Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi
Walau masih ramai pembeli, namun beberapa pedagang kebaya di Tanah Abang mengaku mengalami penurunan omzet. Selain bahan baku yang kian mahal, beberapa bahan aksesori kebaya dan ongkos produksi juga terus naik. Inilah yang membuat harga konsumen naik.
Meski nama tenar Pasar Tanah Abang tak lekang oleh waktu, beberapa pedagang kebaya di Blok A dan F mengaku terus mengalami penurunan omzet. "Mulai agak turun setelah 2009," kata Susiana, pemilik Toko Natasha Collection di Blok F Tanah Abang.
Mengaku mulai membuka toko pada 2004, Susiana saat ini hanya mampu memperoleh omzet antara Rp 25 juta hingga 50 juta per bulan. Angka itu lebih rendah dibanding sebelum 2009 yang bisa mencapai lebih dari Rp 65 juta per bulan. Bahkan selama dua tahun terakhir ini, dia mengaku mengalami penurunan omzet sebesar 30%.
Menurutnya, harga bahan baku kebaya yang terus melonjak dari tahun ke tahun menjadi penyebab jumlah pembeli menurun. Apalagi bahan baku kebaya yang banyak didatangkan dari luar negeri harus dibeli dengan mata uang dolar Amerika, sehingga memberatkan pedagang.
Tak hanya bahan baku kain kebaya, harga beberapa bahan aksesori yang lain seperti payet dan manik-manik juga naik sebesar 10% dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini, tentu saja mempengaruhi harga jual kebaya siap pakai.
Selain terbebani peningkatan bahan baku, kebaya-kebaya itu harus melewati beberapa proses produksi sebelum bisa menjadi produk siap pakai. Inilah yang membuat harga kebaya di tingkat konsumen menjadi jauh lebih mahal.
Pertama, bahan kain kebaya dibuat pola oleh para tukang jahit yang sebagian besar tinggal di Bandung. Selanjutnya, dibordir oleh perajin di Tasikmalaya agar terlihat lebih mewah dan cantik.
Setelah itu, bahan tadi dijahit menjadi pakaian jadi oleh perajin konveksi yang juga banyak terdapat di Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebelum dikirim ke Tanah Abang, kebaya tadi akan harus melalui tahapan akhir berupa penambahan hiasan manik-manik, payet maupun batu-batuan.
Menurut Susiana, tahapan produksi yang panjang akan menambah biaya yang harus ditanggung penjual. Ia mengatakan, ongkos jahit satu pakaian kebaya setidaknya membutuhkan dana Rp 30.000. "Itu pun harga untuk pelanggan tetap," katanya. Untuk mencari penjahit kebaya yang bagus menurutnya bukanlah hal yang mudah.
Selain kenaikan bahan baku dan ongkos produksi, faktor pengiriman barang juga dikeluhkan. Setelah melewati proses produksi di Bandung dan di Tasikmalaya, pemilik toko atau pedagang baru bisa menerima barang setelah satu atau dua minggu kemudian. Selain itu, ongkos kirim yang mahal, membuat pedagang harus berhemat dengan mengirimkan kebaya minimal 20 kodi atau 400 potong sekali kirim.
Berbagai kondisi inilah yang membuat harga jual kebaya juga meningkat. "Saya tidak mungkin jual eceran dengan harga di bawah Rp 100.000 per potong untuk kualitas premium. Karena memang ongkos produksi yang sudah mahal," keluh Sylvia, pemilik Toko Fedora di Blok A.
Namun begitu, ia mengaku, tak jarang pembeli yang masih menawar harga untuk mendapatkan harga kebaya yang lebih murah.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News