Reporter: Rizki Caturini | Editor: Tri Adi
Bagi kolektor burung perlombaan, memiliki sangkar burung yang cantik dan unik mampu menaikkan gengsi di komunitasnya. Ini merupakan peluang bisnis bagi para perajin sangkar burung eksklusif. Omzetnya bisa Rp 15 juta per bulan.
Layaknya sebuah pigura yang bisa memperindah lukisan di kanvas, begitu pula fungsi sangkar burung. Seekor burung peliharaan akan terlihat lebih menawan jika berada di dalam sangkar nan cantik. Apalagi, jika burung itu diperlombakan, penampilan sangkar menjadi salah satu elemen pendongkrak gengsi si pemiliknya.
Wajar, jika sangkar yang unik dan eksklusif kerap dicari para kolektor burung hewan. Ini memberi berkah tersendiri bagi para perajin sangkar burung, seperti dirasakan Nurjianta di Bantul, Yogyakarta.
Nurjianta mengkhususkan diri membuat dan menjual sangkar burung perkutut dan tekukur. Sebab, kedua jenis burung ini yang paling sering diperlombakan.
Lantaran khusus untuk burung perlombaan, wujud sangkar yang dibuat Nurjianta agak berbeda dibandingkan dengan sangkar burung kebanyakan yang ada di pasaran. Perbedaannya, antara lain tampak pada kehalusan kayu, model ukiran, serta mahkota sangkar burung yang dipoles lebih unik. "Dudukan untuk tempat bertengger si burung pun disesuaikan," katanya.
Nurjianta menggunakan kayu sengon berkualitas baik sebagai bahan baku pembuatan kerangka sangkar. Dia juga membuat elemen ukiran pada mahkota atau di sisi sangkar agar efek sangkar lebih eksklusif. Tak jarang, dia juga melukis sangkar dengan berbagai tema sesuai pesanan si empunya burung.
Dia menjual sangkar burung eksklusif seharga Rp 500.000 hingga Rp 3 juta per unit. "Tergantung kerumitan ukiran, gambar, dan ukuran sangkar," ujarnya.
Dalam sebulan, Nurjianta bisa memproduksi dan menjual sekitar 10 sangkar burung yang dibanderol seharga Rp 500.000 dan empat sangkar dengan harga di atas Rp 1,5 juta per unit. Omzetnya dari bisnis ini Rp 15 juta per bulan. "Margin sekitar 25%," katanya.
Lelaki yang sudah menjadi perajin sangkar burung sejak 1999 ini mendapat pesanan pembuatan sangkar burung eksklusif dari berbagai daerah. Di antaranya, Bantul dan sekitarnya, Jakarta, dan Surabaya, Jawa Timur.
Berkah dari bisnis ini juga dinikmati Benny Santoro di Kudus, Jawa Tengah. Berbeda dengan Nurjianta, Benny tidak menggunakan bahan baku sangkar burung dari kayu sengon atau sejenisnya. "Saya lebih suka membuat sangkar dari kayu jati," katanya. Sebab, selain terlihat cantik, sangkar juga lebih kokoh.
Dengan bahan baku kayu jati, Benny mematok harga jual sangkar burung eksklusif buatannya jauh lebih mahal dibanding sangkar buatan Nurjianta. Ambil contoh, satu sangkar burung eksklusif buatan Benny setinggi 2 meter dibanderol seharga Rp 18,5 juta per unit.
Namun, sesuai dengan harga jualnya, sangkar burung itu juga bernilai seni tinggi. Misalnya, ada ukiran bermotif jawa klasik di atas mahkotanya. Sangkar ini juga punya kaki, sehingga mudah dipindah-pindahkan.
Sayangnya, sampai saat ini Benny hanya memproduksi sangkar berdasarkan pesanan pelanggan. Dalam sebulan, dia hanya bisa memproduksi dua sangkar eksklusif. Maklum, pengerjaan satu sangkar bisa makan waktu 1,5 bulan.
Sampai saat ini, pembeli sangkar burung buatan Benny tidak hanya berasal dari sekitar lokasi usahanya tapi juga dari berbagai daerah di luar Pulau Jawa. Di antaranya dari Medan, Sumatra Utara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News