Reporter: Revi Yohana | Editor: Tri Adi
Sentra pengobatan China di Jalan Pancoran Raya Jakarta Barat merupakan yang terkomplet dan terbesar di Indonesia. Di sini terdapat puluhan toko yang menyediakan obat hingga pengobatan tradisional China. Omzet pedagangnya mencapai ratusan juta rupiah per bulan. Selain warga Tionghoa, konsumennya juga banyak orang lokal.
China merupakan salah satu negara penghasil beragam obat-obatan tradisional yang paling terkenal di dunia. Metode pengobatan ala Negeri Tembok Raksasa juga sudah sangat kesohor di muka bumi ini. Orang Indonesia banyak yang mencari obat-obatan dan ramuan dari China.
Di Jakarta, sentra pengobatan China bisa Anda temukan di sepanjang Jalan Pancoran Raya, Glodok, Jakarta Barat. Selain memenuhi kanan kiri jalan, kios-kios yang menawarkan aneka obat dan pengobatan China juga banyak memenuhi Chandra Building Shopping Centre di jalan itu.
Ada juga pedagang yang membuka toko di Pasar Glodok yang masih terletak Jalan Pancoran Raya. Toko yang berdiri di pinggir Jalan Pancoran Raya sekitar 20 kios. Sedang yang ada di Pasar Glodok 10 toko. Itu belum termasuk toko yang menghuni Chandra Building Shopping Centre.
Tak heran, sentra pengobatan China di kawasan ini merupakan yang terkomplet dan terbesar di Indonesia. "Karena terbesar, banyak orang akhirnya memilih berbelanja di sini," kata Iskandar, pemilik Toko Obat Gunung Selatan.
Pusat penjualan obat China ini mulai buka sejak pukul 08.00 hingga 18.00 WIB. Dari pagi hingga petang, kawasan tersebut selalu ramai dikunjungi pembeli.
Sayang, bagi yang membawa kendaraan bermotor, belanja di sentra ini kurang nyaman. Soalnya, di lokasi itu tidak ada tempat parkir. Alhasil, banyak mobil dan sepeda motor yang parkir di jalan sehingga memakan badan jalan dan menyebabkan kemacetan.
Yang menarik, sebagian besar kondisi bangunan toko nampak tua dengan desain arsitektur China yang khas. Namun, ada pula yang sudah melakukan pemugaran sehingga tampak lebih modern. "Toko di sini biasanya dikelola turun-temurun," ujar Iskandar.
Iskandar sendiri mendapat warisan toko dari ayahnya yang bernama Tionghoa Nam San. Saat itu, kiosnya masih berupa toko kelontong. Di tahun 1990-an, ia kemudian menyulapnya menjadi toko obat, meski tak menguasai masalah obat. Makanya, dia mempekerjakan seorang sinse serta peracik obat berpengalaman.
Dari usahanya ini, Iskandar dapat mengantongi omzet Rp 20 juta-Rp 30 juta per bulan. Itu belum termasuk pendapatan dari jasa berobat yang bertarif Rp 60.000 - Rp 180.000 per pasien. Sementara, harga obat-obatan mulai Rp 40.000 - Rp 400.000 sebungkus.
Susilo, pengelola Toko Obat Sinei, bilang, jumlah konsumennya dalam sehari paling sedikit 10 orang. Konsumennya tidak terbatas warga keturunan Tionghoa. "Sekarang mulai banyak orang lokal," katanya.
Pembeli di Toko Obat Yong di Pasar Glodok juga tak kalah ramai. "Dalam sebulan pasien kami bisa mencapai ratusan orang," ungkap Lim Tet Min, pemilik Yong. Omzetnya bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News