Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi
Dari tahun ke tahun perkembangan bisnis di sentra kerajinan kulit di Dusun Manding, Desa Sabododadi, Bantul, Yogyakarta terus meningkat. Sentra kerajinan kulit ini juga menjadi salah satu tujuan wisata belanja para turis yang mampir ke Yogyakarta.
Tetapi bukan berarti, bisnis para perajin kulit di Manding tak pernah seret. Tahun 2010 lalu misalnya, omzet para perajin kulit anjlok. Gara-garanya, erupsi Gunung Merapi yang terjadi September 2010.
Meski Dusun Manding lokasinya jauh dari Gunung Merapi, tapi bisnis mereka terganggu karena banyak turis yang takut berkunjung ke Kota Gudeg. Toh, para perajin tak sampai menghentikan proses produksi kerajinan kulit.
Dwijo Hadi Suyono, pemilik Toko Selly Kusuma di sentra ini, menuturkan, kala itu para pedagang hanya berharap pada pengunjung dari Yogyakarta dan sekitarnya. "Daerah ini mungkin tak terkena dampak Merapi secara fisik tetapi dengan sepinya pengunjung menjadi pukulan telak buat pedagang," ujar lelaki yang kerap disapa Yono ini.
Hal senada dikatakan Angga Pamungkas pemilik Toko Harti. Bahkan, ia sempat khawatir dampak erupsi Gunung Merapi itu akan berkepanjangan sehingga mengganggu bisnis mereka. "Banyak hasil produksi yang menumpuk karena tak laku terjual," kenangnya.
Namun, belakangan sentra kerajinan kulit Manding kembali menggeliat. Pembeli kembali berdatangan dan pesanan terus mengalir. Meski belum menyamai geliat penjualan pada tahun 2007-2009, setidaknya para pedagang sudah bisa kembali tersenyum. "Bahkan beberapa pedagang mulai kembali menggarap pasar ekspor ke Singapura, Taiwan dan negara lain meski dalam skala kecil," jelas Yono.
Ia bilang, butuh waktu untuk bisa membuat sentra Manding kembali ramai. Karena di sekitar Yogyakarta juga banyak berdiri toko modern yang menjual berbagai produk kulit. "Produk kulit impor pun sudah mulai membanjiri pasar Yogyakarta lewat toko modern yang banyak berdiri," ujar Yono.
Namun Yono tak gentar, karena sebenarnya secara kualitas kerajinan Manding tak kalah dengan produk impor yang ada di pasaran. Ia justru merisaukan harga bahan baku kulit sapi yang terus naik.
Angga juga mencemaskan kenaikan harga kulit sapi dan domba karena bisa menambah ongkos produksi. "Tahun ini kenaikan harga bahan baku kulit sudah lebih dari 10% ," ungkapnya.
Supaya bisa terus bertahan, para pedagang di Manding akan membuat paguyuban. "Lembaganya semacam koperasi yang akan menampung aspirasi para pemilik toko serta menjembatani jika ada masalah yang muncul," ujar Yono.
Dwi Astuti, pengelola Toko Maylia mengatakan, pendirian koperasi ini memang dibutuhkan sebab, kerajinan kulit menjadi mata pencarian bagi banyak orang di Manding. Bukan hanya pemilik toko, tetapi juga para perajin menggantungkan hidupnya dari penjualan kerajinan kulit. Para pedagang dan perajin kulit berharap tren penjualan terus meningkat.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News