Reporter: Fahriyadi | Editor: Tri Adi
Demi menyiasati lesunya penjualan, para pedagang di sentra penjualan tekstil di Jalan Perniagaan, Medan, melakukan sejumlah inovasi, seperti menambah barang dagangan atau menerapkan strategi jemput bola ke rumah konsumen. Cara ini terbilang efektif mendongkrak omzet penjualan para perdagangan di sana.
Butuh kejelian dalam menjaring pasar ketika berdagang di sebuah sentra penjualan produk yang bersifat homogen. Maklum, persaingan bisnis di sentra penjualan seperti itu, biasanya sangat ketat. Jika tak pandai-pandai menerapkan strategi usaha, tak mustahil pendapatan akan tergerus persaingan.
Kondisi itu juga berlaku bagi para pedagang di sentra penjualan tekstil di Jalan Perniagaan, Medan. Memasuki periode tahun 2000, sentra ini semakin dijejali para pedagang tekstil dari dalam maupun luar kota Medan.
Banyaknya penyedia kios yang menjual dan menyewakan tokonya adalah salah satu sebab semakin maraknya para pedagang tekstil di sentra ini. Maria, seorang pedagang tekstil di sentra tersebut, bilang, saat ini persaingan bisnis antarpedagang telah mencapai puncaknya. Indikasi ini bisa dilihat dari terus melesunya penjualan tekstil di sana.
Maria menuturkan, meski komoditas dagangannya beragam dan berbeda-beda, pasar yang dibidik para pedagang di sentra ini seragam. Yaitu warga kota Medan dan sekitarnya.
Karena itu, menurut dia, agar tetap bisa bertahan di tengah ketatnya persaingan, para pedagang di sentra ini harus memuaskan para konsumen. Caranya dengan memberikan pelayanan terbaik, sekaligus mencoba inovasi bisnis yang baru.
Nah, salah satu inovasi baru yang coba ditawarkan oleh Maria adalah menjual kain batik sutera, komoditas yang belum terlalu banyak dijual di sentra ini. Menurutnya, batik memang sedikit kalah pamor dibanding kain ulos yang menjadi ikon busana adat warga setempat.
Meski begitu, belakangan ini popularitas batik kembali terdongkrak. Ini membuat para pedagang tekstil seperti Maria mencoba peruntungannya dalam menjual batik.
Toh, pilihan itu tidak salah. Batik yang dijual Maria laris manis diserbu pembeli. Dia memperkirakan, kini separuh dari omzet usahanya berasal dari penjualan batik sutera.
Ketatnya persaingan bisnis juga dialami Ramli Nasry, pemilik toko Era Gordyn. Menurut pria berusia 52 tahun ini, sekarang ada 50 pedagang yang menjual produk serupa dengannya, yakni seprai dan gorden.
Ramli bilang, kondisi itu semakin memperburuk penghasilan kiosnya. Untuk mengatasi masalah itu, dia mencoba menerapkan strategi bisnis. Salah satunya melakukan jemput bola untuk menjaring pelanggan.
Jadi, Ramli mendatangi sendiri para calon pelanggannya dengan memberikan contoh produk yang dijualnya. "Sekaligus memenuhi permintaan yang diinginkan konsumen," imbuhnya.
Strategi itu ditempuh Ramli lantaran kiosnya tidak hanya menjual gorden dan seprai. Lebih dari itu, dia juga mendesain bentuk dan warna produk yang dijualnya.
Ramli menawarkan produk nya itu ke sejumlah kantor pemerintahan dan kawasan perumahan elit di kota Medan. Cara seperti itu perlu dilakukan mengingat tidak adanya wadah seperti koperasi atau asosiasi yang menaungi para pedagang di sana. "Sistem di sini adalah yang kuat yang bisa bertahan," imbuhnya.
Ramli mengaku, strategi jemput bola itu cukup efektif mengatrol omzetnya. "Jika suasana sedang baik, total omzet saya bisa mencapai Rp 50 juta per bulan," katanya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News