kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sentra Sepatu Terate: Awalnya sepatu bekas (2)


Selasa, 04 Desember 2012 / 12:59 WIB
Sentra Sepatu Terate: Awalnya sepatu bekas (2)
Akhir film?Shang-Chi and The Legend of the Ten Rings akan mirip dengan film Iron Man pertama.


Sumber: Kontan 4/12/2012 | Editor: Havid Vebri

Di awal pendirian sekitar tahun 1960-an, sentra penjualan sepatu di Jalan Terate, Bandung, ini hanya menjual sepatu-sepatu bekas. Walau bekas, kondisi sepatu itu masih bagus dan tahan lama lantaran terbuat dari kulit.

Dalam perjalanan berikutnya, penjualan sepatu bekas di Jalan Terate masih marak hingga tahun 1980-an. Setelah itu, banyak pedagang mulai beralih ke sepatu kulit keluaran Cibaduyut yang masih baru.

Bobiec, pedagang sepatu di sentra ini bilang, sampai sekarang, masih ada pedagang yang berjualan sepatu bekas. Tapi, jumlahnya hanya segelintir.

"Pedagang sekarang kurang tertarik menjual sepatu kulit bekas lantaran barangnya sulit didapat dan harganya juga sudah mahal. Jadi, lebih baik menjual sepatu baru," terangnya.

Mohamad Padli, pedagang lainnya menambahkan, penjualan sepatu olahraga di sentra ini mulai marak di sekitar tahun 1999. Hal itu dilakukan untuk mendongkrak perolehan omzet.

Soalnya, penjualan sepatu kulit tidak selancar tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, saat itu sepatu olahraga mulai banyak peminat. "Banyak anak-anak sekolah yang mencari dan harganya juga tidak semahal sepatu kulit," kata Padli.

Sepatu olahraga yang dijual di tempat ini dipasok langsung dari pabrikan di Tangerang dan Jakarta. Meski demikian, bagi para pedagang, penjualan sepatu olahraga itu lebih sekadar pelengkap saja.

Dagangan utamanya tetap sepatu kulit. "Sepatu kulit masih menjadi produk utama yang diandalkan para pedagang,"
tutur Padli.

Padli mengaku tidak tertarik berjualan sepatu bekas. Selain peminatnya tidak banyak, mendapatkan sepatu bekas berkualitas bagus juga semakin sulit.

Padli membandingkan kondisi ketika dulu orang tuanya yang termasuk salah pedagang, berjualan sepatu bekas di Jalan Terate pada tahun 1960-an.

"Waktu itu, orang tua saya dan pedagang lainnya hanya menjual sepatu kulit bekas, baik sepatu pantofel maupun sepatu boots," katanya. Sepatu-sepatu bekas itu di peroleh dari daerah di sekitar Bandung.

Sama dengan Padli, Bobiec fokus berjualan sepatu baru. Ia juga meneruskan usaha orang tuanya yang juga berjualan sepatu bekas di Terate dari awal. "Berjualan sepatu bekas sudah susah di zaman sekarang," ujarnya.

Herman juga termasuk pedagang yang mulai meninggalkan sepatu kulit bekas. Ia berjualan sepatu baru lantaran banyak konsumen tidak tertarik dengan sepatu bekas. "Sekarang, sebagian besar pelanggan lebih tergiur membeli sepatu baru," katanya.

Herman bilang, berjualan sepatu di tempat ini menguntungkan lantaran ongkos membuka kios tidak terlalu mahal. Dengan begitu, ia bisa menjual sepatu dengan harga lebih murah dibandingkan di Cibaduyut sebagai pusat produksi sepatu kulit.    

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×