Reporter: Diade Riva Nugrahani | Editor: Tri Adi
Sementara lebih banyak orang menjual jahe merah mentah, Syaeroji memilih mengolahnya bersama gula merah menjadi bubuk minuman siap saji. Kini, bubuk jahe merah bermerek Labeur Jahe sudah tersebar di banyak kota dan gerai ritel modern.
Jahe merah sudah dikenal memiliki khasiat bagi kesehatan. Selain menghangatkan badan, jahe merah bisa meningkatkan stamina dan mencegah rematik. Syaeroji berhasil mendulang sukses dari bisnis olahan jahe merah ini.
Menggunakan merek dagang Labeur Jahe, pemasaran jahe yang sudah dicampur dengan gula merah itu sudah menjangkau lebih dari 150 agen dan beberapa supermarket seperti Tip Top. Kini, setiap bulan, Syaeroji yang lahir di Lebak, 27 Maret 1975, ini setidaknya menghasilkan 35.000 kilogram bubuk jahe merah instan. Total omzetnya mencapai Rp 200 juta.
Sedikit kilas balik, Syaeroji lahir di tengah keluarga sederhana. Latar belakang ini membuat Syaeroji tumbuh menjadi anak tegar. Anak ketiga dari sembilan bersaudara ini tidak terbiasa duduk santai. Setiap hari, sembari sekolah, ia membantu ibunya berjualan aneka makanan kecil dan nasi kuning. “Tidak boleh malu. Jika malu tidak bisa makan,” katanya.
Mental bekerja ini merupakan bagian dari didikan ayah Syaeroji yang berprofesi sebagai pegawai negeri. Ayahnya selalu menegaskan, ia tidak boleh gengsi dalam mencari nafkah yang halal. Semangat ini dibawa sampai kuliah di IAIN Serang, Banten, Jurusan Syariah Islam. Di kampus, ia berdagang untuk mendapat tambahan uang saku. Untuk membeli buku-buku kuliah, ia berjualan kerudung yang ia ambil dari Pasar Tanah Abang, Jakarta.
Syaeroji juga pernah menjual pakaian muslim untuk anak-anak di beberapa TPA di Serang, Banten. Uniknya, semuanya itu tanpa modal awal. “Saya pinjam dulu barangnya, setelah laku, saya bayar. Semua bermodal kepercayaan,” ujarnya.
Berbekal tabungan semasa kuliah, pada tahun 2000, Syaeroji lantas berjualan gula merah dalam bentuk blok. Saat itu, modalnya hanya Rp 500.000. Ia membeli nira dan mengolahnya sendirian di dapur. Tapi, belakangan, ia mulai berpikir menjual gula dalam bentuk kristal layaknya gula pasir biasa.
Dengan serangkaian ujicoba, akhirnya Syaeroji berhasil memproduksi kristal gula merah yang biasa disebut juga gula semut. Tak berapa lama, banyak orang di desanya ikut memproduksi gula semut.
Meski bangga jadi pionir, Syaeroji tetap waspada. Ia lantas memutar otak untuk menyusun strategi berjualan yang baru. Tahun 2003, ia berinovasi membuat minuman kesehatan berbahan jahe merah.
Kebetulan, di tempatnya, jahe merah melimpah. Menggunakan komposisi 60% jahe merah dan 40% gula semut, ia membuat bubuk minuman siap saji. “Saya berkutat di dapur selama 20 jam sampai bisa membuat adonan mengkristal,” kenang Syaeroji.
Setelah formula jahe merah siap minum itu jadi, Syaeroji mulai memikirkan kemasan. Ia melabeli produknya Labeur, kependekan dari gula dan beureum yang dalam bahasa Sunda berarti gula dan merah. Ia mengemas Labeur Jahe dalam stoples berukuran 350 gram. Saban minggu, ia berbelanja botol stoples ke Tanah Abang dengan memakai kereta. “Di kereta, seringkali stoples plastik yang baru saya beli penyok tertekan pantat penumpang yang berdesakan,” katanya sambil tertawa.
Label awal Labeur masih berupa kertas fotokopian. Syaeroji bahkan mewarnai kertas hitam putih itu dengan stabilo agar terlihat menarik. Ia mulai menjual bubuk jahe merah instan ke tetangga dan kerabat dekatnya. Lama-lama, dari mulut ke mulut, khasiat jahe merah buatannya mulai menyebar.
Sembari menjual di sekitar rumahnya, Syaeroji gencar berpromosi di dunia maya. Ia juga rajin mengikuti pameran. Di setiap pameran, bermodalkan gelas plastik dan air panas, ia membagikan Labeur Jahe pada para pengunjung. “Satu hari bisa habis enam galon untuk dibagikan,” kisahnya.
Ratusan agen
Labeur Jahe kini dikenal luas. Syaeroji punya ratusan agen penjual. Ia pun memasok ke gerai ritel modern. Dari semula hanya memproduksi sekitar 20 kilogram (kg) bubuk jahe merah, kini ia berhasil memproduksi 35.000 kg bubuk jahe per bulan. Perinciannya, ia memproduksi 10.000 botol berukuran 350 gram dan ia jajakan
Rp 16.000 per botol. Ada juga kemasan saset yang ia jual per renceng (isi lima saset). Tiap bulan, ia membuat 3.000 renceng. Produk dalam kemasan saset ini ia jajakan seharga Rp 15.000 per renceng.
Di kampungnya, Syaeroji tak menutup diri. Ia meladeni semua orang yang ingin belajar dan menimba ilmu bisnis. Sayang, ia kerap kebobolan oleh teman sendiri yang mengaku hanya ingin tahu resep namun ternyata ikut-ikutan memproduksi bubuk jahe merah. Tapi, ia masih yakin dengan kualitas produknya. “Produk bisa saja sama, kualitas dan rasa pasti beda,” ungkapnya.
Karena itu, demi mempertahankan rasa dan kualitas produk Labeur Jahe, Syaeroji selalu mengawasi proses produksi. Baginya, kesehatan adalah nomor satu; rasa nomor dua. Banyak pelanggan memuji rasa enak jahe merah instan ini selain juga mengakui khasiatnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News