kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.909.000   5.000   0,26%
  • USD/IDR 16.289   -13,00   -0,08%
  • IDX 7.208   94,30   1,33%
  • KOMPAS100 1.051   13,18   1,27%
  • LQ45 812   10,34   1,29%
  • ISSI 232   2,72   1,19%
  • IDX30 423   5,42   1,30%
  • IDXHIDIV20 495   5,38   1,10%
  • IDX80 118   1,46   1,25%
  • IDXV30 120   1,59   1,34%
  • IDXQ30 136   1,36   1,01%

SEDIA ANEKA FURNITUR SEKOLAH DAN ASRAMA


Rabu, 21 April 2010 / 18:28 WIB
SEDIA ANEKA FURNITUR SEKOLAH DAN ASRAMA


Sumber: | Editor: Dikky Setiawan

Rabu siang itu, suasana deretan workshop furnitur kayu polos di kawasan Pondok Pinang, Ciputat, terlihat sibuk. Di salah satu sudut workshop, dua pria setengah baya dengan cekatan mengampelas lemari kayu setinggi satu meter. Di sudut lain, pekerja lain tengah sibuk melakukan finishing meja dan kursi.

Lokasi para perajin kayu ini berada di sepanjang Jalan Ciputat Raya. Tepatnya di daerah Pondok Pinang. Di sepanjang kiri dan kanan jalan berdiri belasan workshop furnitur kayu yang memajang beragam produknya hingga hampir menutupi seluruh bagian ruangan.

Kawasan Jalan Ciputat Raya ini memang terkenal sebagai pusat furnitur kayu dan mebel. Tapi, perajin kayu di kawasan Pondok Pinang punya produk berbeda dari perajin di sepanjang Jalan Ciputat Raya lain. Para perajin di sentra ini lebih banyak membuat furnitur untuk kebutuhan sekolah. Misal, meja, kursi dan perlengkapan lain. Selain itu, sentra ini juga banyak menjual kebutuhan asrama, kos, dan kampus. Seperti lemari, loker, hingga dipan.

Adnan, pemilik Karya Utama Furniture, menuturkan, produk yang dihasilkan sentra ini lebih menyasar kebutuhan kalangan menengah ke bawah. "Kami di sini tidak bermain pada ukiran. Model produknya polos dan sederhana," ujar pria 40 tahun yang meneruskan usaha warisan keluarga sejak 10 tahun silam ini.

Adnan bertutur, orangtuanya sudah menekuni usaha ini sejak tahun 1940-an. "Dulu di kawasan ini terdapat lebih dari 20 perajin furnitur kayu," katanya. Semuanya merupakan masyarakat Betawi, penduduk asli Pondok Pinang. Dulu, para perajin tersebut masih menjajakan furnitur buatannya dengan cara berkeliling Jakarta. Namun, seiring dengan jalannya sang waktu, kawasan Pondok Pinang kian terkenal. Alhasil, konsumenlah yang mendatangi langsung tempat produksi milik para perajin.

Sayang, kini hanya segelintir perajin asli Betawi yang tersisa. Pasalnya, sebagian showroom perajin itu sudah berganti dengan bangunan pertokoan. "Kebanyakan perajin tergoda menjual tanah mereka karena harganya mahal, dan pindah ke lokasi lain," imbuh Adnan.

Meski begitu, sampai sekarang kawasan ini tetap terkenal sebagai satu-satunya lokasi pembuatan furnitur yang paling murah. Mereka tidak punya pesaing yang membuat produk sejenis. "Rata-rata perajin di Klender membuat furnitur kayu dengan tipe halus dan berukir," ucap Adnan.

Tidak heran, para perajin di sini tidak pernah kehabisan pelanggan. Kalangan sekolah, kampus, dan asrama menjadi pelanggan tetap di sentra ini. Perlengkapan meja, kursi, atau lemari yang mereka buat simpel dan sederhana, sesuai untuk kebutuhan sekolah atau asrama. Apalagi, harganya relatif terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah.

