kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarif listrik naik, pengusaha konveksi terjepit


Senin, 08 September 2014 / 17:32 WIB
Tarif listrik naik, pengusaha konveksi terjepit
ILUSTRASI. Aktivitas pekerja pabrik perkebunan kelapa sawit PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG).


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Pemerintah kembali menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) pada Senin (1/9). Kenaikan itu merupakan eksekusi kebijakan kenaikan tarif listrik secara bertahap yang dilakukan pemerintah sejak Mei–Juli lalu.

Kenaikan tarif listrik secara bertahap itu jelas berdampak terhadap pelaku usaha kecil menengah (UKM), terutama sektor konveksi yang sepenuhnya bergantung pada listrik.

Seperti dialami bikin-baju.com asal Malang, Jawa Timur. Muhammad Humaidi Saleh, Chief Production Officer bikin-baju.com, mengatakan, kenaikan TTL cukup mempengaruhi perolehan omzet perusahaan.

Bikin-baju.com sendiri melayani jasa pembuatan baju seragam, jaket, dan kaus. "Kenaikan tarif listrik menambah beban operasional sekitar 5% sampai 10% per bulan," kata Humaidi.

Dampak kenaikan tarif listrik ini sudah dirasakan sejak sejak Juli lalu, saat pemerintah mulai menaikkan TTL secara bertahap. Kenaikan beban operasional itu menggerus perolehan laba bersih perusahaan.

Ia menyebut, omzet rata-rata per bulan bikin-baju.com mencapai Rp 70 juta. Sementara, margin profitnya bisa sekitar 25% sampai 30% dari omzet, atau berkisar Rp 17,5 juta hingga Rp 21 juta per bulan. "Dengan kenaikan tarif listrik, laba berkurang 5%–10%," jelas Humaidi.

Dampak kenaikan TTL itu belum memperhitungkan kenaikan awal bulan ini. Yang jelas, kenaikan TTL awal bulan ini bakal menambah beban biaya operasional.

Kendati ada peningkatan operasional, Humaidi mengaku belum menaikkan harga jual ongkos jahit. Mereka khawatir bila tarif ikut dinaikkan, pelanggan akan pindah ke tempat lain. Apalagi, sekarang persaingan bisnis konveksi sangat ketat.
"Menaikkan harga jual adalah opsi terakhir," tandas Humaidi.

Yang paling mungkin mereka lakukan adalah  menaikkan kapasitas produksi. Jika sebelumnya rata-rata produksi per bulan hanya 2.000–2.500 potong, kini produksi dimaksimalkan hingga 3.000 potong pakaian.

Dampak kenaikan tarif listrik juga dirasakan Rumah Konveksi yang berdomisili di Surabaya, Jawa Timur. Abdul Khamid, pemilik Rumah Konveksi, mengatakan, kenaikan TTL telah mengerek biaya operasional bisnis konveksinya.

Untuk mengurangi beban tersebut, ia pun terpaksa menaikkan harga jual ke konsumen. Sebelum kenaikan tarif bervariasi mulai Rp 37.500–Rp 125.000 per setel. "Sekarang harga sudah saya naikkan 5%–10% ," katanya.

Ia mengaku, banyak pelanggannya yang mengerti dan menerima kenaikan harga tersebut. Menurut Hamid, kenaikan TTL membuat biaya listrik naik menjadi Rp 800.000 per bulan dari Rp 600.000 per bulan.

Pengusaha konveksi lainnya, Dico, juga menaikkan harga jual. Ia mengakui, kenaikan TTL telah menambah beban operasionalnya. "Tapi naiknya tidak besar," kata produsen busana muslim dengan merek Duymic Collection ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×