Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi
Kampung Suka Mulya Desa Langansari, Buka Negara, merupakan cikal bakal peternakan sapi perah rumahan. Mayoritas penduduknya beternak sapi perah. Namun banyaknya penduduk desa yang beternak sapi membuat pasokan pakan sapi makin sulit diperoleh dari sekitarnya.
Berada di bagian selatan kota Lembang dan dikelilingi Gunung Batu, Desa Langasari terbilang asri dan hijau. Banyak tanaman dan rumput hijau tumbuh di sekitar Gunung Batu ini.
Tak heran, bercocok tanam dan beternak menjadi sumber penghidupan bagi masarakat di desa yang berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat kota Lembang ini. Alam menyediakan semua kebutuhan hidup mereka.
Sejak tahun 1990-an, peternak sapi perah terus bertambah. Beternak sapi, menurut masyarakat setempat adalah usaha yang tak sulit dan menghasilkan uang yang cukup banyak.
Asep Mulyana, peternak sapi perah setempat, menuturkan, beternak sapi perah tak perlu keahlian khusus. "Yang penting telaten dan fokus merawat sapi, niscaya, sapi akan menghasilkan susu yang bagus," kata Asep yang telah 15 tahun beternak sapi.
Alasan lain atas keputusannya beternak sapi di tahun 1995, karena usaha ini tak butuh modal besar. "Dulu sih yang penting punya sapi dulu, urusan pakan gampang karena di sekitar sini banyak rumput," ujarnya. Urusan kandang juga tak membutuhkan biaya besar. "Asal beratap untuk melindungi sapi dari hujan serta memilik bak untuk tempat pakan sapi juga sudah cukup," lanjutnya.
Namun kondisi tersebut ternyata tak langgeng. Kini, Asep kesulitan mendapatkan pakan berupa rumput hijau segar. "Makin banyak orang yang beternak sapi, sehingga cari rumput bagus jadi sulit," keluhnya. Selain itu, tanah di desanya juga banyak dijual dan di atasnya dibangun vila oleh pemilik baru.
Nunung Mulyana, yang mewarisi ternak sapi dari orang tuanya, menambahkan, sejak lima tahun terakhir, ia kesulitan mendapatkan pakan berupa rumput segar di sekitar rumahnya. "Sekarang saya harus pesan rumput ke Subang dan Purwakarta. Karena disini sudah tidak ada rumput," tutur Nunung.
Minah Komalasari juga terpaksa membeli rumput segar dan jerami ke beberapa pengepul. Setiap dua minggu sekali, Minah akan memesan pakan sapi itu satu mobil pick-up. Untuk memberi makan 12 sapinya, Minah pun harus mengeluarkan uang sebesar Rp 350.000. Sayangnya, harga pakan yang kian mahal tak berimbas pada harga susu yang mereka jual.
Namun, para peternak ini tak kehilangan akal. Untuk menutupi kebutuhan sapi berupa rumput hijau yang selalu mengalami kenaikan harga, mereka memberikan tambahan makanan seperti dedak, onggok, dan mako alias makanan konsentrat.
Mako memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan untuk sapi. Jenis makanan ini diyakini dapat membuat produktivitas sapi lebih tinggi. Selain itu, kandungan susu pada sapi pun lebih bagus. "Tapi terlalu banyak diberi mako juga tidak bagus karena sapi akan kembung," terang Nunung.
Jika sapi sudah terlihat kembung, Nunung pun langsung memberhentikan pemberian mako dan menggantinya dengan pakan rumput hijau. "Saya akan memberi mereka rumput secara terus-menerus selama dua minggu," terang Nunung.
Untuk menjaga stamina sapi tetap fit, Nunung juga mengatur pola pakan sapinya. Ia akan memberikan rumput hijau dengan porsi 70%. Sisanya, ia menyajikan campuran dedak atau mako sebagai santapan si sapi.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News