kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sukses setelah membelah duren


Rabu, 13 Juni 2018 / 09:00 WIB
Sukses setelah membelah duren


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Saat yang lain berlomba-lomba membuka dan menambah cabang, Prawira melakukan sebaliknya. Meski bisnisnya kian moncer, pemilik usaha kuliner olahan durian ini memilih fokus mengelola satu gerai yang berada di daerah Bandung, Jawa Barat.

Berkibar dengan nama Belah Doeren, kini, usaha milik pria yang lahir 14 Oktober 1984 ini punya belasan karyawan, dengan omzet rata-rata mencapai Rp 300 juta hingga 350 juta per bulan. “Sebulan menghabiskan satu ton sampai dua ton durian,” ungkap Prawira.

Tapi, seperti kebanyakan pengusaha sukses lainnya, perjalanan bisnis kuliner lulusan Program Studi Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) ini penuh liku. Sebelum buka usaha makanan olahan duren, ia sempat berbisnis kuliner lainnya. Bukan cuma satu atau dua tapi empat usaha kuliner. Cuma, gagal semua.

Awalnya, Prawira berkisah, dirinya masuk ke bisnis kuliner lantaran kebutuhan. Dia sudah berkeluarga dan kendaraan yang paling cepat untuk memenuhi kebutuhan, menurutnya, adalah berwirausaha, sekalipun dirinya telah bekerja.

Usaha pertamanya, jadi agen makanan beku (frozen food). Prawira menjualnya di seputaran kompleks perumahannya di Bandung, dengan layanan antar (delivery). “Tapi ternyata, sering kecolongan di stok, produk tidak sesuai,” katanya yang kemudian menjadi reseller aneka kue namun gagal juga.

Berikutnya, lelaki kelahiran Bandung ini membuka restoran kecil. Tetapi, akibat tidak memperhatikan sisi pelayanan, usahanya kembali gulung tikar.

Begitu juga dengan usaha burger di sebuah kantin kampus. “Tidak fokus dan tak terkontrol karena saya kerja di Jakarta,” ujar Prawira yang sempat bekerja di beberapa perusahaan konstruksi di Ibukota RI.

Hingga suatu hari di tahun 2012, temannya yang punya bisnis pujasera di daerah Cempaka Putih, Jakarta, meminta Prawira untuk mengisi ruang kosong dan membebaskan berjualan apa saja. Lantaran pernah gagal berkali-kali, tawaran itu tak langsung dia sambar.

Ia pun melakukan survei lokasi lebih dulu. Penjualan yang cukup baik dari semua tenant yang ada di pujasera itu membuat Prawira memutuskan kembali berbisnis kuliner. Tapi, dia belum sampai pada keputusan akan dagang apa.

Hingga suatu saat, Prawira melihat ada sebuah mobil bak penjual duren medan yang ramai banget oleh pembeli. “Dan, saya lihat ada pembeli yang makan duren minta nambah terus. Dalam hati saya berkata, kok, nambah ya, kayak makan nasi saja,” ujar Prawira.

Riset pasar

Dari situ, ia mulai melakukan riset pasar tentang para pecinta buah berduri itu, dengan mendatangi pedagang duren dan toko-toko yang menjual produk olahan durian. Dia mengamati perilaku para pembeli.

Tidak cuma itu, Prawira juga menggali lewat media sosial, dengan memperhatikan akun-akun pecinta atau komunitas kuliner. “Saya pun menyimpulkan, bahwa market durian fanatik, mereka tidak mempermasalahkan harga, asalkan rasa dan kualitas baik, mereka oke saja. Ini bisa menjadi peluang, bisa saya tekuni,” imbuhnya.

Akhirnya, Prawira mencoba berbisnis makanan olahan durian yang simpel dulu, yakni pancake durian. Saat itu, kue dadar durian belum jadi industri. November 2012, ia resmi membuka usaha pancake durian.

Sebagai pemula, hasilnya cukup bagus di bulan pertama. Dia sudah bisa mendulang untung. “Pasar di Jakarta bagus sebetulnya, cuma saya berpikir, kenapa tidak buka usaha di Bandung saja,” katanya.

Maklum, sang istri dan dua anaknya masih tinggal di kota kembang. Kebetulan, di Jalan Trunojoyo, Bandung, ada jongko alias kedai kecil yang kosong dengan sewa hanya Rp 2,3 juta per bulan termasuk listrik. Maret 2013, Prawira pun menutup usahanya di Jakarta dan memindahkan ke Bandung.

Modal awal untuk membuka usaha kuliner olahan durian di Bandung hanya Rp 10 juta sudah termasuk untuk renovasi kecil jongko. Lantaran masih bekerja di Jakarta, ia menyerahkan pengelolaan gerai kepada istrinya. “Saya weekend saja, saat libur kerja dan pulang ke Bandung,” ucap suami dari Mega Agna Annisa ini.

