Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri coffee shop di Indonesia semakin kompetitif, menuntut pelaku usaha untuk memiliki strategi bisnis yang jelas agar dapat bertahan dan berkembang.
Titik Koma, brand kopi yang berdiri sejak 2016 dan kini memiliki 47 cabang di 18 kota di Indonesia, berbagi pengalaman dalam menghadapi tantangan di industri ini.
CEO dan salah satu pendiri Titik Koma, Andrew Prasetya Goenardi, menekankan bahwa kunci utama mempertahankan eksistensi di tengah persaingan sengit adalah memiliki positioning yang jelas.
Baca Juga: Dukung Industri Kopi Lokal Maju, Roemah Koffie Hadir di Pameran SIAL Interfood 2024
Industri kopi memiliki segmen pasar yang luas, mulai dari kelas premium hingga yang lebih terjangkau. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha harus memahami target pasarnya agar dapat bersaing secara efektif.
"Industri kopi itu sangat bervariasi, kita berada di bisnis yang red ocean. Dari harga murah hingga mahal, semuanya memiliki pasar. Yang harus kita ketahui adalah di mana kita ingin berada," ujar Andrew dalam siaran pers, seperti dikutip, Senin (24/2/2025).
Salah satu strategi utama Titik Koma adalah membangun branding yang kuat agar tetap berada di top of mind pelanggan.
Brand ini berupaya menghadirkan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan, seperti menyediakan suasana nyaman untuk bekerja, pertemuan bisnis, atau sekadar bersantai.
Beberapa gerai Titik Koma bahkan dilengkapi dengan ruang pertemuan privat untuk meningkatkan kenyamanan pelanggan.
Baca Juga: JICC Siap Jadi Pusat Kolaborasi Industri Kopi Global Hadir Kembali pada Oktober 2024
Selain itu, Titik Koma juga berfokus pada kualitas bahan baku. Andrew menegaskan bahwa mereka tidak akan mengorbankan kualitas biji kopi demi harga yang lebih murah.
"Faktor utama bagi kami adalah kualitas beans. Jika beans-nya tidak berkualitas, maka rasanya pasti akan berpengaruh," jelasnya.
Belajar dari pengalaman, Titik Koma juga lebih selektif dalam menentukan produk yang dijual. "Kami pernah mencoba menjual minuman yang sedang tren, tetapi akhirnya sadar bahwa jika kami sendiri tidak bisa menikmatinya, maka itu bukan produk yang layak kami jual," tambah Andrew.
Untuk memastikan kualitas produk tetap terjaga, Titik Koma menekankan pentingnya pengembangan sumber daya manusia, khususnya barista. Dengan sistem pelatihan yang ketat, mereka berupaya menciptakan barista yang terampil dan selalu berinovasi dalam menyajikan kopi berkualitas.
"Menjadi barista itu perjalanan yang tidak ada akhirnya. Kami ingin memastikan barista kami memiliki dasar ilmu yang kuat dan semangat untuk terus berkembang," ujar Andrew.
Baca Juga: Persaingan Bisnis Alat Elektronik Kian Ketat, Begini Strategi AQUA Elektronik
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, Titik Koma mengadopsi strategi ekspansi melalui model franchise. Menurut Andrew, bisnis kopi tidak sekadar mengikuti tren, tetapi juga harus memiliki fondasi yang kuat.
"Jika secara finansial tidak sehat, itu bukan bisnis, melainkan hobi," katanya.
Ia menekankan bahwa ekspansi tidak dapat dilakukan tanpa sistem manajemen yang solid, terutama dalam aspek operasional, keuangan, dan sumber daya manusia. Franchise menjadi solusi untuk memperluas jangkauan bisnis dengan modal yang lebih terdistribusi, sementara mitra franchisee mendapatkan keuntungan dari sistem yang sudah teruji.
Ketua Umum Perkumpulan Profesional & Inovator Kopi Indonesia (PaPIKI), Steve Hidayat, menyebut franchise sebagai pendorong utama pertumbuhan bisnis kopi.
"Di sektor hilir, konsumsi kopi per kapita di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Dengan sistem franchise, pertumbuhan bisnis kopi, terutama coffee shop, sangat terbantu dan berkembang pesat," ujarnya.
Baca Juga: Indomilk & Tetra Pak Dukung Industri Kopi di Indonesia di Jakarta Coffee Week 2024
Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah pemain di industri ini, inovasi dan diferensiasi menjadi faktor krusial untuk tetap bertahan.
Pengamat waralaba dari Proverb Consulting, Erwin Halim, menyarankan agar brand kopi lokal fokus pada peningkatan brand awareness dan brand equity.
"Selain itu, bisnis perlu melakukan inovasi dari sisi produk, layanan yang lebih cepat, serta harga yang kompetitif," ujarnya.
Dengan strategi yang terarah dan inovasi yang berkelanjutan, Titik Koma berupaya untuk terus berkembang dan mempertahankan posisinya di industri kopi yang semakin kompetitif.
Selanjutnya: Hyundai Bersiap Pasarkan Mobil Listrik Ioniq 9 di Indonesia
Menarik Dibaca: Cuaca Besok di Jogja dan Sekitarnya, Kompak Hujan Mulai Siang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News