Sumber: Kontan 29/9/2012 | Editor: Havid Vebri
Sentra anggrek Kampung Rawa lebih banyak dipenuhi dengan anggrek Dendrobium. Jenis anggrek ini banyak dibudidayakan karena lebih mudah dalam perawatannya. Pembelinya pun lumayan banyak lantaran harganya yang tak menguras kantong.
Dendrobium masuk kelompok anggrek epifit dengan kombinasi warna yang terbilang banyak variasinya. Warna dan variasinya yang beragam merupakan buah karya para penyilang anggrek dalam maupun di luar negeri.
Anggrek dendrobium tumbuh menyebar di hutan tropis Indonesia, tahan hidup dalam kondisi kering. Hanya dengan kelembaban udara saja dapat tumbuh. Anggrek dendrobium banyak diusahakan sebagai bunga hias dalam pot atau bunga potong.
Seorang petani anggrek, Haji Usman menuturkan, di daerah Kampung Rawa II terdapat sekitar 20-30 petani anggrek. Mereka umumnya masih memanfaatkan halaman rumah sebagai lahan untuk menanam anggrek.
Menurutnya, sentra tanaman anggrek di Kampung Rawa II sudah ada sejak tahun 1994. "Awalnya, hanya satu atau dua keluarga saja yang menanam anggrek," ujarnya, Rabu (26/9). Namun belakangan warga lainnya meniru dan akhirnya hampir semua warga yang memiliki lahan kosong di pekarangan rumah memilih menanam anggrek.
Usman menceritakan, pada mulanya warga cuma menjual bunga anggrek ke sejumlah pasar kembang di Jakarta seperti Rawabelong. Zaman pun terus berkembang, pembeli sudah tidak tertarik lagi hanya membeli bunganya. Tapi, minta sekalian dengan pohonnya. Sebab, pohon anggrek yang sudah berbunga bisa dijadikan pajangan di rumah. "Kalau cuma kembangnya saja, terbatas pada acara-acara tertentu dan setelah itu dibuang," tuturnya.
Usman menjual pohon anggrek yang sudah berbunga seharga Rp 20.000 per pohon. Bila belum berbunga harganya sekitar Rp 15.000 per pohon. Dalam sebulan dia bisa menjual sebanyak 200 pohon hingga 500 pohon anggrek. Omzetnya sebesar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per bulan. "Biasanya pelanggan langsung datang ke sini dan memesan," imbuhnya.
Petani anggrek lainnya, Haji Iqbal mengungkapkan, mulai menanam anggrek di depan rumahnya sejak tahun 1997. Sebelum membudidayakan anggrek, Iqbal menanam tanaman hias untuk dijual. Persaingan makin ketat seiring bermunculannya sentra tanaman hias di Jakarta dan sekitarnya.
Tak pelak, permintaan terhadap tanaman hias semakin menurun. Itulah yang menjadi pertimbangan Iqbal beralih bisnis anggrek, terlebih tanaman ini tergolong diminati masyarakat.
Dalam sebulan, Iqbal mampu menjual 200-300 pohon anggrek dengan omzet sekitar Rp 7 juta hingga Rp 10 juta. "Yang beli kebanyakan borongan untuk dijual lagi," ucapnya. Iqbal melego anggrek yang sudah berbunga seharga Rp 20.000 per pohon.
Muhasan, petani lainnya mengaku, menekuni usaha budidaya anggrek sekadar menyibukkan diri karena sudah tidak bekerja lagi alias pensiun. Apalagi, lahan di depan rumahnya masih luas sehingga bisa dimanfaatkan untuk menanam anggrek. "Butuh kesabaran menjalani profesi sebagai petani anggrek," akunya.
Tanaman angrek, Muhasan bilang memerlukan perawatan khusus biar tumbuh baik dan menghasilkan bunga nan indah. Nah, berkat ketekunannya menggeluti usaha ini dalam sebulan, Muhasan bisa menjual 200 pohon anggrek dengan omzet Rp 5 juta.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News