Ternyata, bulan pertama di Bandung, respons pembeli di luar dugaan, sangat ramai hingga antrean mengular. Dia pun akhirnya memutuskan mengundurkan diri dari pekerjaan.

Tapi sebelumnya, ia meminta izin dulu kepada sang ibu karena harus fokus pada usaha ini. “Sebulan pertama omzetnya sudah lumayan, sampai Rp 100 juta. Itu yang jadi pegangan untuk meyakinkan orangtua bahwa ada potensi,” ujarnya.

Prawira mengusung nama Belah Doeren sebagai brand. Alasannya, nama itu nyeleneh dan sangat mudah untuk diingat.

Jika dikaitkan dengan filosofi, Belah Doeren identik dengan sesuatu atau pengalaman yang ditunggu-tunggu. Nah, dia berharap, Belah Doeren menjadi sesuatu yang terus dinantikan dan membuat ketagihan para pecinta duren.

Beda dengan di Jakarta yang masih mengambil pancake dari orang lain, di Bandung Prawira memproduksi sendiri. Sang istri yang membuatnya. “Untuk menekan biaya dan meminimalisir ketergantungan, maka saya putuskan untuk memproduksi sendiri,” jelas Prawira.

Bahan baku durian ia datangkan langsung dari Medan. Awalnya, ia memesan satu koli atawa dus besar dulu, sekalian penjajakan dengan beberapa mitra untuk menjadi pemasok.

Tak hanya memproduksi pancake, Prawira juga membuat olahan durian lainnya. Mulai durian saus vanila, es krim durian, durian bakar, hingga sus durian. Produk-produk ini berangkat dari hasil risetnya.

Pusat oleh-oleh

Melihat grafik usahanya yang menanjak, Prawira pun memberanikan diri membuka cabang. Dalam setahun, ia membuka enam cabang yang tiga di antaranya bercokol di mal. “Saya merasa kalau mau berhasil harus duplikasi usaha,” katanya.

Namun, keputusannya kali ini salah. Meski tidak merugi, pertumbuhan penjualan cabang-cabangnya jalan di tempat. Salah satu penyebabnya, Prawira tidak melihat pasar dan kompetitor yang berubah.

“Hikmahnya, jika terlalu cepat membuka cabang tanpa diikuti dengan keilmuan dan sistem yang baik, maka tinggal menunggu masalah saja. Jadi, bukan duplikasi untung, tapi duplikasi masalah,” ungkap Prawira yang punya hobi kulineran.

Untuk mengangkat penjualan, ia pun mulai membuat produk patisseries yang bisa didistribusikan lebih jauh dan jadi oleh-oleh khas Bandung. Lahirlah brownies duren bakar. “Saya melihat, jangan cuma dessert karena sekarang banyak kafe. Kafe tentu menawarkan beragam dessert dan tempatnya juga lebih enak,” ujar dia.

Tambah lagi, ketika itu, tahun 2015, pancake duren sudah menjadi industri di Medan. Alhasil, banyak sekali reseller kue dadar durian di Bandung.

Prawira terus berinovasi dengan membuat chewy soes, buttercake durian, mille crepe durian, dan nastar durian. Dan ternyata, produk patisseries ini banyak yang membeli untuk dijadikan oleh-oleh. “Cuma sebetulnya, ruh Belah Doeren ada di istri karena dia inovatornya dengan selalu riset produk juga tes pasar,” sebut dia.

Akhirnya, pada 2016, dia memutuskan untuk menutup semua cabang dan fokus mengelola gerai di Trunojoyo. Apalagi, tahun itu Go-Jek masuk ke Bandung.

“Saya mulai belajar online marketing yang ternyata bagus untuk proses distribusi. Dari situ saya baru sadar, untuk distribusi tidak harus membuka cabang,” kata Prawira.

Tapi, sempat ada godaan untuk bikin brand baru. Cuma, Prawira. dan istri memutuskan untuk tetap fokus di Belah Doeren. Sebab, mereka melihat, penyakit dari pengusaha pemula adalah tidak fokus.

Saat ini Prawira juga sangat menaruh perhatian pada data pelanggan, baik yang berasal dari penjualan offline maupun online. Sehingga, dia bisa tahu karakteristik pelanggan, mulai produk apa saja yang dibeli hingga berapa uang yang dihabiskan untuk belanja di Belah Doeren.

“Nanti ini semua sebagai bahan kami membuat customer relationship management (CRM). Jadi, tidak hanya fokus mengakuisisi pelanggan, pertumbuhannya juga kami baca dan retensinya pun kami perhatikan,” ujarnya.

Tentu, Prawira ingin usahanya semakin berkembang. Ia berharap, Belah Doeren bisa jadi tempat wisata kuliner durian di Bandung dan pusat oleh-oleh.

“Tempat saya saat ini memang kecil. Artinya, kan, saya memang fokus bukan ke produk dessert, saya khususkan ke produk yang lalu lintas penjualannya tinggi, take away, pusat oleh-oleh,” imbuh dia.

Yang jelas, mengembangkan usaha butuh keilmuan.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×