kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sentra kayu bekas: Peti dan palet jadi penyelamat (2)


Jumat, 12 November 2010 / 10:14 WIB
Sentra kayu bekas: Peti dan palet jadi penyelamat (2)
ILUSTRASI. Rudolf P Nainggolan


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Lokasi sentra kayu bekas Kelapa Gading memang masuk dalam kawasan elite dan cukup strategis. Namun, bukan berarti omzet penjualan para pedagang di sana terus meningkat. Persaingan yang ketat antarsentra kayu bekas yang banyak bermunculan di daerah lain menjadi penyebab. Terpaksa menerima order pembuatan peti.

Terletak di daerah "kepala naga" ternyata tidak melulu membawa berkah bagi pedagang di sentra kayu bekas Kelapa Gading. Tengok saja, permintaan kayu bekas yang terus turun terjadi sejak lima tahun terakhir.

Banyak sebab penjualan di sentra kayu tersebut kian menurun. Tapi, faktor utamanya adalah pasokan kayu bekas yang tidak menentu. Satu masa, suplai kayu bekas melimpah ruah sehingga memenuhi setiap jengkal ruang kios. Namun, di saat tertentu, kios bisa kosong melompong karena pasokan kayu bekas benar-benar seret.

Aziz Sanjaya, pemilik UD Azis Sanjaya, mengatakan, penurunan omzet para pedagang juga lantaran makin banyak bermunculan sentra-sentra kayu bekas di wilayah lain, seperti Cengkareng dan Pasar Minggu.

Apalagi sebagian besar pelanggan sentra kayu bekas Kelapa Gading bukan berasal dari masyarakat sekitar Ibukota terutama Kelapa Gading saja, melainkan dari luar kota Jakarta, seperti Tangerang dan Bogor. "Pelanggan banyak yang berpindah, karena mencari sentra lain yang jaraknya lebih dekat dari tempat tinggal," kata Aziz.

Buntutnya, lelaki berumur 58 tahun ini mengungkapkan, pendapatan para pedagang di sentra kayu bekas Kelapa Gading tidak menentu. Kalau tujuh tahun lalu Azis mampu menjual ratusan potong kayu dan lembar papan dengan omzet sekitar Rp 10 juta seminggu, kini untuk mendapat uang Rp 1 juta per pekan saja sangat susah. Omzet terbesar, Aziz menambahkan, biasanya dari penjualan kayu bekas yang per batangnya dijual dengan harga berkisar Rp 25.000. Sedangkan, harga papan sekitar Rp 40.000 per lembar tergantung kondisinya.

Menurut As'ad, pemilik UD Putra Abadi, beberapa tahun belakangan pasokan kayu bekas memang makin seret saja. Makanya, ia tidak bisa hanya menggantungkan kiriman kayu bekas dari luar kota saja. "Saya juga gencar mencari order pembongkaran bangunan tua di seputar Jakarta," ujarnya.

Cara ini bisa menyiasati kekurangan stok kayu bekas di kiosnya. Walaupun begitu, kekurangan stok tetap saja tidak bisa dipenuhi semuanya, karena permintaan bongkaran rumah tua hanya sekitar dua hingga tiga bulan sekali. Sudah begitu, tidak semua kayu bekas hasil bongkaran rumah bisa dijual. Soalnya, tidak sedikit kayu dan papan bekas hasil bongkaran rumah dalam kondisi rusak parah atau ukurannya yang kecil.

Saat ini, dengan usaha tambahan mencari stok kayu dari hasil bongkaran rumah, As'ad bisa mengantongi omzet rata-rata Rp 5 juta sebulan dari penjualan kayu dan papan bekas yang seharga Rp 30.000-Rp 40.000 per batang atau lembar.

Untuk mendongkrak penghasilan, akhirnya, Aziz, As'ad dan pedagang di sentra kayu bekas Kelapa Gading mencoba mengembangkan jenis usaha. Mereka menerima pembuatan peti dan palet. "Permintaan peti biasanya berasal dari perusahaan ekspedisi," ungkap As'ad.

Namun, pria berusia 34 tahun ini menuturkan, permintaan peti tak rutin datang tiap bulan. Pesanan baru akan kencang mengalir menjelang Lebaran. "Waktu menjelang hari raya adalah puncak pembuatan peti," kata As'ad. Saat itulah, ia sanggup menjual peti hingga ratusan biji ke perusahaan-perusahaan ekspedisi.

Hasil penjualan peti tersebut cukup berperan besar untuk menyokong omzet penjualan kayu bekas yang terus menurun dari tahun ke tahun. Pasalnya, harga peti yang dijual lumayan tinggi, antara Rp 50.000 hingga Rp 150.000, tergantung ukuran dan material kayu yang dipakai. Hanya saja, pedagang di sentra ini baru akan membuat peti jika pesanan benar-benar sudah di tangan.

Jesuri, pekerja di UD Sinar Pelangi bilang, bisnis peti dan palet selama ini memang cukup membantu pedagang di sentra kayu bekas Kelapa Gading di tengah kian merosotnya omzet penjualan kayu bekas. Apalagi banyak kayu bekas yang tidak layak jual bisa digunakan untuk pembuatan peti dan palet.

Pria asal Bangkalan, Madura ini menjelaskan, kayu bekas memiliki keunggulan dibandingkan kayu baru untuk dijadikan peti. Kayu bekas mempunyai lekukan dan tekstur yang siap pakai. "Beda dengan kayu baru yang terkadang mulus secara fisik namun tak sesuai harapan," ujarnya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×