Reporter: Pravita Kusumaningtias | Editor: Dupla Kartini
Mengawali bisnisnya melalui hobi, itulah yang dilakukan oleh Yogi Kusuma. Dari ketertarikannya kepada dunia photography, Yogi mulai menggeluti dunia digital imaging sejak tahun 2006. "Saya belajarnya autodidak mulai dari lihat-lihat di internet lalu klik-klik sendiri di komputer," ujarnya.
Sejalan dengan hobi, Ia mengambil jurusan pendidikan dalam bidang design grafis. Selain mengambil desaign grafis, Yogi juga menempuh pendidikan jurusan seni rupa di Modern School of Desain Yogyakarta. "Tapi semuanya tidak ada yang tamat," katanya sambil tertawa.
Kemampuannya dalam bidang photography dan desain ini mengantarkannya menjadi asisten fotografer Anton Ismael. "Cuma angkat-angkat lampu, disuruh-suruh tapi pengalamannya justru untuk belajar," kata pria yang mengaku lebih suka praktek daripada membaca.
Tak melanjutkan kuliah, Yogi pun hijrah ke Jakarta pada tahun 2007. Di Jakarta kemampuannya semakin terasah. Ia menjadi digital imager yang menangani foto-foto komersial untuk iklan di billboard maupun di media lainnya.
Profesi Yogi memang terkesan belum familier di Indonesia tapi bayarannya tidak bisa disebut murah. "Khusus digital imaging saja biayanya Rp 5 juta sampai Rp 30 juta per iklan," ujarnya. Semakin besar dan eksklusif brand yang dikerjakan, ongkosnya semakin mahal.
Dalam sebulan Yogi bisa meraih omzet Rp 150 juta. "Lumayan sih tapi kadang-kadang baru turun tiga bulan," katanya.
Perusahaan yang telah memakai jasa Yogi antara lain Toshiba, L'oreal, XL, Nescafe, Bank BNI, Sampoerna, Sharp, Energen, CIMB Niaga, Honda, Gudang Garam, dan masih banyak lagi.
Selain perusahaan, beberapa majalah seperti Baazaar, Elle, Rolling Stone, dan Dewi juga memakai jasa profesionalnya. Pengelola majalah akan menyediakan konsepnya, sedangkan Yogi bertugas mengolah proses kreatifnya. "Untuk konsep dan fotonya biasanya sudah dipegang oleh agency dan fotografernya," cerita Yogi.
Setelah sampai di tangan Yogi proses pembuatan bisa memakan waktu dari satu hari hingga satu bulan tergantung konsep dan tingkat kesulitan. "Sampai di tangan saya kira-kira sudah jadi 70%," ujar pria kelahiran 23 Mei 1985 ini.
Untuk ke depan, Yogi memiliki misi semakin menyebarkan digital imaging ke masyarakat. Ia bersama Bona Soetirto, Andre Wiredja, dan Christopher Aditya memberikan kelas digital imaging lewat RGB Digital Imaging Class. "Ke depannya pengen bikin asosiasi, sih, untuk merangkul digital imaging artist," ujarnya.
Menurutnya, industri kreatif semakin berkembang terutama 2 tahun terakhir ini. "Semua papan iklan sekarang itu 95% sudah diedit jadi prospek pasarnya masih bagus sekali," ujar Yogi.
Yogi bilang, digital imaging sebenarnya sudah ada sejak kamera digital masuk beredar di pasaran. Lalu dengan berjalannya waktu, software dan kamera dengan teknologi yang berkembang lebih canggih membuatnya kian dilirik para desainer grafis untuk menghasilkan foto-foto artistik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News