Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi
Sentra penjualan jati belanda Lenteng Agung, Jakarta Selatan, memang tidak seramai tahun 2000 hingga 2005 lalu. Namun, para pedagang yang mendapat pasokan kayu dari pelbagai tempat bongkar muat barang impor ini masih bisa mengantongi pendapatan hingga Rp 1,5 juta per hari di akhir pekan.
Siang menjelang sore Selasa (22/3) pekan lalu tak banyak aktivitas yang dilakukan pedagang di sentra penjualan kayu jati belanda Lenteng Agung. Sembari menunggu pembeli yang datang, paling-paling mereka sibuk mengutak-atik ponsel.
Saat itu memang tidak banyak pembeli yang menyambangi sentra di wilayah Jakarta Selatan itu.Hanya terlihat beberapa orang yang sedang menawar harga, memilah-milah kayu, atau bahkan hanya bertanya harga.
Ya, meski ada di satu kawasan, para pedagang menawarkan harga yang berbeda-beda. Harga akhirnya bakal tergantung kelihaian pembeli dalam menawar. Jika pandai menawar, pembeli bisa mendapat kayu berkualitas baik dengan harga murah.
Pembeli bisa memilih bermacam kayu jati belanda sesuai dengan kebutuhan mereka. Sebab, di sentra ini terdapat aneka ragam ukuran kayu. Para pedagang memperoleh pasokan kayu dari pelbagai tempat. Terutama dari Cakung, Cikarang, Karawang, dan Bekasi. Semuanya tempat bongkar muat barang impor.
Para pedagang biasanya berbelanja dua kali sepekan. Itu pun kalau permintaan tinggi. Jika sedang sepi, terkadang mereka hanya berbelanja sebulan sekali. Dalam sekali belanja, para pedagang bisa menghabiskan antara Rp 4 juta sampai Rp 6 juta.
Arham, salah satu penjual di sentra ini, menjual kayu jati belanda ukuran 90 x 180 cm dengan tebal 3 mm di harga Rp 25.000. Untuk kayu ukuran yang sama dengan ketebalan 4 mm, harganya Rp 30.000. Sedangkan kayu jati belanda setebal 10 cm harganya Rp 100.000.
Memang, untuk saat ini jumlah pembeli menurun dibandingkan tahun 2000 sampai 2005. "Tiap hari paling hanya ada dua sampai tiga orang saja yang datang, itu pun belum tentu tertarik dan mau membeli," kata Arham. Ia bilang dulu lebih banyak pembeli karena pemainnya masih sedikit.
Menurut Arham, masa jaya pusat penjualan kayu jati belanda ini adalah ketika tren memelihara ikan lohan. Banyak orang membeli palet bekas tersebut untuk pembuatan akuarium.
Kini, dalam sehari, rata-rata pedagang hanya bisa mengantongi omzet Rp 300.000. "Kalau sedang ramai, seperti Sabtu dan Minggu, pendapatan bisa naik sekitar Rp 1 juta," ungkap Arham.
Syarkawi, pedagang lainnya di sentra Lenteng Agung mengamini. Ia biasanya mengantongi penghasilan sekitar Rp 500.000 di hari biasa. Namun, ketika akhir pekan, pendapatan Syarkawi bisa melonjak hingga mencapai Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.
Walau menjual produk yang sama, para pedagang di sentra kayu jati belanda Lenteng Agung tetap rukun dan damai. Mereka pun saling membantu dan berutang bila ada pedagang lain yang kekurangan pasokan.
Hanya saja, para pedagang pasrah jika kelak lahan yang saat ini sebagai tempat mencari nafkah harus digusur. Pasalnya, tanah yang mereka gunakan adalah lahan hijau. "Apa pun yang terjadi, semua berasal dari Gusti Allah, kalau saya pasrah dan tinggal mengikuti saja," ujar Syarkawi.
Namun, pedagang berharap bisa terus berjualan di sini karena berdagang kayu palet merupakan mata pencaharian utama.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News