kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra Kerudung Garut: Awalnya kain rajut (1)


Rabu, 17 Oktober 2012 / 18:38 WIB
Sentra Kerudung Garut: Awalnya kain rajut (1)
ILUSTRASI. Pedagang layani calon pembeli saat berbelanja kebutuhan pokok di pasar Gang Kancil, Jakarta, Senin (2/8/2021).


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri

Sentra produksi kerudung dan kain rajut di Kampung Nangoh, Desa Panembong, Kecamatan Bayongbong, Garut sudah berdiri sejak tahun 1990-an. Jarak sentra ini dari pusat kota sekitar 10 kilometer (km) ke arah selatan.

Perlu waktu sekitar satu jam perjalanan dari pusat kota Garut dengan naik kendaraan. Sebagian besar penduduk di kampung ini memang menekuni usaha pembuatan kerudung dan kain rajut. Industri rumah tangga skala kecil itu berada satu atap dengan rumah yang mereka tempati.

Abdul Ropik, salah seorang produsen kerudung bilang, lebih dari separuh penduduk Desa Panembong menjadi produsen kerudung dan kain rajut. Jumlah penduduk desa ini sendiri mencapai 3.500 orang. 

Awalnya, kata Abdul, jumlah perajin di kampungnya hanya ada lima orang. Saat itu, mereka hanya memproduksi kain rajut saja. Namun, perlahan-lahan banyak yang mengikuti jejak mereka. Sekitar tahun 2000 mereka mulai memproduksi kerudung. Saat itu, permintaan kain rajut mulai merosot.

Abdul sendiri bisa memproduksi 240 kodi dalam sebulan. Kerudung itu dijualnya dengan harga mulai Rp 210.000 - Rp 400.000 per kodi. "Tapi kalau dirata-ratakan sekitar Rp 300.000" ujarnya. Dalam sebulan, ia bisa meraup omzet Rp 80 juta dengan margin 10% - 20%.

Meskipun saat ini jumlah perajin kerudung lebih banyak, tapi perajin kain rajut tetap mempertahankan produksi kain rajut mereka. Salah satunya adalah Haji Ubun Bunyamin. Ia sudah  terjun ke usaha ini sejak tahun 1990. Di kampungnya, ia tergolong salah seorang perintis usaha ini.

Beda dengan Abdul, ia hanya fokus memproduksi kain rajut. Menurutnya, permintaan kain rajut tetap tinggi, meskipun kampung Nangoh kini lebih dikenal sebagai sentra penghasil kerudung.

Ia bilang, asal muasal munculnya kerudung karena permintaan kerudung di pasar lebih tinggi. "Saya bertahan di kain rajut karena konsumen saya masih banyak," ujarnya. Dalam sebulan ia memproduksi 400 kodi. Harga jual per kodi sekitar Rp 300.000. Omzetnya Rp 120 juta dengan laba 20% hingga 30%.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×