Sumber: | Editor: Dikky Setiawan
Sebagai sebuah kota mandiri, Deltamas boleh berbangga hati. Meski baru berusia enam tahun, kawasan itu telah memiliki semua fasilitas umum dan sosial. Mulai dari sekolah taman kanak-kanak hingga universitas, rumahsakit, pusat belanja, perkantoran, serta tempat rekreasi tersedia.
Letak kawasan ini cukup strategis, yakni di kawasan industri Cikarang, Bekasi. Nilai plus lain, di dalam kota mandiri Deltamas juga terdapat pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi. Apalagi, dari Ibukota, akses menuju tempat tersebut cukup mudah, yakni melalui jalan tol Jakarta-Cikampek.
Andalan lain kompleks perumahan ini adalah kehadiran Kampung Pohon. Kawasan ini merupakan sentra pedagang tanaman hias. Pengembang Deltamas menyediakan lahan seluas 10 hektare sejak Agustus 2008 untuk menampung pedagang. Ada sekitar 42 pedagang dan petani tanaman yang membuka usaha di Kampung Pohon. Tiap pedagang menempati lahan seluas 147 meter persegi, dengan lebar tujuh meter dan panjang 21 meter. Secara total, dari 10 hektare lahan, baru sekitar satu hektare yang digunakan.
Sama seperti sentra tanaman lain, semua jenis tanaman ada di lokasi ini; mulai dari tanaman hias seperti aglaonema, anthurium, philodenrom, codiaeum variegatum, alokasia, palm, adenium, euphorbia, hingga tanaman obat seperti ginseng zahra dan lainnya.
Namun, uniknya, masingmasing petani di Kampung Pohon menjual tanaman yang berbeda-beda. Salah satu tujuannya adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat. Misalnya, kios Taman Pelita Hati khusus menjual tanaman obat-obatan. Arifin, orang kepercayaan pemilik kios ini, menjual lebih dari 100 jenis tanaman obat.
Salah satu andalan Arifin adalah ginseng zahra. Tanaman ini bermanfaat untuk meningkatkan stamina, memperbanyak air susu ibu, dan obat penyakit dalam. Ada juga binahong yang bermanfaat memulihkan kondisi badan bagi orang yang baru menjalani operasi.
Pedagang lain, Pondok Krisna, khusus menjual tanaman anthurium. Franciscus Abi, pemilik Pondok Krisna, menyebut, saat ini di pondoknya ada sekitar 1.200 pot berisi berbagai jenis anthurium. Usia dan ukurannya pun beragam, mulai dari yang masih berupa bibit, usia tiga minggu, hingga yang sudah berumur tiga tahun.
Abi bilang, semua anthurium di pondoknya merupakan hasil dari pembibitan sendiri. Itu sebabnya, dia menjamin harganya jauh lebih murah daripada di tempat lain. "Saya tidak pernah mematok harga, biarkan pelanggan yang menentukan harganya sendiri," katanya.
Abi, yang juga Ketua Penjual Tanaman di Kampung Pohon, mengklaim, harga tanaman di Kampung Pohon bisa diadu dengan harga penjaja tanaman di tempat lain. "Karena, sebagian besar tanaman di Kampung Pohon hasil pembibitan sendiri," imbuhnya.
Arifin menambahkan, harga tanaman di Kampung Pohon lebih murah hingga 50% dari harga penjaja tanaman di pinggir jalan. Dia mencontohkan, harga ginseng zahra berusia empat bulan dan berukuran 30 cm hanya Rp 5.000. "Di tempat lain bisa Rp 10.000 - Rp 15.000," tandasnya.
Mengikuti kontes demi mendongkrak harga
Layaknya sebuah sentra tanaman hias, Kampung Pohon, Deltamas, juga menyediakan aneka jenis tanaman hias. Tanaman seperti aglaonema, anthurium, philodenrom, codiaeum variegatum, alokasia, palm, adenium, hingga tanaman euphorbia ada di tempat ini.
