya. “Kami lagi belajar dari perusahaan lain yang sudah sukses mewaralabakan usahanya,” ungkap Yuheni.
Kalau ingin mewaralabakan usahanya, Daniel Surya, pengamat manajemen dari DM-ID Holland, menyarankan, Rumah Makan Ampera memperkuat merek lewat desain dan warna pada logo. “Kekuatan merek membuat persepsi konsumen tetap sama. Ini sekaligus bermanfaat untuk melindungi Ampera dari mitra yang kelak berniat hanya mencuri resep dan membuka restoran sendiri,” ujar dia.
Selain memperkuat merek, Rumah Makan Ampera juga harus menerapkan standar kualitas sekaligus distribusi bahan baku yang mumpuni. Ini bagian dari antisipasi membeludaknya jumlah mitra. Makanan yang enak namun pasokan bahan bakunya tidak lancar ataupun sebaliknya, tentu bakal menjadi bumerang bagi mereka.
Terakhir, Daniel juga mewanti-wanti agar Rumah Makan Ampera menyeleksi ketat calon mitra yang ingin bergabung. “Yang dibutuhkan bukan calon mitra yang punya duit banyak, melainkan yang punya gairah di usaha restoran,” tambah Daniel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News