Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi
Demi menjaga eksistensi dan menyelaraskan kepentingan, puluhan pedagang serabi di Desa Ngampin itu membentuk Paguyuban Serabi Mekar Sari. Lewat paguyuban itu mereka mengatur produksi juga membuat sistem pembiayaan simpan pinjam khusus untuk anggota.
Berangkat dari kepentingan ekonomi yang sama, pedagang serabi di Desa Ngampin, Kecamatan Ambarawa, Semarang, sepakat membentuk organisasi bernama Paguyuban Serabi Mekar Sari.
Ada 70 pedagang dari 100 pedagang serabi yang bergabung menjadi anggota paguyuban. Selain menjadi tempat bermusyawarah soal penjualan serabi, paguyuban juga menjadi ajang pengikat rasa kekeluargaan antarpedagang.
Memang tidak semua pedagang serabi ikut bergabung menjadi anggota. Pihak paguyuban pun tidak keberatan karena tidak ada paksaan menjadi anggota.
Romiyati, sebagai ketua Paguyuban Serabi Mekar Sari bilang, salah satu fungsi paguyuban adalah membuat aturan main berdagang serabi di Jalan MGR Sugiyopranoto itu. "Aturan itu untuk kesejahteraan kami bersama," terang Romiyati.
Untuk mengambil keputusan, anggota paguyuban menerapkan asas kekeluargaan dan musyawarah untuk mufakat. Keputusan yang sudah diketuk palu kelak mesti ditaati seluruh anggota paguyuban.
Contoh, keputusan membatasi produksi serabi maksimal 11 kilogram (kg) per hari untuk setiap pedagang. Keputusan itu mesti dipatuhi anggota. Selain mencegah kelebihan produksi, aturan itu untuk mencegah terjadi monopoli penjualan serabi pada segelintir pedagang serabi.
Menurut Romiyati, pembatasan produksi itu membuat pedagang serabi punya kesempatan sama dalam meraih keuntungan. "Karena kami sudah seperti keluarga, jadi kami sama-sama berbagi rezeki," tutur Romiyati.
Jika ada pedagang yang telah habis menjajakan serabinya, maka ia wajib pulang dan tidak boleh menambah produksi lagi. Adanya pengaturan produksi itulah yang membuat tertarik pedagang serabi bergabung dalam paguyuban.
Seperti yang disampaikan Kestri, anggota paguyuban, bilang, pembatasan produksi itu membuat ia bisa mendapat keuntungan yang sama dengan pedagang-pedagang yang lain. "Aturan itu membagi rezeki lebih adil," jelas Kestri.
Namun, aturan pembatasan produksi tidak diberlakukan saat musim Lebaran atau saat permintaan serabi naik drastis. "Lebaran saatnya bagi anggota mendapatkan rezeki berlebih, Mereka bisa memproduksi sebanyak-banyaknya," kata Kesti.
Selain membuat aturan berdagang, paguyuban juga memiliki pertemuan rutin bulanan. Dalam pertemuan itu, setiap anggota mengumpulkan iuran wajib senilai Rp 2.000 per bulan dan iuran sosial Rp 1.500 per bulan. "Ketika anggota membutuhkan dana, mereka bisa meminjam uang kas paguyuban tanpa harus bayar bunga," terang Romiyati.
Bersumber dari iuran anggota itulah paguyuban mampu menyimpan kas hingga Rp 30 juta. Dana kas tersebut sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan anggota. Seperti yang dilakukan Siti Suryatinah, pedagang serabi yang meminjam uang kas paguyuban untuk membenahi warung tempat ia berdagang. "Uang kas itu membantu usaha kami," katanya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News