kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sentra parsel: Mengubah citra parsel sebagai barang sogokan (3)


Selasa, 30 November 2010 / 10:31 WIB
Sentra parsel: Mengubah citra parsel sebagai barang sogokan (3)
ILUSTRASI. Kasus AISA


Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Bisnis parsel terus mengalami pasang surut dari tahun ke tahun. Kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melarang pemberian parsel kepada pejabat negara, punya andil besar yang membuat bisnis ini sedikit suram. Perajin pun pelan-pelan mengubah imaji parsel sebagai kado untuk menjalin silaturahim.

Bisnis parsel sempat mengecap masa jaya pada era 1990-an. Tapi, kejayaan usaha ini memudar seiring dengan krisis moneter 1997-1998. Selepas krisis, bisnis parsel sempat kembali bergairah sepanjang 2000-2004. Tapi, bisnis ini lunglai lagi menyusul kebijakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengharamkan pemberian parsel kepada para pejabat negara.

"Omzet kami turun drastis sejak ada larangan pemberian parsel oleh KPK," kata Mustafa, karyawan Nabila Florist, kios parsel yang menghuni sentra parcel Jalan Haji Samali, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Soelaeman, pemilik Art Parcel yang juga bercokol di sentra tersebut mengungkapkan, banyak usaha parsel rumahan yang gulung tikar akibat kebijakan KPK itu. Meski tak sampai bangkrut, ia harus merugi hingga puluhan juta rupiah.

Menurut Soelaeman, seminggu setelah lembaga pemberantas korupsi itu mengeluarkan larangan pemberian parsel pada awal November 2004, beberapa pelanggan dari instansi pemerintah membatalkan pesanan. "Tahun itu adalah tahun terpahit yang pernah saya rasakan selama berbisnis parsel," kenangnya.

Agar tidak dipandang sebagai barang sogokan, pelan-pelan perajin mengubah citra parsel sebagai kado untuk menjalin silaturahim dengan harga yang terjangkau. Dengan begitu, masyarakat terutama perorangan tak lagi ragu memesan parsel untuk saudara atau relasinya. Sebab, harga produk ini tidak semahal dulu lagi.

Perubahan citra itu membuat bisnis parsel kembali menggeliat. Tengok saja, omzet Nabila Florist pada 2008 lalu yang mulai menanjak naik, walau belum sebagus masa jaya dulu.

Pesanan yang datang kini lebih banyak dari perusahaan swasta dan pribadi. Bukan lagi instansi pemerintah. Bahkan, Mustafa mengungkapkan, pembeli parsel juga banyak dari anak sekolah dan mahasiswa. Mereka biasanya memesan parsel dengan harga Rp 250.000 hingga Rp 500.000 untuk guru atau dosen mereka.

"Parsel kan ada kelasnya tersendiri. Mau harga terjangkau, ada. Yang harganya selangit juga ada. Kami menyesuaikan kebutuhan pasar," ujar Soelaeman. Ia membanderol parcelnya dengan harga Rp 250.000 hingga Rp 2,5 juta.

Namun tahun ini, penjualan parsel sedikit lesu. Saat Lebaran lalu, misalnya, Soelaeman hanya mampu menjual 250-300 set parsel. Padahal, Hari Raya Idul Fitri tahun lalu, ia bisa melego hingga 400 set parsel. "Omzetnya hanya sekitar
Rp 50 juta, selisih banyak dari Lebaran 2009," katanya.

Sementara, Nabila Florist berhasil menjual 1.200 hingga 1.500 parsel pada Lebaran lalu dengan harga Rp 300.000 sampai Rp 4 juta. "Sebagian membeli yang harga
Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta," ujar Mustafa. Dengan penjualan sebanyak itu, omzet Nabila mencapai hampir Rp 1 miliar.

Nabila Florist membuka toko selama 24 jam dalam seminggu. "Itulah keunggulan kami, pelanggan lebih akrab dan loyal," kata Mustafa. Nama besar pemilik Nabila Florits, Fahira Idris, anak mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, juga memberikan andil.

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×