Bahkan, Kampung Pohon Deltamas juga menjual tanaman hias yang khusus diperlombakan di ajang kontes kecantikan tanaman. Hery Sasmito pemilik Rahda Flower, mengatakan, tanaman hias yang dijualnya sebagian besar dilego untuk ajang kontes. Di antaranya, jenis argus-adenium dan arabicum yang siap diikutkan perlombaan untuk kelas prospek, kreasi unik, hingga gaya bonsai. "Saya memang mengkhususkan menjual tanaman hias untuk kontes," katanya.
Saat ini, Hery memiliki sekitar 120 pot adenium khusus kontes. Mulai dari yang masih berbentuk bahan, setengah jadi, maupun sudah jadi alias siap dilombakan. Selama tiga tahun terakhir, dia telah menjual sekitar 80 adenium khusus kontes. Sayang, Hery enggan menyebutkan nilai omzet yang bisa dipetiknya dari menjual tanaman itu.
Yang jelas, harga satu pot tanaman hias siap kontes lumayan tinggi. Misalnya, jenis adenium siap kontes, harganya sekitar Rp 12 juta-Rp 20 juta per pot. Kendati harganya cukup menguras kantong, peminatnya datang dari berbagai kalangan dan daerah. Dari sekadar kolektor biasa hingga para penggila tanaman hias. "Pembelinya berasal dari Jawa, Bali hingga Sumatera," ungkap Hery.
Untuk menjaring pembeli, dia lebih sering memasarkan adenium kontes melalui pameran, komunitas pecinta adenium, hingga media internet. "Adapun nursery di Kampung Pohon memang saya jadikan sebagai tempat penyimpanan saja. Karena di sana suhunya cocok untuk tanaman adenium," katanya.
Selain menjual tanaman hias, Hery juga menerima proyek pembuatan tanaman hias untuk kontes hingga perawatan tanaman yang terkena penyakit. Bagi pemilik adenium yang ingin mempercantik tanamannya, Hery memasang tarif sekitar Rp 500.000 per pot. Namun, untuk perawatan tanaman, dia tidak mematok harga. "Dilihat dulu penyakitnya apa. Kalau hanya terkena jamur, tarif berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000," katanya.
Cristine, pemilik nurseri Inka Flora di Kampung Pohon, bilang, agar lebi cantih, tanaman hias memang membutuhkan perawatan khusus. Cantiknya penampilan tanaman hias di Kampung Pohon, juga karena dirawat sepenuh hati. Selain untuk tujuan berdagang, perawatan tanaman yang dilakukan para penjual juga demi perlombaan atau kontes.
Cristine pun mengaku acap mengikuti kontes tanaman hias. Namun, karena stok tanaman hias cantik yang dimilikinya tinggal sedikit, saat ini ia masih mempertimbangkan apakah akan tetap mengikuti kontes atau tidak. Contohnya adalah anthurium jenis jemani. "Karena stoknya tinggal satu, jadi saya simpan saja buat koleksi sendiri," katanya.
Lain lagi dengan Hery. Dalam waktu dekat, ia justru ini akan mengikuti kontes di dua lokasi sekaligus. "Jika menang, tentu akan meningkatkan nilai jual tanaman koleksi saya," katanya.
Sewa lahan habis, omzet mengempis
Para pedagang tanaman hias di Kampung Pohon, Deltamas, kini sedang pusing. Pasalnya, kontrak penyewaan lahan di tempat lokasinya berusaha akan habis dalam waktu dekat. Tepatnya pada 2 Agustus 2010, para pemilik nurseri di Rumah Pohon Deltamas sudah harus mengosongkan tempatnya.
Meski begitu, sebagian besar pemilik nurseri telah menyatakan niatnya tetap berusaha di Kampung Pohon. Padahal, selama bertahun-tahun membuka usaha di sana, investasi yang dikeluarkan para pedagang tanaman hias sampai sekarang belum balik modal.
