Reporter: Revi Yohana | Editor: Havid Vebri
Perajin di sentra kerajinan limbah kaca di Ubud, Bali membeli kaca bekas dari pengepul kaca. Biasanya, Ketut membeli kaca dari pengepul seharga Rp 12.000 per kilogram (kg). "Saya biasa, beli lima hari sekali sebanyak satu ton untuk produksi satu minggu," ujar Ketut Sudyana, pemilik usaha Duta Bali Glass.
Dengan dibantu 10 karyawan, Ketut memproduksi beraneka macam kerajinan dari bahan limbah kaca. Setelah memperoleh bahan baku, Ketut terlebih dahulu harus mencuci kaca bekas tersebut sampai bersih. Setelah itu, proses pembakaran kaca pun dimulai.
Dalam proses pembakaran dibutuhkan bara api yang sangat panas. Setidaknya suhu yang dibutuhkan mencapai 2.000 derajat celcius. Bahkan, mesin pembakaran milik Ketut harus terus menyala selama 24 jam. "Supaya terus panas," imbuh Ketut.
Pembakaran dilakukan sampai kaca melunak alias cair. Kemudian, dilanjutkan proses pewarnaan. Proses pewarnaan ini penting untuk membuat kaca kian menarik. Ketut mendapatkan pewarna kaca dari luar negeri. Salah satunya dari Jepang.
Pewarnaan dilakukan saat kaca masih panas dan belum dibentuk. Setelah proses pewarnaan, perajin membentuknya sesuai dengan keinginan. Selain dibentuk sendiri dengan menggunakan tangan, beberapa kerajinan limbah kaca ini ada yang menggunakan cetakan.
Cara kerja menggunakan cetakan lebih mudah. "Kalau membuat vas, caranya seperti bikin balon. Balonnya ditarik seperti membuat permen gulali, dari situ bisa dibentuk macam-macam," jelas Gede Sudarso, pemilik usaha Focus Design.
Perajin harus berhati-hati dan telaten dalam proses pembentukan. Jika sembarangan, kualitas produk tidak akan maksimal. Jika terburu-buru membentuk kaca akan muncul gelembung-gelembung kecil di dalam kaca. "Kaca harus diambil sedikit demi sedikit dan dibuat padat. Memang butuh kesabaran supaya menghasilkan produk berkualitas," papar Gede.
Kaca akan semakin bening jika tidak ada gelembung. Selain itu, kepadatan dan ketebalan yang pas menyebabkan kaca lebih kuat. Lanjut Gede, faktor lain yang harus diperhatikan perajin adalah cuaca. Ia mengaku, pernah mendapatkan komplain dari pelanggan luar negeri lantaran kaca buatannya pecah dengan sendirinya.
Padahal, di Indonesia kerajinan kaca buatannya tak pernah ada masalah. Maklum, suhu udara di Indonesia tidak terlalu dingin. Sedangkan, suhu udara di Eropa bisa membuat kerajinan kaca buatannya pecah, meski dengan tingkat ketebalan kaca yang sama.
Gede pun belajar dan mencari tahu tentang teknik pembentukan kerajinan kaca yang baik, supaya hasil kerajinan buatannya tahan lama, baik ditempatkan paa temperatur panas maupun dingin. "Soalnya, pelanggan kerajinan limbah kaca ini kebanyakan berasal dari luar negeri," ujarnya.
Gede menjelaskan, lama proses pembentukan bervariasi, tergantung model dan bentuk kerajinan. Semakin susah bentuknya, semakin lama tingkat pengerjaannya. Ia menyebut, untuk satu buah vas saja pembentukannya bisa memakan waktu satu jam.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News