Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.
KONTAN.CO.ID - Lantaran masih sepenuhnya mengandalkan produk impor, pelemahan nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) ikut dirasakan oleh para pedagang oleh-oleh haji di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Lely Erfana, pemilik Toko Safa Marwa 7 mengatakan beberapa barang mengalami kenaikan hingga 20%.
Lely bilang, yang mulai naik adalah kacang-kacangan dan air zamzam. Kacang almon misalnya, dari harga Rp 1,5 juta per 10 kilo, sekarang Rp 1,75 juta. "Sedangkan harga kacang arab harga naik Rp 5.000 per kg. Semula Rp 25.000, sekarang jadi Rp 30.000 per kg," ujar Lely, saat ditemui di kiosnya, Jumat (19/10).
Begitu pula dengan air zamzam, oleh-oleh khas saat pulang ibadah Haji maupun Umroh tersebut juga mengalami kenaikan harga cukup signifikan. Lely menuturkan, saat ini harga air zamzam mencapai Rp 500.000 per 5 liter, dari harga semula Rp 400.000.
Sedangkan jenis oleh-oleh lainnya, seperti kurma, parfum, sajadah, cokelat, harganya relatif stabil. "Mungkin karena kurma pilihan dan pasokannya banyak, jadi harganya nggak naik. Kalau kacang-kacangan dan air zamzam memang barangnya agak susah, ditambah kondisi rupiah sekarang," ungkapnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Rifqi, pemilik toko oleh-oleh di Blok F, Jalan Kebon Jati. Pria yang lebih banyak menjual sajadah di tokonya ini mengatakan, permasalahan terjadi karena barang-barang impor tersebut harus dibeli dengan tunai.
Bagi pemasok atau agen, di saat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sedang melemah, model bisnis pembelian tunai memang lebih aman dan menguntungkan. "Sebelum rupiah ugal-ugalan, saya masih boleh utang istilahnya. Jadi dari agen saya ambil, lalu bayarnya bisa dicicil beberapa kali. Kadang juga menunggu ada barang yang terjual lebih dulu. Jadi saya bayar sesuai yang terjual saja. Itu masih boleh, sekarang harus tunai semua," keluhnya.
Sayangnya, memperoleh barang dagangan dengan tunai memiliki risiko yang cukup besar. Rifqi menjelaskan, ia harus menyiapkan modal yang cukup besar untuk membeli barang dagangan tersebut. Modal baru akan berputar dan kembali jika barang pasti dibeli oleh pengunjung.
Persoalannya, Rifqi mengaku, bisnis oleh-oleh haji saat ini sedang sepi. Banyak pengunjung yang hanya lewat tanpa membeli. Dalam sehari, belum tentu sajadah di tokonya bisa terjual.
Hal tersebut menyebabkan modal akan mengendap tanpa bisa diputarkan jika pengunjung sepi seperti sekarang. "Padahal, modal buat kulakan oleh-oleh haji ini besar. Kalau mengendap, modal saya berhenti, saya gimana mau berkembang bisnisnya. Modal mengendap buat satu barang saja," ungkapnya.
Ia mengaku, untuk memasok barang-barang di tokonya modal yang dibutuhkan bisa mencapai Rp 200 juta.
Penjualan lesu, omzet pedagang turun hingga 50%
Para pedagang oleh-oleh di sentra oleh-oleh Haji, Pasar Tanah Abang memang harus banyak menelan pil pahit tahun ini. Selain terimbas pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang memaksa mereka mendongkrak harga jual, para pedagang juga harus menghadapi pasar yang lesu.
Dibanding tahun lalu, penjualan oleh-oleh Haji sepanjang 2018 ini lebih sepi. Lely Erfana, pemilik Toko Safa Marwa 7 yang berada di seberang stasiun Tanah Abang mengatakan, bisnisnya mulai lesu setelah Idul Fitri tahun ini.
Omzet penjualan gerai oleh-oleh Haji ini terus menurun. Bahkan, penurunan hingga mencapai 50% sejak bulan Juni lalu. Saat ini, Lely pun hanya mengandalkan pembelian eceran dari para pengunjung untuk pemasukan harian.
"Habis Lebaran, penjualan langsung sepi. Walaupun habis Idul Adha kemarin ada ibadah Haji. Tapi tetap tidak berpengaruh pada penjualan. Masih lebih bagus penjualan tahun lalu," ungkap Lely.
Menurut Lely, masa kembalinya jamaah Haji dari tanah suci dan saat bulan Ramadhan adalah waktu terbaik untuk mengumpulkan keuntungan dalam setahun. Namun khusus tahun ini, dirinya tak bisa banyak berharap mengantongi banyak untung karena bisnis oleh-oleh Haji tengah lesu. Ia juga mengatakan, kini pelanggan yang membeli dengan sistem borongan (grosir) juga sudah sangat jarang.
"Kalau dulu, setiap hari pasti ada yang beli borongan, minimal satu pembeli, sekarang sehari belum tentu ada. Walaupun ada yang beli borongan, sekarang hanya Rp 1 juta - Rp 2 juta, dulu bisa Rp 7 juta sekali borong. Saya cuma mengandalkan penjualan kurma eceran," keluhnya.
Sepinya pembeli tergambar saat KONTAN bertandang ke gerai milik Lely. Selama 20 menit berbincang, tidak ada satu pun pengunjung yang datang. Hanya ada satu calon pembeli yang menanyakan madu dan itupun tidak jadi membeli.
Rifqi, pemilik toko oleh-olej Haji di Blok F, Jalan Kebon Jati, Tanah Abang turut mengeluhkan hal yang sama. Omzet hariannya turun sampai 50% karena penjualan sedang sepi. Sama dengan Lely, ia pun hanya mengandalkan pejualan eceran untuk pemasukan sehari-hari.
"Omzet biasanya Rp 10 juta per hari, tapi keadaan sepi begini bisa cuma lima juta. Kasarnya, lebih mudah dapat Rp 10 juta per hari waktu bulan haji tahun lalu daripada tahun ini," ungkapnya.
Menurut Rifqi, keadaan ini diperparah oleh kondisi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang makin melemah. Ia menilai melemahnya rupiah membuat sejumlah bisnis lesu dan berimbas pada penjualannya.
"Tahun ini agak kurang mungkin karena ekonominya juga lagi kacau nih. Dollar sudah tembus Rp 15.000 lebih. Itu sangat berpengaruh, apalagi buat yang punya bisnis barang impor. Harganya pasti naik, tapi bisnisnya malah," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News