Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini
Anisa, penjual bahan baku kayu dan pengrajin furnitur di Lamper Tengah berceritera, ia biasa membeli langsung kayu dari pabrik kayu. TetapiĀ tidak jarang, menurut Anisa, pabrik kayu tersebut juga menjual kayu-kayu limbah.
Anisa mengaku telah memiliki pabrik kayu langganan, sehingga saat ada limbah pabrik, ia langsung dikabari. Biasanya ia membeli kayu per truk. Harganya, tentu saja tidak sama. "Harganya beda tergantung jenisnya," ujar Anisa.
Anisa lebih banyak membuat peralatan rumah tangga, kantor dan sekolah, dibanding dengan menjual kayu langsung. Ia dibantu dua orang karyawan setiap hari menerima pesanan untuk pembuatanĀ meja komputer, lemari, kursi, kitchen set, rak sepatu, rak telepon, jemuran handuk, meja TV, dan lain - lain.
Ia bilang, pesanan yang ia terima lebih banyak dari sekolah-sekolah dan kantor-kantor yang meminta dibuatkan meja komputer atau lemari. "Kalau yang pribadi mereka biasanya mesan lemari, kitchen set dan meja tv," tutur Anisa.
Sementara untuk penjualan kayu langsung, konsumen Anisa juga lebih banyak dari sekolah. Kayu yang dibeli kebanyakan kayu lunak yang akan dijadikan sebagai alat ketrampilan menjelang ujian semester. "Biasanya pembeli untuk ketrampilan anak sekolah rame bulan September untuk semester satu dan bulan Februari untuk semester dua," jelasnya.
Senada dengan Anisa, Eko Purwanto, pedagang kayu si sentra ini menjelaskan, ia juga sering mendapatkan pasokan kayu dari limbah pabrik. Namun, ia membeli berbagai jenis kayu dalam ukuran meter kubik dan ia mengambil sendiri ke pabrik kayu.
Walaupun ada pengawasan ketat soal transportasi kayu, namun ia mengaku tidak mengalami kesulitan dalam mendatangkan bahan baku kayu. Alasannya, karena sudah memiliki pabrik langganan. "Hanya saja, kalau kita lagi butuh barang jenis tertentu di pabrik belum tentu ada," ujar Eko. Ia selalu menyetok barang jika limbah pabrik banyak. Soalnya, kayu limbah tidak selalu ada.
Di kios berukuran 5 x 8 meter, Eko menjual 20 jenis kayu yang dibanderol dengan harga yang berbeda-beda tergantung jenis dan ukurannya, mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 200.000 per batang.
Eko mengaku konsumennya tidak hanya dari kota Semarang saja, tapi juga dari luar. Ia bilang, pembeli yang datang kebanyakan untuk proyek pembuatan rumah seperti pembuatan plafon, lantai rumah kayu, kayu jendela dan lain-lain.
Menurut Eko, setiap bulannya, ia mampu meraup omzet hingga Rp 100 juta. Wasti, penjual kayu lain mengatakan, tidak jarangĀ yang datang adalah kontraktor, atau juga pelajar yang mencari kayu untuk alat ketrampilan sekolah.
Selain hari biasa, menurut Wasti, pengunjung juga rame di hari Sabtu, Minggu dan hari-hari libur. Namun pembelian bernilai besar biasanya di hari biasa. n
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News