Pembeli di sentra ini berasal dari wilayah Jabodetabek. Bahkan, Azis Mustofa, pemilik Mustofa Furniture, beberapa kali menerima order pembuatan meja dan kursi untuk dikirim ke Aceh. "Beberapa perusahaan biasanya memesan untuk kegiatan amal ke sekolah-sekolah di luar Pulau Jawa," sebut Azis.

Memanfaatkan kayu eks-peti kemas

Tumpukan kayu memenuhi salah satu sudut ruang di workshop Haji Sanusi Furniture Kids di sentra furnitur Pondok Pinang. Di sudut lainnya berjejer kursi kayu kecil mentah alias belum mendapat finishing. Di lokasi workshop, para perajin memang melakukan hampir semua kegiatan produksi, termasuk menyimpan bahan baku dan memajang hasil karya.

Mereka cukup beruntung karena rata-rata lokasi yang ditempati sangat luas sehingga semua proses bisa dikerjakan langsung di sana. Rata-rata workshop yang mereka tempati seluas 15 meter x 20 meter (m) dan letaknya menyatu dengan rumah kediaman masing-masing.

Di sentra ini, para perajin menawarkan perlengkapan seperti meja dan kursi sekolah, lemari, loker, hingga tempat tidur atau dipan. Harganya mulai dari Rp 40.000 untuk kursi TK sederhana, hingga Rp 2 juta untuk satu unit lemari tiga pintu. Konsumen bisa membeli produk yang sudah jadi atau memesan sesuai desain sendiri. "Asal desainnya tak terlalu rumit," kata Azis Mustofa, pemilik Mustofa Furnitur.

Lama pengerjaannya tergantung tingkat kerumitan dan jumlah pesanan. Penggarapan pesanan 10 unit barang bisa selesai dalam tempo satu minggu. Setiap pekerja bisa menyelesaikan satu unit lemari mentah atau dua unit meja dalam sehari. Adapun perajin yang beker-ja di Karya Utama Furnitur milik Adnan sanggup menye-lesaikan sekitar tiga pasang meja dan kursi sekolah dalam sehari. Saat ini Adnan mempekerjakan 10 perajin.

Para perajin di sentra ini mendapat pasokan bahan baku dari wilayah Jawa Barat seperti Sukabumi, Cipanas, dan Ciamis. Namun, Suhartati, pemilik Haji Sanusi Furniture Kids, mengatakan, mereka tidak membeli langsung dari sana, melainkan lewat tangan pedagang di Klender, Jakarta Timur, serta Ciputat dan Pamulang, Tangerang, Banten.

Selain memakai kayu baru, perajin juga memanfaatkan kayu bekas peti kemas. Adnan mengaku separuh bahan bakunya berasal dari sisa peti kemas. Dia mendatangkan bahan baku itu dari Parung, Depok, dan Klender. Rupanya, Suhartati juga memakai bahan baku yang sama. Bahkan, dia menyebut hampir 80% kayu berasal dari sisa peti kemas. Kayu yang biasa dia gunakan, seperti je-nis albasia, jati belanda, me-ranti, kamper, dan mahoni.

Sebenarnya, harga beli kayu baru dan bekas peti kemas tidak berbeda jauh. Tapi, dengan cara ini, para perajin bisa menjual produk relatif terjangkau kalangan menengah ke bawah. Bahkan, kayu peti kemas lebih unggul karena sudah matang sehingga tidak reng-gang saat dilem.

Harga jual furnitur masih bisa turun bila konsumen pintar menawar. Adnan bilang, bisa memotong harga 10%-20% tergantung jumlah pembelian, bahan kayu, dan kesulitan pengerjaan. Tidak berbeda jauh, Azis masih bersedia mengurangi 10%-15% dari harga penawaran.

Dari penjualan furnitur ini, para perajin mematok marjin keuntungan yang berbeda. Suhartati mengaku meraup laba sekitar Rp 20.000 dari setiap penjualan kursi dan meja TK. Untuk penjualan produk yang berdesain unik, dia bisa mengantongi margin laba 50%. Sedangkan, Adnan biasanya mengambil keuntungan bersih 30%-35%.