Simak saja penuturan Franciscus Abi. Pemilik nurseri Pondok Krisna ini, mengaku, selama tiga tahun menjual tanaman hias Anthurium di Kampung Pohon, baru meraup pendapatan Rp 1,8 juta. Padahal, biaya operasional yang dikeluarkannya mencapai Rp 2 juta per bulan. "Jadi, penjualan saya selama tiga tahun hanya bisa menutup biaya operasional satu bulan," keluhnya.
Biaya operasional itu antara lain mencakup pembayaran air, listrik dan biaya lingkungan sekitar Rp 450.000, biaya tenaga kerja dan perawatan tanaman. Biaya itu belum termasuk investasi untuk pembelian lahan di awal kontrak yang senilai Rp11 juta dan biaya pembangunan nurseri. "Saya menghabiskan Rp 40 juta untuk mendirikan pondok, karena waktu mau menyewa memang hanya berupa lahan kosong," kata Abi.
Sepinya pembeli tanaman hias di Kampung Pohon, juga diamini Arifin, staf penjualan nurseri Taman Pelita Hati. Sejak dibuka pada Agustus 2007 lalu, sentra Kampung Pohon sepi pengunjung. Alhasil, pendapatan para pedagang tanaman di sana sangat sedikit.
Padahal, lokasi kawasan Kampung Pohon tergolong cukup strategis. Kekurangannya, lokasi penjualan tidak ditata dengan apik. Anda yang kebetulan melintasi Kampung Pohon, mungkin tidak mengetahui bahwa di tempat itu terdapat sentra penjualan tanaman hias. Maklum, di pintu masuk atau gapura, tidak ada petunjuknya. Sehingga, tidak menunjukan adanya sentra tanaman hias di sekitar situ.
Memang, sepinya pengunjung telah disadari oleh para pedagang tanaman hias di Kampung Pohon. Indikasi ini bisa dilihat dari semakin sedikitnya jumlah pedagang. Dari sekitar 42 pedagang dan petani tanaman hias di Kampung Pohon, kini hanya sekitar 20 pedagang yang masih aktif. "Pedagang lain biasanya hanya buka pada hari Sabtu dan Minggu saja. Sebab di hari libur, jumlah pengunjung masih lebih baik dari hari kerja," kata Arifin.
Sepinya pengunjung tak hanya berbuntut pada omzet pedagang yang kosong melompong. Mereka pun tidak bisa membayar sewa lahan nurseri. Akibatnya, pengembang kerap mematikan aliran listrik dan air di pondok-pondok pedagang. Franciscus Abi berharap, kelak ketika memasuki masa jatuh tempo, para pedagang bisa memperpanjang kontrak lahannya kepada pengembang Deltamas.
Menurutnya, keinginan itu sudah pernah disampaikan. Namun, sampai saat ini kepastian perpanjangan kontrak belum juga diperoleh. "Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada respon," kata Ketua Pedagang Tanaman Hias Kampung Pohon itu.
Berbeda dengan Abi, nada pesimistis diungkapkan oleh Cristine, pemilik nurseri Inka Flora. Ia mengaku ragu pihak pengembang Deltamas akan memperpanjang kontrak sewa lahan tersebut. "Sebab memang dari awal tidak ada hitam di atas putih," katanya.
Tapi, sama seperti pemilik nurseri lainnya, ia berharap pengembang Deltamas bisa memenuhi keinginan para penjual tanaman hias itu. Toh, keberadaan Kampung Pohon dapat menambah nilai jual perumahan di Deltamas. Sebab, di kota mandiri itu, selain Kampung Pohon tidak ada lagi sentra khusus yang menjual tanaman hias.
Abi, Cristine dan pemilik nurseri lainnya, berkeinginan paling tidak bisa menyewa lahan berusaha hingga tiga tahun ke depan. Dengan begitu, harapan investasi kembali dan meraup laba masih terbuka lebar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News