kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sentra penjahit Sunan Giri: Pelanggan banyak, omzet menanjak (2)


Jumat, 28 Oktober 2011 / 14:55 WIB
Sentra penjahit Sunan Giri: Pelanggan banyak, omzet menanjak (2)
ILUSTRASI. Karyawan melayani pembelian uang dolar Amerika Serikat (AS) di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/11/2020). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.


Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Walau harus bersaing dengan baju jadi buatan pabrik dan bersaing dengan sesama penjahit lain, pelanggan di sentra penjahit Sunan Giri, Rawamangun, tak pernah surut. Selain kebaya, busana muslim, dan jas, ada juga penjahit spesialis baju batik.

Meski berbagai macam pakaian jadi bisa didapatkan dengan mudah, namun jasa penjahit pakaian tetap dibutuhkan. Ini terlihat dari banyaknya pelanggan di sentra penjahit Pasar Sunan Giri, Rawamangun.

Seperti diungkapkan Slamet Riyadi, pemilik Azizah Busana. Tiap hari, dia mengaku bisa melayani permintaan jahit dari 15 pelanggan. Berbagai desain baju kebaya, busana muslim, hingga jas dia kerjakan. "Prospeknya lebih bagus daripada buka kios di luar pasar," katanya. Sebelum di Pasar Sunan Giri, Slamet pernah membuka kios jahit di Kayu Manis, Jakarta Timur.

Dari hasil pekerjaan menjahit, Slamet yang asli Cilacap ini mampu memperoleh omzet hingga Rp 5 juta per bulan. Karena masih baru, Slamet memang belum mau menerapkan tarif seperti penjahit yang lain. Ongkos jahit satu gaun, dia menarik biaya antara Rp 60.000 hingga Rp 500.000. Padahal di toko lain, banyak penjahit yang meminta ongkos mencapai Rp 1 juta. "Ini untuk memperbanyak pelanggan," ujarnya.

Supardi, pemilik Chitra Busana di sentra yang sama, juga mengatakan bahwa permintaan jasa jahit pakaian masih cukup besar. Dalam sebulan, Supardi yang dibantu empat karyawan mampu memenuhi sekitar 150 order jahit baju. Dari jumlah itu, order jahitan paling banyak untuk baju muslim dan kebaya.

Dari jasanya tersebut, tiap bulan dia mampu meraup omzet Rp 25 juta dengan ongkos jahit antara Rp 100.000 sampai Rp 500.000. Margin keuntungan yang didapatnya mencapai sekitar 30% dari omzet per bulan.

Kendati masih banyak diserbu pelanggan, Supardi mengaku total pemakai jasanya menurun pada 2011 ini. Hanya saja, penurunan jumlah pelanggan bukan disebabkan oleh jumlah penjahit yang makin banyak. Sebab, "Tiap penjahit punya pelanggan masing-masing," ujarnya.

Sedangkan Muhammad Rifky, pemilik MR Batik Pekalongan juga mengaku mampu mendapatkan banyak omzet dari kiosnya di Pasar Sunan Giri. Fokus ke jasa jahit batik, Rifky mengaku menjadi satu-satunya penjahit spesialis batik yang bertahan. "Saya salah satu penjahit batik yang masih tersisa," katanya. Membuka kios delapan tahun lalu, dia bercerita kalau lokasi ini dulunya juga merupakan sentra batik.

Dia memutuskan untuk bertahan karena melihat potensi pasar jahit batik di Pasar Sunan Giri masih besar. Dia juga sayang untuk pergi karena sudah telanjur membeli kios.

Saat ini Rifky banyak melayani jasa jahit baju batik pria dan wanita, baik anak-anak maupun dewasa. Dari usaha jahit batik itu, setidaknya omzet Rp 60 juta per bulan ada di laci uang Rifky. Omzet yang diraihnya cukup besar, selain melayani order jahit langsung di kios, dia juga banyak mendapat order jahit baju seragam sekolah dan seragam kantoran.

Untuk order dalam jumlah besar, Rifky tidak menjahitnya sendiri. Dia memilih mengirimkan orderan ke Pekalongan dengan biaya berkisar antara Rp 45.000 sampai Rp 120.000 per potong. "Semua pelanggan saya puas," katanya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×