Kebanjiran pesanan mendekati tahun ajaran baru

Keunggulan sentra furnitur Pondok Pinang, Jakarta Selatan ini adalah ketiadaan sentra pesaing yang membuat produk sejenis. Kawasan ini terkenal sebagai satu-satunya lokasi pembuatan aneka mebel sekolah, asrama, dan rumah kos dengan harga murah.

Adnan, pemilik Karya Utama Furnitur, mengatakan, penjualan mebel di sentra ini saban tahun terus meningkat. Dia berbisnis di sentra ini sejak 10 tahun silam, meneruskan usaha orang tuanya. "Mereka sudah menekuni usaha ini sejak 1940," kata Adnan.

Saat ini, lelaki berusia 40 tahun ini bisa mengumpulkan omzet Rp 8 juta per bulan. Dari omzet itu, Adnan mengaku bisa mendekap marjin keuntungan bersih antara 30%-35%. Omzet dan keuntungan yang berhasil diraup Suhartati, pemilik Haji Sanusi Furniture Kids, sedikit lebih tinggi ketimbang Andan. "Penjualan saya tiap bulan sekitar Rp 9 juta," kata perempuan yang melakoni bisnis ini sejak enam tahun silam. Adapun marjin keuntungannya rata-rata sekitar 50%.

Dia bisa meraup margin laba 50% baik dari penjualan produk furnitur berdesain unik, maupun dari mebel sederhana untuk keperluan sekolah. Misalnya saja, dari penjualan kursi dan meja untuk sekolah taman kanak-kanak (TK) yang harga jualnya Rp 40.000, Suhartati menikmati keuntungan Rp 20.000.

Karena menyasar segmen sekolah TK ke bawah, Suhartati rajin membuat kreasi furnitur dengan model dan karakter yang unik, seperti meja puzzle, loker, mading, kursi celengan, dan display majalah. Nah, seperti layaknya sentra usaha lainnya, sentra furnitur Pondok Pinang juga memiliki masa panen raya. Pendapatan para pebisnis di sini lebih bagus lagi memasuki tahun ajaran baru sekolah.

Saat seperti ini, mulai April hingga pertengahan tahun, para perajin di sentra ini kebanjiran order. Bahkan, mereka mengaku kerap kewalahan memenuhi pesanan konsumen. Pada masa menjelang tahun ajaran baru, Adnan bisa menerima pesanan meja kursi sampai 300 pasang dalam tempo sebulan. Omzetnya pun seketika melenting hingga mencapai Rp 100 juta sebulan.

Pesanan yang masuk ke workshop milik Suhartati juga melonjak pesat. Dia mengaku bisa mendapat omzet sampai Rp 200 juta sebulan. Demi menghadapi masa panen raya ini, para perajin harus menyiapkan stok sejak jauh hari. "Setiap hari, ada atau tidak ada permintaan, kami selalu memproduksi furnitur sekolah supaya saat menjelang tahun ajaran baru kami sudah punya stok," kata Suhartati.

Agar tidak ngelangut di bulan-bulan biasa, para perajin ini harus pintar memutar otak. Selain membuat furnitur unik, Suhartati juga menerima pengerjaan kursi, meja atau rak untuk keperluan kantor, cafe, hingga warung internet.
Upaya ini untuk mengangkat penjualan di bulan biasa. Selama ini, upaya menggenjot penjualan di luar masa menjelang liburan sekolah memang menjadi kendala para perajin. Adnan mengaku mengalami kesulitan di sisi pemasaran.

Para perajin sentra ini masih melakukan tipe pemasaran yang tradisional berupa pemasaran dari mulut ke mulut. Agak lebih maju sedikit ketika para perajin mau membuat brosur promosi dan menyebarkannnya ke kantong-kantong konsumen. Ke depan, pemilik Mustofa Furniture Azis Mustofa berencana beriklan lewat internet untuk mendorong penjualan produknya. Dia melakukan upaya promosi ini tanpa meninggalkan upaya pemasaran lama. "Kami harus selalu menjalin relasi dan menjaga kualitas produk agar tetap laku," kata Azis.

