Reporter: Noverius Laoli | Editor: Tri Adi
Fahrudin kini telah sukses membangun bisnis mi dengan meraup omzet rata-rata Rp 300 juta per bulan. Meski terbilang sukses, ia tidak berpuas diri. Naluri bisnisnya tetap saja memanggil. Tahun 2009, ia merambah bisnis lain, yakni usaha peternakan sapi potong.
Ide awal bisnis ini datang, setelah ia melihat tingginya kebutuhan daging sapi di Palembang. Sementara itu, pasokannya terbilang minim, terutama menjelang Idul Adha atau hari-hari besar lainnya. "Masyarakat Palembang sering kekurangan suplai daging sapi menjelang Lebaran Haji," kata Fahrudin.
Melihat fakta itu, ia pun tertarik untuk mengembangkan usaha peternakan sapi potong. Demi melancarkan usahanya, ia membeli lahan seluas 1 hektare (ha).
Lahan seluas itu digunakannya sebagai tempat beternak sekaligus membangun rumah tempat tinggalnya. "Lebih dari setengah ha untuk peternakan dan sisanya saya pakai buat rumah saya sendiri," ujar Fahrudin.
Di usaha peternakan ini, ia fokus pada pembesaran saja. Hingga kini, Fahrudin sudah memiliki 60 ekor sapi. Dia memesan puluhan sapi itu dari daerah sekitar Palembang. Saat dibeli umurnya masih sekitar setahun. Setelah dipelihara hampir delapan bulan, sapi kemudian dijual lagi.
Saat dibeli dari peternak, harga sapi itu masih di kisaran Rp 5 juta-Rp 6 juta per ekor. Namun, setelah digemukkan selama delapan bulan, harga sapi naik menjadi sekitar Rp 9 juta-Rp 10 juta per ekor. "Biasanya saya menjualnya saat Lebaran Haji sebagai hewan kurban," jelasnya.
Selain Lebaran Haji, ia juga melayani pemesan untuk kebutuhan pesta dan sebagainya. Fahrudin melihat prospek bisnis sapi di Palembang masih cerah. Selain pemainnya sedikit, kebutuhan di Palembang juga relatif tinggi.
Selain usaha peternakan sapi potong, Fahrudin juga berencana merambah bisnis properti. Untuk itu, ia sudah menyiapkan diri dengan membeli tanah seluas 2 hektare di pinggiran Kota Palembang.
Motivasinya masuk bisnis properti semakin kuat setelah mengetahui harga jual tanahnya tersebut sudah naik dua kali. Tanah 2 hektare itu dibelinya tiga tahun lalu dengan harga Rp 100.000 per meter persegi. Sekarang, harganya sudah berlipat menjadi Rp 200.000 per meter persegi. "Awalnya tanah itu untuk aset saya saja, tapi setelah tahu naiknya cepat saya tertarik masuk ke bisnis properti juga," jelasnya.
Keinginan merambah bisnis properti itu juga muncul berkat dorongan teman-temannya. Maklum, beberapa rekan bisnis Fahrudin yang sudah terjun ke bisnis properti, rupanya menuai kesuksesan.
Namun, ia tidak mau terburu-buru merambah bisnis tersebut. Fahrudin masih menghitung-hitung dulu bisnisnya agar tidak merugi di belakang hari. "Tapi yang pasti akan saya jalani secara pelan-pelan, dan hitung-hitung itu penting sebagai aset saya," ujarnya.
Semua modal yang dipakainya dalam merintis usaha ini merupakan hasil dari menyisihkan keuntungan dari membuat mi. Karena itu, bagi Fahrudin, usaha pembuatan mi tetap bisnis utamanya. "Bisnis mi merupakan bisnis utama yang tetap akan saya besarkan," ujarnya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News