Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Seiring kian larisnya aneka produk telepon seluler (ponsel), bisnis sarung ponsel juga makin laris. Termasuk juga produk sarung ponsel kulit sapi. Meski harganya relatif mahal dari sarung ponsel imitasi, penjualan sarung kulit ini terus meningkat. Produsen sarung ponsel kulit ini mampu menangguk rupiah hingga puluhan juta dalam sebulan.
Kehadiran beragam produk telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia, mendatangkan berkah bagi produsen sarung atau tempat pelindung bagi perangkat komunikasi tersebut. Lebih menyenangkan lagi, produk baru ponsel terus saja mengalir deras di pasar.
Ponsel baru ini tentu juga membutuhkan sarung yang sesuai dengan ukuran dan bentuknya. Alhasil, permintaan sarung handphone pun tak pernah surut, bahkan terus meningkat.
Tak heran, banyak pihak mulai melirik bisnis ini. Salah satunya, Joko Indarto, pemilik CV Karya Bumi Pasundan di Bandung. Berdiri sejak 2006, Karya Bumi mulai memproduksi sarung handphone sejak 2008. Saat itu, Joko mulai melihat prospek cerah dari bisnis pembuatan sarung handphone ketimbang aksesori lainnya.
Namun, Joko hanya membuat sarung ponsel berbahan kulit sapi asli. Kulit merupakan bahan alami yang awet dan lentur sehingga berbeda dengan bahan sarung ponsel lainnya. "Produk sarung dari kulit lebih eksklusif," ujarnya
Meski dengan variasi warna yang terbatas, namun sarung ponsel kulit tetap mampu memberikan gengsi yang tinggi bagi pemiliknya. Apalagi, harga sarung ponsel kulit jelas lebih mahal dibandingkan dengan harga sarung ponsel kulit imitasi.
Joko membanderol produk sarung ponsel kulit ini mulai dari Rp 30.000 hingga Rp 100.000. Produk yang paling laris adalah ukuran menengah, yakni ukuran 11,5 cm x 6,5 cm x 1,5 cm dengan harga Rp 50.000.
Dari penjualan sarung ponsel kulit itu, dalam sebulan Joko bisa mengantongi omzet hingga Rp 40 juta. "Omzet ini naik 20% dibandingkan dengan tahun lalu," ujarnya.
Kenaikan omzet itu jelas karena permintaan yang makin meningkat. Selain karena membanjirnya produk baru, sarung ponsel juga dianggap fesyen oleh penggunanya. "Banyak yang menganggap handphone dan sarungnya sebagai identitas pemiliknya," tegas Joko.
Untuk bahan baku kulit sapi, Joko memperoleh pasokan dari pedagang kulit asal Garut. "Kualitas kulit dari Garut jauh lebih baik," ujarnya.
Joko biasanya memesan kulit ukuran 30 cm² dengan harga mulai dari Rp 22.000 hingga Rp 50.000. Dengan bahan seukuran itu, ia bisa membuat dua hingga empat sarung ponsel.
Dibantu lima karyawannya, Joko mampu membuat sebanyak 800 hingga 900 sarung ponsel dalam sebulan. Saat ini, penjualan sarung ponsel Joko sudah sampai ke Jabodetabek, Semarang, Lampung, dan Pekanbaru. Dia menjual melalui agen-agen di kota-kota tersebut.
Kenaikan pesanan sarung ponsel kulit juga terlihat di Yogyakarta. Adi Sucipto, pemilik toko Abekani di Yogyakarta mengaku, tren produk aksesori kulit, khususnya sarung ponsel terus melonjak.
Meski produk-produk toko Abekani sangat beragam, mulai dari tas kulit, jaket kulit, dan dompet kulit, namun dalam tiga tahun belakangan produk sarung ponsel kulit lebih menonjol. Bahkan menurut Adi, pengguna sarung ponsel buatannya tak hanya pemilik ponsel mahal tapi juga pengguna ponsel murah.
Mulai memproduksi sarung ponsel kulit sejak 2009, Adi bisa mengantongi omzet dari produk ini hingga Rp 20 juta. Adi menjual sarung ponsel kulit di rentang harga antara Rp 30.000 hingga Rp 70.000. Namun penjualan sarung ponsel Adi baru menjangkau Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.
Mulai 2010 lalu, Adi juga mulai memproduksi sarung ponsel rangkap dua (dobel) untuk dua ponsel sekaligus. "Harganya Rp 85.000 per buah," ujar Adi.
Sayang, meski permintaan meningkat, Adi harus berhadapan dengan maraknya serbuan produk impor China. "Produk China harganya lebih murah, kualitasnya juga bagus," ujarnya.
Namun Adi bertekad untuk terus menjaga mutu produknya dengan menggunakan bahan-bahan kulit yang berkualitas. Seperti Joko, Adi juga menggunakan bahan baku kulit sapi ukuran 30 cm² dengan harga Rp 25.000 per lembar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News