Para perajin tetap optimistis bisnis ini masih berumur panjang karena kebutuhan perlengkapan sekolah selalu ada setiap tahunnya. Apalagi, mereka tertolong faktor lokasi yang strategis dan kawasan yang sudah dikenal sejak puluhan tahun silam.

Membuat kreasi produk

Ada yang berbeda di workshop Haji Sanusi Furniture Kids. Dari jauh terlihat perabot yang mereka pajang berbeda dari produk meja, kursi, dan lemari yang dipajang di workshop tetangganya. Di gerai Haji Sanusi terlihat banyak potongan karakter tokoh dan hewan dalam media triplek yang sudah diwarnai cantik dan menarik. Gerai ini memang fokus memproduksi perabotan untuk anak-anak. Jadi, baik kursi, meja, rak pajangan, maupun loker selalu disertai karakter yang unik dan lucu.

Sang pemilik, Suhartati, memutuskan beralih mengerjakan perlengkapan anak-anak sejak enam tahun silam. Sebelumnya, usaha furnitur warisan mertuanya ini yang membuat furnitur klasik. Dia memilih fokus pada perlengkapan anak-anak karena melihat peluang dari menjamurnya pendidikan anak usia dini dan preschool. Apalagi saat itu masih jarang produsen yang mengerjakan perlengkapan sekolah khusus anak. "Saya mempertimbangkan keterbatasan kemampuan teknis karena tak bisa buat ukiran dan kesulitan mendapat bahan baku kayu untuk ukiran," ujar Suhartati.

Pilihan perempuan 40 tahun ini tidak salah. Sejak dia meluncurkan produknya, banyak yang tertarik. Apa lagi dia rajin mempromosikan lewat brosur ke sekolah-sekolah. Selain dari Jabodetabek, dia juga pernah membuat pesanan dari Ambon dan Cirebon. Bahkan, sekarang, ada beberapa perajin yang mengikuti jejaknya.

Konsekuensi menekuni furnitur anak, Suhartati harus rajin berkreasi, baik dari sisi model maupun pilihan karak-ter yang sedang digemari anak-anak. Sumber idenya bisa dari gambar kemasan makanan anak, buku mewarnai, dan karakter Disneyland.

Saat ini, ada sekitar 30 jenis perlengkapan dengan model dan karakter unik, seperti meja puzzle, loker, mading, kursi celengan, dan displai majalah. Harga perabot berkarakter berupa meja dan kursi TK itu Rp 300.000. Sedang, harga satu unit loker pintu 20 kotak Rp 2,8 juta.

Seperti perajin lain, Suhartati juga kebanjiran pesanan saat tahun ajaran baru. Untuk mengangkat penjualan di bulan biasa, dia menerima pengerjaan kursi, meja atau rak untuk keperluan kantor, kafe, hingga warung internet. Membuat kreasi produk juga menjadi pilihan perajin furnitur lain di sentra ini. Mereka tak hanya fokus membuat kursi dan meja.

Setiap tahun, jenis produk yang mereka hasilkan terus bertambah guna menggenjot pendapatan. Azis Mustofa, pemilik Mustofa Furniture, telah mengembangkan varian lemari dan rak untuk perkantoran. Saat ini Azis membuat 30 jenis perabot di workshop-nya.

Sementara, Adnan, perajin lainnya, memproduksi dipan dan whiteboard untuk rumah tangga, asrama, atau pribadi. Para perajin ini membuat desain furnitur berdasar con-toh yang mereka lihat di pa-meran dan majalah, atau dari desain yang diajukan pelanggan. "Kalau desain memang bagus dan konsumen lain berminat, saya produksi terus," ujar Azis.

Supaya bisa terus bersaing, para perajin juga berusaha memberi pelayanan terbaik pada konsumen. Mereka mengusahakan penyelesaian pesanan tepat waktu dan menginformasikan jika ada keterlambatan produksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×