Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Pasar Sayun di Pekalongan, selain menjual berbagai kebutuhan rumah tangga, juga terdapat sentra perdagangan ikan hias yang cukup terkenal. Walaupun mendapat banyak gempuran, mulai dari isu penggusuran sampai sepi pembeli, 20 pedagang ikan hias tetap bertahan di pasar ini.
Seperti kebanyakan pasar tradisional di Indonesia, Pasar Sayun di Pekalongan terlihat kumuh dan tidak tertata rapi. Posisinya yang berdekatan dengan terminal bus antarkota Pekalongan dan stasiun kereta api membuat kondisi pasar ini semakin memprihatinkan.
Kesan kumuh itu memang amat terasa, terutama di bagian pasar yang menjual berbagai macam dagangan, mulai sayuran, barang rongsokan, hingga pakaian jadi. Namun, kondisi lebih baik terlihat di sentra ikan hias di pasar yang sama. Kios-kios ikan hias berjejer rapi saling berhadapan.
Berdiri sekitar tahun 1980-an, lahan yang dipakai para pedagang ikan hias di Pasar Sayun adalah tanah negara. Dengan luas kios 4 meter (m) x 4 m, salah seorang pedagang ikan hias di tempat itu, Ahmad mengaku harus membayar uang sewa sekitar Rp 500.000 per tahun.
Uang sewa tersebut masih ditambah biaya listrik. "Meski sudah puluhan tahun berjualan di sini, tapi kami masih menyewa," kata Roro, penjual ikan hias yang lain dan sudah 10 tahun berjualan di Pasar Sayun.
Ahmad mengatakan, kondisi sentra ikan hias Pasar Sayun berbeda jika dibandingkan dengan sebelum 2005. Menurut Ahmad, kejayaan sentra ini berakhir pada tahun tersebut. "Waktu itu, ada isu penggusuran sehingga banyak pedagang memutuskan pindah," katanya.
Jika dahulu ada lebih dari 30 pedagang ikan hias mengadu nasib di tempat ini, sekarang hanya tersisa sekitar 20 pedagang. Selain isu penggusuran, lesunya perdagangan ikan hias membuat banyak pedagang gulung tikar.
Hilangnya pamor ikan louhan, arwana, cupang, dan guppy, juga punya andil meredupnya perdagangan ikan hias di situ. "Saat ini sepi pembeli," kenang Roro yang kiosnya berseberangan dengan kios Ahmad. Sejak itulah jumlah pedagang ikan hias terus berkurang.
Ahmad mengungkapkan, para pedagang yang sampai saat ini bertahan adalah mereka yang sudah 20 tahun berdagang di tempat itu. Mereka bertahan karena memang tidak memiliki lagi mata pencaharian lain. Ahmad yang saat ini berumur 50 tahun, mengaku sudah hampir 22 tahun menjalani profesi sebagai pedagang ikan hias.
Meski tak seramai dahulu, Ahmad masih bertahan untuk berjualan di Pasar Sayun karena menurutnya masih ada saja pembeli yang datang. Apalagi sentra ikan hias di Pasar Sayun terbilang cukup lengkap. "Ada lebih dari 100 jenis ikan hias yang dijual dengan harga mulai dari Rp 10.000 sampai Rp 2 juta," papar Ahmad. Tak hanya ikan hias, sentra ini juga menyediakan berbagai kebutuhan perawatan ikan hingga kebutuhan kolam.
Pembeli tidak hanya datang dari kota Pekalongan tapi juga kota-kota lain seperti Semarang. "Karena sudah terkenal, para penggemar ikan hias kerap mampir ke sini," tutur Roro.
Roro dan Ahmad adalah sebagian pedagang yang bertahan di Pasar Sayun. Walaupun mereka warga pendatang dari Cirebon, namun mereka bisa berbaur dengan pedagang-pedagang lain yang sebagian merupakan warga lokal. "Perasaan senasib membuat tidak ada persaingan antar pedagang di sini," tutur Roro.
Baik Roro maupun Ahmad berharap bisa bertahan di situ lebih lama lagi.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News