Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendanaan terhadap perusahaan rintisan atau startup di Indonesia telah mengalami musim dingin dalam dua tahun terakhir. Jumlah investasi ke perusahaan startup terus mengalami penurunan. Kondisi yang sama terjadi di negara-negara Asia Tenggara.
Berdasarkan laporan SE ASIA Deal Review, pendanaan startup di Asia Tenggara pada kuartal I 2024 hanya mencapai US$ 1 miliar, turun 41% secara tahunan. Sementara startup di Indonesia hanya menghimpun modal US$ 91,7 juta atau turun 36% secara tahunan menurut data Tracxn. Penurunan tersebut terjadi karena investor mulai fokus memperhatikan profitabilitas ketimbang pertumbuhan di tengah era suku bunga tinggi.
Kendati demikian, penurunan minat investor berinvestasi pada startup tak berlaku di semua sektor. Rupanya, saat ini sektor teknologi ramah lingkungan (greentech) dan sektor dengan model bisnis melakukan penjualan langsung kepada konsumen (direct to customer/D2C) tengah dilirik para investor.
Devina Hartono, Executive Director Endeavor menyebutkan, sektor greentech diminati karena semua orang saat ini semakin fokus memperhatikan aspek lingkungan.
Baca Juga: Startup Komers Dipercaya Sebagai Business Provider Meta
Sementara D2C dilirik karena D2C di Indonesia terus berkembang di tengah meningkatnya popularitas belanja online hingga pengembangan infrastruktur yang mendukung perusahaan berorientasi pada konsumen. “Pada tahun 2024, akan banyak potensi pertumbuhan pada startup greentech dan bisnis dengan model D2C,” kata dia, Rabu (26/6).
Ia mengungkapkan, minat investor yang tinggi terhadap dua sektor itu terlihat dari perhelatan MatchCAP Asia 2024 yang digelar oleh Endeavor baru-baru ini.
Lewat ajang tersebut, Endeavor mempertemukan 90 investor terkemuka dan 70 startup inovatif. Dari situ terlihat bahwa sektor utama yang menarik minat paling banyak dari modal ventura adalah greentech dan D2C.
Endeavor merupakan organisasi nirlaba global yang membantu pengusaha dengan potensi dampak ekonomi yang tinggi. Organisasi ini membantu para pendiri usaha dari startup high impact untuk meningkatkan skala bisnisnya dengan cepat. Endeavor berdiri sejak tahun 1997 dan telah hadir di 40 negara, termasuk Indonesia sejak tahun 2012.
Devina mengatakan, Endeavor Indonesia saat ini memang fokus untuk membantu para pengusaha dari startup yang bukan baru fase pengembangan untuk semakin memperbesar skala bisnisnya lewat mentorship, membuka fasilitas sharing antar sesama pengusaha, dan membantu akses terhadap permodalan.
Baca Juga: Upaya Menjaring Pembudi Daya Lebih Banyak
Dukungan tersebut diberikan lewat program scale-up. Hingga tahun 2024 ini, Endeavor Indonesia telah memiliki 98 Entrepreneur Endeavor dari 67 perusahaan yang ikut dalam program scale up tersebut.
Namun, Endeavor juga sudah mulai mencuri start memberikan dukungan terhadap pendiri startup yang baru fase pengembangan pada sektor-sektor yang prospektif seperti greentech dan D2C. “Mereka diharapkan bisa berkembang lebih cepat sehingga bisa masuk pada program scale-up,” kata Devina.
Dukungan tersebut dilakukan lewat program Greentech Entrepreneurs Network (GEN). Ini merupakan program akselerator dan sebuah hub yang bertujuan untuk mendorong dan mengkatalisasi pertumbuhan vertikal Green Tech di Indonesia. Program tersebut digelar bekerja sama dengan GIZ Indonesia, Bappenas, dan Ikhtiar Indonesia.
Devina mengatakan, program tersebut difokuskan pada startup yang bergerak di bidang ekonomi sirkular, sektor pengelolaan sumber daya alam, dan sektor transisi energi. Program GEN gelombang satu diikuti 35 pendiri startup.
Devina menambahkan, pihaknya lewat jaringan yang kuat akan terus membina para high-impact entrepreneur yang senantiasa memiliki ide inovatif, menciptakan peluang kerja, serta memberikan dampak sosial yang mendalam dengan meningkatkan standar hidup komunitas sekitar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News