Reporter: Rusman Nurjaman | Editor: Tri Adi
Serbuan peci impor asal China, sempat mencemaskan para pengusaha kopiah di Cianjur. Maklum, peci impor itu dibanderol dengan harga miring dan mudah ditemukan di pasar. Dus, pangsa pasar mereka di dalam negeri perlahan mulai terancam. Toh, para pengusaha kecil itu tak gampang menyerah. Kini mereka mengatur siasat agar usaha tetap melesat.
Kendati usahanya makin maju, diam-diam para pengusaha di sentra peci kampung Gentur dan Cicariang, Cianjur, menyimpan keresahan. Mereka tak menyangka sekarang mendapat saingan berat.
Kompetitornya adalah peci impor asal China yang sejak 2009 masuk ke pasaran. Majid, pengusaha peci asal kampung Cicariang, bilang, harga peci impor relatif lebih murah ketimbang peci lokal. "Beda harganya bisa Rp 2.000 per peci," imbuhnya.
Dengan harga yang lebih murah, Majid cemas serbuan peci impor tersebut bisa menjatuhkan stabilitas harga peci di pasaran. Bukan cuma berharga miring, desain peci impor juga lumayan bagus karena merancangnya memakai komputer sehingga pola peci terlihat rapi. "Kalau peci buatan kami pembuatan polanya masih pakai pensil," imbuh pemilik merek peci Al-Majdi itu.
Saat ini, peci impor yang beredar di pasaran memang masih satu jenis, yakni jenis peci Madinah. Toh, kata Majid, peci impor itu mulai disukai konsumen. Terlebih, produk peci impor sangat banyak, sehingga konsumen mudah menemukan di pasar. Berbeda dengan peci lokal yang sulit ditemukan karena produksinya terbatas.
Menurut Ujang Ale, pemilik merek peci Aldan Kubah, bisa saja pengusaha memproduksi peci dalam jumlah besar, namun mereka kesulitan mencari modal tambahan untuk belanja bahan baku.
Belum lagi sistem pembayaran yang diterima pengusaha peci dari pembeli tidak secara tunai, tapi dengan sistem tenggat atau pembayaran dilunasi dalam beberapa bulan ke depan. Makanya, pengusaha merasa belum sanggup bersaing, bila kelak serbuan produk peci impor makin deras.
Tapi mereka kini mulai bersiap-siap mengantisipasi itu. Salah satu caranya, Ujang dan beberapa pengusaha peci di dua kampung tersebut berencana mendirikan koperasi. "Ini upaya kami menyiasati kekurangan modal," katanya.
Problem lain yang tengah dihadapi pengusaha peci adalah penurunan ekspor. Sebab tidak ada kesepakatan harga dengan perantara yang membawa produknya sampai ke Malaysia dan Timur Tengah. "Jadi, sementara ini saya menjual ke lokal dulu," ujar Haji Cecep, perintis sentra peci di Gentur.
Kendati tantangan berat, Cecep yakin, bisnis songkok yang sudah puluhan tahun mereka geluti akan bisa bertahan. Mereka juga tak cengeng dan merengek minta bantuan pemerintah. "Yang penting kualitas produk harus bisa bersaing," ujar dia. Sebuah pelajaran berharga dari desa kecil di lereng Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News