Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini
Kreatif dan pandai melihat peluang kerap menjadi kunci sukses seorang pebisnis. Salah satu yang membuktikannya adalah Muhlis, pemilik usaha kerajinan Umi Handicraft di Yogyakarta.
Ia sukses menyulap limbah batok kelapa menjadi aneka aksesori seperti tas, gelang, kalung, tempat permen, sabuk, hingga celengan. Usaha yang dirintisnya sejak tahun 2001 itu terus berkembang hingga kini, meski banyak pesaing bermunculan. "Kuncinya, kualitas dan inovasi produk," ungkap pria kelahiran Madura, 39 tahun silam ini.
Muhlis berceritera, awalnya ia terpaksa merantau ke Yogyakarta karena tidak punya uang untuk kuliah. Namun, nasibnya berubah, karena jeli melihat peluang bisnis selama kerja serabutan di Yogyakarta.
Kini, ia mampu mengantongi penghasilan Rp 150 juta per bulan. Maklum, hasil kreasi Umi Handicraft tak hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi merambah pasar ekspor, yakni Turki dan Eropa. Selain membuka kios di Malioboro, Yogyakarta, ia pun sudah punya gerai di Thamrin City, Jakarta.
Aksesori buatannya dijual dengan harga yang beragam dari hanya Rp 2.000 hingga Rp 50.000. Yang Rp 2.000 misalnya, suvenir berubah dompet bulat, sementara yang dilego Rp 50.000 antara lain tas berbentuk kotak.
Muhlis bilang, saat ini kapasitas produksinya mencapai 15.000 item per bulan. Sebagian besar adalah pesanan klien di luar negeri.
Saat ini, ia dibantu dua pegawai tetap. Namun, ia juga melempar pengerjaan kepada tiga perajin lain. Ketiga perajin itu masing-masing mempekerjakan belasan pekerja. "Proses di perajin itu hanya sampai pembentukan produk. Nanti, finishing tetap kami yang garap," tutur Muhlis.
Ternyata, cara itu dilakoninya untuk tujuan yang mulia. Dalam proses finishing aksesori, Muhlis melibatkan para ibu rumah tangga di lingkungan tempat tinggal di Yogyakarta. Ia ingin memberdayakan para ibu rumah tangga supaya bisa menghasilkan uang untuk membantu keluarga.
Dengan tujuan yang sama, ia juga kerap memproduksi sebagian pesanan yang masuk di kampung asalnya, di Madura. Ia ingin warga tempat asalnya mampu menghasilkan uang lewat Umi Handicraft. "Misalnya, saya tinggal satu minggu di Madura, di sana saya ajak warga untuk membantu membuat sabuk atau tas. Seminggu di sana bisa membuat 10.000 item," ujar lulusan salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Madura ini.
Supaya pasokan bahan baku batok kelapa selalu lancar, Muhlis bekerja sama dengan para pembuat makanan geplak di Yogyakarta. Memang, jumlah perajin makanan yang berbahan baku utama kelapa itu, cukup banyak di kota pelajar tersebut.
Dulu dia mendapat batok secara cuma-cuma. "Sekarang karena mereka sudah tau bahwa itu akan diolah lagi, saya harus membeli satu karung seharga Rp 25.000," bebernya.
Muhlis mengaku, promosi yang dilakukan masih dominan dengan cara tradisional, yakni dari mulut ke mulut. Sesekali, ia ikut pameran. Cara ini terbilang mujarab. Buktinya, selama hajatan Pekan Raya Jakarta (PRJ) tahun ini, ia meraup omzet Rp 86 juta. (Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News